2.28.2013

Cerita Hantu #3

Senin malam yang lalu, 25 Februari 2013, listrik di komplek perumahan kami padam. Saat itu saya sedang berbaring dan bercerita dengan Mama di kamar Mama. Karena malas bergerak dalam gelap, kami diam saja di kamar sambil tetap bercerita banyak hal, sedang Bapak dengan cekatan menyalakan lampu darurat di dekat dapur. Adanya cahaya dari lampu darurat yang melewati ventilasi kamar cukup membantu pengelihatan di kamar, walaupun samar.

Kanda yang tadinya mengetik dan ngeblog rupanya menghentikan aktivitasnya karena baterai laptopnya hampir habis. Saya tau itu karena segera setelah Bapak menyalakan lampu darurat, Kanda memanggil-manggil saya.

Entah karena sedang hamil atau memang berkepribadian melow tidak jelas, saya sedang menangis waktu Kanda memanggil saya saat itu. Meskipun hanya terisak pelan, tapi Mama tau saya sedang sedih, jadi Mama yang menjawabkan Kanda dengan mengatakan bahwa saya sedang di dalam kamar bersama Mama. Saya hanya menjawab "iya, da" agar tidak membuat Kanda khawatir.

Beberapa menit berlalu, Mama merasa haus sehingga keluar dari kamar. Saya yang ditinggal sendirian di kamar Mama kembali tersedu-sedu pelan karena sedih. Saya tidak mau Mama melihat saya menangis lagi, jadi saya segera pindah ke kamar saya yang terletak di sebelah kamar Mama.

Hidung saya meler karena menangis. Karena itu saya mengambil handuk kecil putih di dalam lemari. Setelah dilipat, saya benamkan wajah saya di handuk putih yang saya pegang tersebut. Kembali menangis tersedu-sedu duduk di atas tempat tidur pada sisi yang menghadap pintu.

Saat sedang khusyuk menangis, saya merasa ada seseorang yang masuk ke kamar dan berdiri di sisi kanan saya, dekat pintu. Sedih sekali hati saya saat itu. Karena yakin itu adalah Kanda, saya tetap saja menangis terisak-isak. Berharap Kanda segera mengelus punggung saya dan bertanya "Ada apa, sayang".

Sayangnya, saya salah mengira...

Hening beberapa saat, dan...

"Huaaaaaaaaa!!", jerit Kanda tiba-tiba.

Saya yang sedang menangis tersedu-sedan langsung terkejut. Oh my God!

Antara sedih, kesal, dan ingin tertawa, badan saya terguncang-guncang karena kombinasi ketiganya.  Perasaan yang agak aneh, tapi terus terang, agak susah menghentikan tawa dalam tangis. Maka saya kembali membenamkan wajah saya ke handuk di tangan.

Kanda lalu duduk di samping saya, mengelus-elus punggung saya. Ketika saya mengangkat kepala saya dari handuk putih itu, Kanda langsung menghela nafas lega.

"Untunglah benar-benar adek", katanya.

Maksudnya? :p
Saya kembali tertawa dalam isakan. Perasaan sedih yang teramat sangat tiba-tiba hilang dalam sekejap karena kejadian barusan. Hanya saja kalimatnya yang terakhir tadi agak mengganggu.

"Maksud Uda tu ape, 'untunglah adek' gitu? Emang tadi Uda pikir tadi siape?", kata saya setengah protes.

"Hehehe... Abis Uda pikir kan Adek agik di kamar Mama. Tau-tau pas Uda masok kamar ade pula cewek nangis di tempat tidur sambil nutup muke. Tekejotla Uda", katanya membela diri. Logis sih, batin saya.

"Pas Uda elus-elus punggungnye, untung ndak ade lobang", sambungnya lagi, polos. "Pas tadi Uda duduk samping Adek tu sebenarnye ngeri gak. Takut salah. Pas Adek noleh baru lega benar Uda rasenye, dek".

Jiaaaaaaah, dengus saya dalam hati, emangnya eike apaan, coba?

Alhasil, setelah tawa dalam tangis yang tiba-tiba itu --meskipun kesal tak belawan kepada Kanda-- sedih hati dan gundah gulana dalam hati saya pun langsung hilang. Wuuusssh!

:)