8.18.2024

Berawal dari Bulan

Chia sore ini main-main di teras rumah. Lalu dia memanggil saya..


C: Bunda, lihat, ada bulan!
B: (melihat ke luar jendela sambil tetap duduk di ruang tamu) Iya ya, bulannya udah keluar ya nak. Awal keluarnya

Tiba-tiba anak tetangga teriak, "kamu tu b*d**, mana ada bulan! Dasar, ndak ada yg mau bekawan sama kamu!". Terus jari tengahnya diacung-acungkan ke Chia. Chia bengong. Bunda syok.

C: abang kenapa, Bunda?
B: (rada emosi liat kelakuan anak org, tapi harus tetap tenang di depan anak) Ooh, itu abangnya lg ndak punya teman. Kasian. Biarin jak ya.
C: ya, Bunda
B: yang dilakukannya tidak baik. Jangan ditiru ya, sayang.
C: ya, Bunda, nanti ndak punya teman.
B: iya nanti ndak punya teman..
C: Chia sih ada teman. Teman Chia tu bunda, aki.. (lalu meluk saya)
B: aww, masyaAllah anak bunda 🥰

***
Terus terang saya masih syok sama kejadian tadi. Di depan mata saya, anak saya di-bully oleh anak tetangga. Memang si anak tetangga ini tidak melihat saya melihatnya, tapi dengan etika buruk seperti itu, ngeri juga. Umurnya sekitar 7 tahun, kelas 1 SD. Etikanya minus sekali. Entah mengadopsi kelakuan buruk dari mana dia. Saya hanya bisa prihatin. 

Ada sih keinginan untuk meneriaki anak orang. Tapi di depan anak saya sendiri, aduh, khawatirnya ditiru. Belum lagi kalau ortu si anak tetangga tersinggung. Bukan apa, orang tersingging tuh susah, ngomongnya bisa nyakitin ati mau sehalus apapun kita menegur anaknya. 

Soalnya dulu pernah, saya negurkan anak orang yang mukul adiknya. Si adik yang dipukul ini seumuran anak pertama saya (lahir di tahun yang sama, beda bulan saja) sementara si anak yang mukul berusia sekitar 4 atau 5 tahunan, selisih sekitar 2 tahunan dengan adiknya tadi. 

Merasa melihat kekerasan terjadi di depan nata, jiwa keibuan saya pun bergejolak, maka saya tegurlah si anak yang mukul, supaya tidak kasar sama sodara sendiri. Tapi karena ortunya lihat dan tersinggung, mereka pun bersikap defensif. Di tengah saya ngomong ke si anak, bapak si anak ngomong gini, pura-pura bicara dengan istrinya, "anak umur segitu tuh raja, jadi tidak boleh dimarahi. Mana dia ngerti dinasihatin apa. Susah sih kalau belum punya anak". Iya, waktu itu posisinya saya memang belum punya anak (Eh, sudah, tapi anak pertama saya kan meninggal, jadi tidak dihitung sama mereka). Karena merasa dibela ortunya, si anak yang tadi dengarin saya menasihatinya pun langsung berani mengejek saya "blablabla", katanya, lalu pergi melengos.

Traumatis kan?! Haha..

Begitulah. Memang lisan tuh bahayaa. Ndak yang kecil, ndak yang tua. Tapi memang susah sih jaman sekarang. Masih banyak yang suka berdalih namanya juga anak kecil. Padahal anak kecil itu pintar. Harusnya kita tidak meremehkan kecerdasan anak. Bayangkan, kalau sudah besar jadi apa anak pembully..

Sulit untuk mengatur orang, apalagi kalau kita tidak dianggap siapa-siapa. Ya sudah. Yang penting kita harus pastikan bukan kita orangnya. Dan tak kalah penting, banyak-banyakin berdoa supaya anak-anak kita tidak menjadi korban maupun pelaku bullying. Tantangan anak-anak jaman sekarang memang beda dengan jaman ortunya dulu..

Catatan Bunda di hari kemerdekaan. 17 Agustus 2024.