5.07.2016

Burung Bubut dan Burung Ruai [Cerita Rakyat]

Pagi beberapa hari lalu, ada seekor burung bubut yang hinggap di pohon dekat kantor Kanda. Seorang Bapak dari Desa Sriwangi -yang menginap untuk mengikuti pelatihan di sebuah kantor dinas di Kota Putussibau- langsung bercerita kepada saya dan Kanda tentang cerita rakyat di Kapuas Hulu tentang Burung Bubut dan Burung Ruai. Menarik, jadi simpan di blog! ;)

*Cerita fabel ini diceritakan kembali, mohon koreksi jika ada kekeliruan

Burung Bubut (kiri) dan Burung Ruai (kanan)
[sumber gambar: omkicau.com dan ceritadayak.blogspot.com]



Sebelumnya, sekilas info.
Burung bubut (Centropus sinensis) adalah burung berwarna hitam dengan sayap coklat terang. Burung bubut mengeluarkan bunyi khas "but~but~but" yang mengilhami nama lokalnya, yaitu burung bubut. Sedangkan burung ruai (Argusianus argus) adalah burung berbulu panjang dengan motif bulu yang cantik. Dalam adat suku Dayak, bulu burung ruai biasanya digunakan sebagai salah satu ornamen khas pada ikat kepala yang melengkapi pakaian adat Dayak.

***

Dahulu kala, di hutan Kalimantan, hiduplah burung bubut dan burung ruai, dua sahabat yang besar bersama. Konon di masa itu, keduanya sama-sama memiliki penampilan yang sama sekali berbeda dengan mereka yang sekarang kita kenal, yaitu memiliki bulu yang berwarna putih bersih. Hingga suatu saat, mereka ingin untuk memberikan motif pada bulu mereka dengan pewarna hitam dan coklat dari getah tanaman hutan. Karena tidak dapat mendandani diri masing-masing, keduanya berjanji untuk saling bantu-membantu satu sama lain.

Giliran pertama yang diwarnai adalah burung ruai. Burung bubut sangat telaten memberi corak pada bulu burung ruai. Ia mendandani bulu burung ruai dengan pola yang cantik. Dia mengharapkan hal yang sama dilakukan oleh burung ruai kepadanya. Sayangnya, pada saat giliran burung bubut, burung ruai bertindak ceroboh. Ia menumpahkan getah coklat pada sayap burung bubut dan hitam pada tubuh bubut. Pola cantik yang diinginkan burung bubut pun tidak bisa didapatkan.

Ketika mengetahui kalau ternyata burung ruai tidak memenuhi janjinya, burung bubut amat murka kepada burung ruai. Saking marahnya, burung bubut bersumpah tidak ingin lagi bertemu dengan sahabatnya itu. Ia menyumpah burung ruai tidak boleh tinggal di daerah lembah atau daerah datar, dan tidak boleh hinggap di tunggul pohon mati, dan sebaliknya, burung bubut bersumpah tidak akan tinggal di hutan yang berbukit. Bila salah satu dari keduanya melanggar sumpah tersebut maka salah satu dari mereka akan mati. Bila burung ruai memasuki area perkampungan manusia, burung ruai tidak akan panjang umur. Mendengar sumpahan tersebut, burung ruai menangis sambil terbang meninggalkan burung bubut menuju ke perbukitan. Demikianlah akhir dari persahabatan burung bubut dan burung ruai.

:'  *sedih amat, gara-gara bulu
***

Menurut Bapak yang cerita (saya kurang tahu karena belum pernah lihat langsung), konon jika burung ruai bertemu burung bubut, ia akan menjauh. Jika ia sampai terbang memasuki permukiman manusia, ia kemungkinan tidak akan berumur panjang karena diburu oleh manusia yang tertarik pada bulu burung ruai yang indah.

Emm, sampai di sini menurut saya sih sebenarnya ceritanya agak bikin bias ya, seolah-olah menyalahkan burung bubut atas berkurangnya populasi burung ruai, dan seolah-olah burung ruai ini licik sekali sehingga pantas mendapat nasib buruk seperti diburu manusia. Padahal kenyataannya, kedua jenis burung ini sekarang sedang terancam gara-gara aktivitas perburuan komersil dan kerusakan atau kehilangan habitat hidup oleh tangan manusia serakah. Arrggh.. Kenapa kita seperti ini?? :(

Eh eh tapi ini kan fabel, net, mari kita ambil hikmahnya saja ya. *baru sadar *terlalu serius *monolog *aku mah emang gitu orangnya 

Jadi intinya, menurut saya, cerita rakyat Burung Bubut dan Burung Ruai mengajarkan kita pelajaran moral tentang menjaga dan menunaikan janji kita kepada orang lain dengan sebaik-baiknya. Jika tidak sanggup memenuhi atau tidak sengaja mengingkari janji maka segeralah minta maaf agar yang merasa dijanjikan tidak bertambah marah dan kecewa lalu mendoakan hal buruk untuk kita. Jangan sampai hubungan yang baik jadi berakhir gara-gara hal sepele, seperti yang dialami 2 sejoli dalam cerita ini: Bubut dan Ruai.

Oke saya rasa cukup sekian, Semoga tulisan kali ini bermanfaat dalam menambah khasanah budaya Indonesia yaa (aamiin). Sampai nanti teman-teman, bye!