4.26.2014

Makna Lagu Betawi "Si Jali-Jali"

Hari ini agenda saya dan Kanda adalah jalan-jalan ke kota tua Jakarta bersama rombongan mata kuliah APLB (apresiasi dan pelestarian lanskap budaya) yang saya asisteni. Alhamdulillah bisa sampai ke kota tua Jakarta lagi. Akhir Januari dua tahun yang lalu saya dan Kanda pernah diajak jalan-jalan oleh Nhepa dan Dyah bersama Rafi (adik Nhepa) dan Arita (teman Nhepa). Tujuannya? murni jalan-jalan... ^_^

foto kenangan waktu itu
Lain dulu lain sekarang..
Berhubung hari ini masih berstatus asisten praktikum APLB, tujuannya adalah jalan-jalan sekaligus belajar. Iya dong, asisten juga belajar sama seperti praktikan. Bedanya: praktikan dapat nilai, asisten tidak. :p

Banyak yang ingin saya ceritakan, tapi mungkin postingan lengkap plus foto-fotonya nanti saja. Saya sakit kepala dari tadi siang selama perjalanan. Mungkin kombinasi makan telat, dehidrasi dan juga kurang istirahat (karena malam sebelumnya ikut GSP mengisi acara di Gala Dinner Seminar Internasional di IICC Botani Square Bogor). Syukurnya setelah dibawa tidur sesampainya di rumah, makan malam dan minum yang banyak, sakit kepala yang saya alami jauh berkurang walau masih nyut-nyut sedikit.

Nah, mumpung masih ingat nih. Tadi KRL yang kami tumpangi kan melewati stasiun Cikini, saya jadi teringat lagu Jali-Jali yang semalam saya nyanyikan bersama teman-teman GSP di hadapan para tamu gala dinner..

Heeee, si jali dari Cikini.... *sopran 1 mode on :D

Gara-gara itu saya bersenandung lagu betawi Si Jali-Jali sepanjang perjalanan. Bangun tidur tadi Kanda kembali menggoda saya dengan lagu Si Jali-Jali versi sopran 1 (padahal suaranya nge-bass :p). Lalu dengan santai Kanda bercerita bahwa dulu kecil sering memainkan buah jali-jali. Buah jali-jali? Nah lo! Saya protes kenapa baru memberi tahu kalau ada buah bernama jali-jali, soalnya menjelang Konser Semarak Melodi Khatulistiwa dulu teman-teman GSP bertanya jali-jali yang kami nyanyikan itu apa sih? Nama orang atau apa? Taunya nama buah..

Karena penasaran saya numpang browsing di laptop Kanda *maklum kuota ludes. Saya baru tahu kalau buah jali-jali adalah buah yang dulu kecil biasa saya mainkan juga. Tapi selama ini saya mengenalnya dengan sebutan buah tasbih karena bentuknya mirip biji tasbih pak haji. Gara-gara googling juga, jadi tahu makna dan cerita di balik lagu Si Jali-Jali. Ish, kenapa tidak dari dulu googling ya.. (-_-)

FYI ~ Jali-Jali
sumber: wikipedia
Jali-jali (Coix lacryma-jobi L.) adalah tanaman perdu sejenis tumbuhan biji-bijian (serealia) tropika dari suku padi-padian (Poaceae) yang berasal dari Asia Timur dan Malaya. Konon tanaman ini hampir selalu ada di pekarangan rumah masyarakat Betawi. Tapi di kampung halaman saya (Pontianak) juga ada, karena tanaman ini tersebar di berbagai penjuru dunia.

Dari lagu "Si Jali-Jali" tergambar sekali bahwa Orang Betawi sangat akrab dengan tanaman jali-jali. Anak laki-laki Betawi biasa menggunakan buah jali-jali untuk bermain tembak-tembakan (buah dijadikan pelor atau peluru senapan mainan yang dibuat dari bilah bambu dan karet gelang) sedangkan anak perempuan Betawi biasa memanfaatkannya sebagai aksesoris penghias pintu kamar (buah dironce panjang dan digantung seperti tirai). Emak-emak dan Bapak-Bapak suku Betawi juga tidak kalah kreatif dengan anak-anak mereka. Tugas para ibu yang notabene gemar memasak juga dituangkan lewat kuliner yang disebut bubur jali, sedang para ayah dan ulama memanfaatkan buah jali sebagai biji tasbih untuk berzikir. Bahkan kata "jali" menjadi perbendaharaan Betawi yang berarti "bersih dan rapi" *teman-teman yang Betawi, cmiiw please :)

Hmm.. Ini menjadi salah satu bukti bahwa apa yang ada di lanskap akan mempengaruhi budaya (lewat lagu dan bahasa daerah seperti ini, misalnya) dan sebaliknya, budaya juga mempengaruhi lanskapnya. *APLB mode on

