11.20.2020

Dilema Utang Piutang

Jaman sekarang, jika seseorang "dianggap" punya uang, maka dengan mudah orang lain yang mengenalnya akan meminjam uang, bahkan tanpa alasan yang sangat penting dan sangat mendesak. Alasannya, karena seseorang itu orang berkecukupan. "Pelit amat, segitunya sampai tidak mau meminjamkan". Ini label paling umum untuk orang yang tidak mau meminjamkan. 

Lucunya, yang biasanya sulit dihubungi tiba-tiba menghubungi dengan sangat santun sekali. Padahal biasanya kalau dihubungi bisa berhari-hari tidak membalas. Sekalinya sudah dapat pinjaman, perangainya bisa berubah 180 derajat, atau bisa jadi itu berarti balik lagi ke perangai lama. Sulit dihubungi. Saat dihubungi, ya kapan-kapan "mood" mau balas, baru dibalas. Bahkan kadang ada yang tega-teganya sengaja ganti nomor atau bahkan memblokir. Sungguh luar biasa.

Yang menyakitkan, tidak sedikit yang bermudah-mudah minjam uang cuma untuk berfoya-foya, gegayaan, biar eksis, supaya tidak jenuh. Begitu yang meminjamkan uang merasa panas karena ternyata uang yang sudah bersusah payah dikumpulkan untuk dana darurat atau tabungan atau apapun (tapi tetap dipinjamkan) ternyata dipakai untuk hal-hal seperti itu, yang dipinjami bisa dengan entengnya berkata, "Marah-marah aja nih. Makanya jalan-jalan dong". What the ???

Belum lagi kalau sudah urusan tagih-menagih. Ini urusan super duper sensitif. Salah pilih kata, bisa-bisa yang berhak justru yang dianggap seperti pihak yang menzalimi, pelit, dan dingin hati. "Tega bener dah, nagih orang susah. Sombong, mentang-mentang lagi di atas. Bermurah hati dong harusnya. Dunia berputar, sob". Mulai deh playing victim. Padahal dia sendiri yang berjanji kapan akan sanggup membayar, harusnya bersyukur ketika diingatkan. Kenapa? Karena dalam Islam, utang dibawa mati! Mati syahid sekalipun, akan tertahan di pintu surga kalau tidak membayar utang (apalagi kalau tidak syahid!). Seserius itu urusan utang-piutang dalam Islam. 

Sebenarnya mudah. Kalau sudah berusaha mengumpulkan uang dengan niat bulat untuk membayar utang, insyaAllah Allah akan mudahkan. Kalaupun kondisinya belum memungkinkan, ya harusnya tetap jaga komunikasi dengan yang memberi pinjaman. Minimal kabari lah kapan bisanya. Jangan digantung, jangan menghilang. Orang kan juga perlu. Memang sih, kalau orang yang memberi pinjaman itu ikhlas, Allah pasti bantu dan balas kebaikan hatinya, tapi tetap, itu bukan urusan si peminjam, kan?! Urusan si peminjam adalah berfokus untuk membayar utang, bukan malah ngutangin dan menilai niat ikhlas si pemberi bantuan utang! Mau dia riya' kek, berat hati kek, apa kek, itu bukan urusan. Asal tidak ada unsur riba', harusnya malah harusnya bersyukur sudah dibantu, terlepas dari apapun motifnya. Bahkan sekalipun ada unsur riba'nya (yang sudah disepakati oleh yang berutang saat akad awal peminjaman), yang berutang wajib membayar sesuai akad, kecuali si pemberi piutang sudah tobat. Masalah dosa riba', itu urusan dengan Allah. Malah harusnya tambah takut. Sudah terjerat riba', berniat tidak membayar kewajiban pula.. 

Sayangnya, banyak yang berutang malah melarikan diri atau pura-pura lupa. Tidak sedikit yang malah menyakiti hati si pemberi pinjaman dengan kata-kata, sikap, dan respon yang tak pantas, seperti playing victim. Apakah lupa dengan masa depan di akhirat? Naudzubillah. Jangan sampai saya dan pembaca blog ini seperti itu.