2.28.2013

Cerita Hantu #2

Suatu Kamis di semester dua tahun 2012 lalu, saya dan beberapa teman lain yang mengambil mata kuliah permodelan lanskap praktikum sampai sore. Karena itu hampir setiap kamis -jika praktikum- kami sholat ashar di mushola mahasiswa ARL, mushola yang paling dekat dengan kelas pasca ARL.

Berhubung sudah hampir pukul empat, yang berarti toilet mahasiswi di samping mushola wanita sudah dikunci, saya segera bergegas mengambil kunci toilet mahasiswa pasca ARL yang disediakan jurusan. Setelah itu saya menuju mushola untuk sholat. Biasanya saya sholat bersama Mba Roosna dan Icha, dua teman muslimah yang sama-sama mengambil MK tersebut. Namun karena saya ke toilet dulu, dan tadi praktek tidak sekelompok dengan Icha,sedang Mba Roosna sedang tidak sholat, jadi saya tidak terlalu berpikir macam-macam. Maka sayapun wudhu dan sholat.

Mushola pekan itu memang lebih sepi dibanding hari-hari biasanya karena anak-anak S1 sedang pekan sunyi. Hanya saya seorang yang ada di dalam mushola.

Selesai sholat, saya membetulkan jilbab saya yang miring di depan cermin yang letaknya di samping pintu. Antara pintu dan cermin terdapat bingkai bambu yang bagian tengahnya disusun kain putih panjang selebar lima belas centi dalam pola anyaman. Susunan anyaman kainnya tidak rapat dan memiliki celah-celah segiempat yang cukup lebar, tapi cukup untuk melindungi pandangan pria yang mungkin lewat di depan mushola jika pintu mushola dibuka.

Saat hampir selesai membetulkan jilbab, tiba-tiba pintu mushola terbuka. Rupanya Icha baru akan sholat. Sayapun segera menyapa Icha, namun karena sepertinya Icha sedang bicara dengan seseorang di luar, dia tidak mendengarkan saya.

Merasa dicuekin, saya menjulurkan tangan saya melewati celah segiempat pada bingkai bambu yang ada disamping saya untuk mencolek bahunya.

"Icha", kata saya menegurnya.

"Huaaaaaaaaaaaaaa!!", jerit Icha, dan tiba-tiba mengambil posisi jongkok dan menutup wajah.

"Ya ampun, cha.. Ini saya, cha.. Ini saya..", kata saya sambil bergegas memakai sepatu sekenanya dan menepuk punggungnya. Sebenarnya agak panik juga. Tak menyangka reaksinya sampai seperti itu.

"Mbaa Yaneeet... Tegaaa... Tegaaa... Icha pikir hantu, mbaa", protesnya.

Haduh, waktu itu saya takut Icha menangis kesal karena saya kejutkan. Segera saya minta maaf.
#Benar-benar tidak ada maksud menakut-nakuti...

Setelah kembali ke kelas, saya kembali meminta maaf kepada Icha. Meskipun awalnya masih kesal tak belawan dengan saya, tapi Icha kemudian tertawa-tawa. Kami menceritakan kepada beberapa teman. Kanda dan Rio tertawa-tawa. "Emang usil ni si Mba Yanet", kata Rio yang pernah punya pengalaman sebelumnya.

PS: Aduuh, maaf ya, Cha... Benar-benar tidak bermaksud nakuut-nakutin... (^_^)v