4.25.2015

INFJ vs ENTP : Kesan Pertama

Konon, menurut studi kepribadian ala Myers-Briggs, INFJ punya kecocokan psikologis alamiah dengan ENTP dan ENFP. Kebetulan yang indah, saya INFJ sedangkan suami ENTP. Jadi malam minggu kali ini saya akan bercerita sedikit tentang saya dan Kanda. Eksis di blog sendiri, nggak masalah lah ya. hihihi

Mrs INFJ vs Mr ENTP


Sebagai pembuka, saya akan bercerita dari singkatannya dulu. Apa sih INFJ dan ENTP? Aneh-aneh bener?

Terus terang, saya juga baru tahu tentang singkatan-singkatan ini kurang lebih 2 tahun lalu (bisa baca di sini). Dari literatur yang saya baca, empat huruf itu merupakan akronim dari 4 preferensi dasar tes kepribadian yang dikembangkan oleh sepasang ibu dan anak, Katharine Cook Briggs dan  Isabel Briggs Myers. Sang ibu, Katharine, tertarik dengan teori seorang psikiatris-psikoterapis, Dr. Carl Jung, mengenai konsep pengambilan keputusan. Singkat cerita, anak-beranak, yang ternyata penulis di bidang pendidikan dan pengembangan sosial ini, berhasil merumuskan 16 kelompok kepribadian, salah duanya adalah INFJ dan ENTP.

INFJ vs ENTP

INFJ adalah akronim dari (I)ntroversion, i(N)tuition, (F)eeling dan (J)udging. Maksudnya, seorang INFJ memiliki kecenderungan besar untuk lebih fokus kepada dunia dalam atau diri sendiri (introvert), memberi interpretasi dan menambah nilai atau arti (intuitif), cenderung mengedepankan perasaan atau terlebih dahulu melihat subjek dan keadaan yang terjadi dalam mengambil keputusan (feeling), serta memilih melakukan hal-hal yang telah ditetapkan (judging).

Sedangkan ENTP adalah akronim dari (E)xtroversion, i(N)tuition, (T)hinking, dan (P)erception. Maksudnya, seorang ENTP adalah pribadi yang cenderung berfokus pada dunia luar (ekstrovert), memberi interpretasi dan menambah nilai atau arti (intuitif), mengedepankan logika dan konsistensi dalam mengambil keputusan (thinking), serta memilih tetap terbuka akan berbagai informasi dan kemungkinan (persepsi).

Bagaimana jadinya ketika seorang wanita penuh perasaan seperti saya berinteraksi dengan pria logis seperti Kanda?

Oho, tentunya, penuh warna! :D

Dari awal berjumpa, saya cukup terkesan dengan Kanda. Saya ingat pertama kali kami berkenalan dulu, waktu itu sama-sama mahasiswa baru. Tahu kan, mahasiswa laki-laki selalu berpenampilan plontos. Walaupun jumlah lelaki di kelas kami bisa dihitung dengan jari (secara harfiah), ada beberapa yang memiliki postur yang mirip walaupun dari wajah beda jauh. Tapi namanya baru kenalan kan, bisa salah. *ngeles*

Salah satu yang agak sulit saya bedakan adalah Kanda dan seorang kawan kami bernama Feri. Wajahnya jauh dari mirip tapi tinggi nya sama. Dan tentu saja, botaknya sama. Waktu pertama berkenalan, saya berkelakar kepada keduanya kalau keduanya mirip. Apa yang dilakukannya? Dia melengos langsung pergi tanpa berkata-kata. Kelakuan apa itu? Acuh sekali. Padahal kan saya berusaha ramah. Arrrgh.. Harga diriku..

Pernah waktu masa orientasi mahasiswa yang dilaksanakan tiap akhir pekan selama satu semester. Saya yang patuh dengan peraturan, tidak merasa terganggu dengan kegiatan tersebut. Saya berusaha menikmatinya saja. Selama tidak ada kekerasan fisik, menurut saya masa orientasi itu bisa jadi ajang berkumpul dan saling berakraban dengan teman seangkatan dan angkatan terdahulu. Ribet sih, karena senior sering iseng, tapi seperti yang saya katakan sebelumnya, saya menikmatinya. Saya rasa ini karena sifat judging dari INFJ.

Berbeda dengan saya, sifat perception Kanda membuatnya sulit diatur. Dulu pernah ia terlambat ikut acara orientasi maba. Ketika semua orang sudah berkumpul di lapangan dari pukul 6 pagi teng (saya dihukum berlari keliling kampus karena telat), ia baru datang sekitar pukul 9 atau 10 pagi, dengan wajah tenang tak bersalah dan gaya yang santai. Selembe, kalau kata orang Pontianak. Baru setelah menikah saya diberi tahu kenapa ia sering datang sangat terlambat waktu orientasi hari ahad. Nonton Dragon Ball, katanya!  -_-  ck!