Selanjutnya walau kepala masih berat, kepo saya tetap terjaga. :p Pada syair Jali-Jali yang saya dkk GSP nyanyikan juga ada menyinggung mangga udang. Kalau kata teman-teman GSP dulu, mangga udang adalah mangga yang bentuknya melengkung seperti udang. Benarkah? yup, benar.. :)

FYI ~ Si Mangga Udang
sumber: detik.com
Mangga udang adalah salah satu varietas mangga berwarna kuning-orange dan licin jika sudah masak, tekstur daging buah tebal dan sedikit berserat. Sayang saya tidak dapat menemukan referensi nama ilmiah untuk varietas mangga ini, tapi sesuai namanya, bentuk mangga udang mirip badan udang yang melengkung dan berukuran kecil (sepertiga ukuran mangga biasa). Rasa mangga ini cenderung manis dengan sensasi sedikit asam. *bikin ngiler  Varietas mangga ini banyak ditemui di kawasan pinggir Jakarta dan Tangerang meski aslinya mangga ini berasal dari kawasan Toba, Sumatera Utara.

Setelah ngomongin buah jali-jali dan mangga udang yang bikin ngiler, saya jadi penasaran lagi. Ada apa dengan Cikini? Ternyataa..

FYI ~ Cikini
Cikini merupakan salah satu kampung tua di kota Jakarta. Letaknya di Jakarta Pusat, bertetangga dengan Menteng. Dari dulu hingga sekarang, Cikini menjadi kawasan yang ramai dikunjungi masyarakat Jakarta. Dulu di Cikini terdapat kebun binatang Taman Raden Saleh (TRS) yang menjadi tempat rekreasi umum untuk melihat sejumlah koleksi hewan sekaligus sebagai ruang terbuka tempat menikmati kesejukan udara hutan kota. Yang unik, TRS memiliki lintasan Balap Anjing yang menyuguhkan kontes balapan anjing yang dapat ditonton oleh masyarakat. Selain itu ada pula lapangan tempat bermain sepatu roda berlantai semen, bioskop dan kolam renang. Seiring waktu dan kebijakan pemerintah, TRS dipindah ke Ragunan (menjadi Kebun Binatang Ragunan yang terkenal itu), lintasan Balap Anjing berubah menjadi kantor dan ruang kuliah mahasiswa Institut Kesenian Jakarta (IKJ) fakultas perfilman dan televisi, dan pada tahun 1968 lapangan sepatu roda, bioskop dan kolam renang digusur oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Bpk Ali Sadikin, untuk dibangun Taman Ismail Marzuki (TIM) yang merupakan pusat kesenian dan kebudayaan di Ibukota negara kita tercinta, Jakarta.

Lalu hubungan spesial apa antara jali-jali dengan Cikini?
Saya kurang tahu. Tapi yang jelas jali-jali adalah buah yang sudah melekat dalam budaya Betawi sedang kampung Cikini sudah ada sejak dulu. Dan perlu diingat, budaya Betawi sangat kental dengan pantun: bait pertama dan kedua sebagai sampiran sedang bait ketiga dan keempat sebagai isi atau pesan yang ingin disampaikan.

Ini dia si jali-jali
lagunya enak, lagunya enak merdu sekali
capek sedikit tidak peduli sayang
asalkan tuan asalkan tuan senang di hati

Palinglah enak si mangga udang
hei sayang disayang pohonnya tinggi buahnya jarang
palinglah enak si orang bujang sayang
pergi kemana pergi kemana tiada yang mlarang

Kelihatan kan pantunnya.. :) Oh iya, saya baca lagi, ada syair lanjutan lho (dari syair yang dilatih di GSP). Pantun yang familiar, mungkin ada yang ingat pantun ini:

Di sana gunung di sini gunung 
hei sayang disayang di tengah-tengah kembang melati
di sana bingung di sini bingung sayang
samalah sama samalah sama menaruh hati

jadi ingat dalang ovj deh, hihi

Kalau dilihat dari nada yang riang dan syair pantun yang nyaman didengar, lagu ini merupakan lagu yang bersifat menghibur dengan makna lagu yang dapat ditarik sendiri (dari bait ketiga dan keempat tiap baris). Ini menurut saya yang awam dan bukan orang Betawi sih. Mungkin ada teman-teman Betawi yang pakar dalam budaya Betawi punya pendapat lain, silakan tulis di kolom komentar ya... ^_^

Oke, tak terasa, panjang juga postingan ini :p *gara-gara kepo Sekian dulu dan semoga bermanfaat! :D

Jali dari Cikini
Jali-jalilah jali sampai di sini...
Inilah lagunya si jali-jali..


Referensi:
http://cintebetawi.com/2013/07/02/asal-usul-dan-makna-lagu-jali-jali/
http://id.wikipedia.org/wiki/Jali
http://food.detik.com/read/2011/03/25/140033/1601233/482/palinglah-enak-si-mangga-udang