Tak hanya itu, setelah menunaikan hukuman lari keliling kampus, ia malah lantang bertanya kepada panitia di depan,
"Sebenarnye ape ba manfaatnye kamek ikot acara ini, kak?" (atau diterjemahkan ke bahasa Indonesia kira-kira artinya "Sebenarnya apa manfaatnya bagi kami mengikuti kegiatan ini, Kak?") Benar-benar pertanyaan kritis yang lugas dan berani, tanpa rasa khawatir akan di-bully oleh senior. Wajahnya tenang sekali waktu itu. Malah kami, teman-temannya, yang deg-degan! Saya sempat kesal karena khawatir senior menghukum kami sekelas secara kolektif. Beruntung, mungkin karena waktu itu para senior terlalu kaget ditanyai di depan umum dengan cara seperti itu, banyak dari mereka yang terdiam. Ada juga sih yang terlihat panik lalu mengomel kepadanya. Cukup riuh-rendah suasana waktu itu, gara-gara pertanyaan sederhana darinya.

Kalau dipikirkan sekarang, sepertinya itu didorong oleh sifat thinking nya yang kuat. Ia kurang peduli apakah orang lain akan ter"kesima" dengan pertanyaan langsungnya atau tidak. Yang diharapkannya hanya jawaban langsung sebagaimana pertanyaannya. Kalau kurang jelas, ia akan bertanya lebih tajam. Beberapa orang yang tidak terlalu mengenalnya mungkin akan mengira ia menantang debat atau berlagak, padahal kalau kenal, pasti tahu kalau ia mengajak berdiskusi untuk mengasah pikirannya. Pikiran spontannya seperti tak tertahankan. Beda dengan saya. Kalau saya, meski terpikir sesuatu, belum tentu langsung disampaikan di depan umum seperti itu. Lebih baik memikirkannya sendiri dengan tenang. Lagipula, saya tidak suka berdebat. Mungkin karena ini juga sih, jadi mudah tertekan, tenggelam di dalam pikiran sendiri..

Pernah juga, waktu masih maba. Kami sebagai angkatan baru diminta untuk hadir mengikuti upacara bendera di Hari Pendidikan Nasional (kalau tidak salah), sebagai peserta upacara. Saya dan mayoritas teman sekelas, patuh-patuh saja ikut upacara di depan rektorat yang panas menyengat karena tidak ada pohon peneduh. Bangga rasanya mewakili kampus bersama teman-teman baru. Eeh, tapi ternyata tidak semua ikut hadir. Ada sedikit yang mangkir, termasuk Kanda. Setelah upacara kami baru tahu kalau mereka ternyata jalan-jalan! Tak alang-alang, ke pantai! Arrgh, kesal dibuatnya! Kami capek-capek ikut upacara, eh mereka malah liburan ke pantai. Tidak kompak. Saya merasa dikhianati. Gara-gara itu saya sempat ogah menyapa mereka keesokan harinya. Tapi dasarnya yang kesal hanya saya sendiri (saya lihat teman-teman lain tidak terlalu ambil pusing) akhirnya rasa terkhianati itu saya kubur dalam hati. Mau ngomel, tak punya alasan. Tak mengomel, kesal. Beberapa tahun kemudian kesempatan itu datang, akhirnya saya blak-blakan ngomelinya karena hal itu, waktu kami pengantin baru. Merapel, ceritanya. Hihi. Alhamdulillah setelah itu lega... :D  Saya berkilah, itu bagian pembelajaran komunikasi suami-istri. Hehe. Kanda sih santai saja menanggapi saya. Malah ketawa-ketawa. Lucu, katanya.. :p

Apalagi ya?

Oh ya. Kali ini tentang kesan Kanda terhadap saya. Sekali lagi, baru terungkap setelah kami menikah. Kata Kanda, Ia pernah mendengar celetukan saya ke salah seorang teman perempuan, tentangnya. Waktu itu saya mengomentarinya saat berjalan sambil membawa tas ranselnya yang besar, "seperti kura-kura yang berjalan cepat", komentar saya kepada teman saya. Saya sendiri tidak terlalu ingat tentang ini, mungkin karena komentar iseng. Tidak terlihat ketersinggungan waktu Kanda bercerita tentang ini. Malah menurutnya komentar saya itu lucu dan imajinatif. Kalau saya yang sensitif dikomentari begitu, kira-kira gimana ya? hihihi

Begitulah kesan pertama Mrs INFJ dan Mr ENTP versi saya. Lucu sih, tak menyangka akan berjodoh dengan orang yang terkesan menyebalkan di awal perkenalan dulu. Itulah jodoh. Misterius sekali. Jadi pelajaran buat yang masih mencari pasangan *tema malam minggu nih, hehe*, jangan menutup diri. Siapa tahu jodohmu justru yang punya kesan awal menyakitkan hati, tapi sebenarnya baik untukmu. Iya, siapa tahu kan? Tapi balik lagi, jodoh itu misteri Illahi, jadi mintanya sama Illahi saja yaa (baca: istiqarah buat yang muslim). Oke deh, salaam!