Cuma "adek" itu seringkali bikin rancu. Pertama, belum tentu saya "adek"nya yang manggil, dalam artian, belum tentu pangkat kekeluargaan saya lebih rendah dari yang manggil. Kalau masalah usia sih bisa saja saya lebih muda. Itu karena mama saya bungsu dan nenek saya bukan anak sulung, sehingga banyak saudara sepupu saya (dari saudara kandung mama maupun saudara sepupunya mama) yang usianya jauh lebih tua bahkan punya anak yang usianya seumuran/lebih tua dari saya. Artinya, ada keponakan saya yang lebih tua. Ketika panggilan "adek" tidak diiringkan dengan nama saya, nih keponakan-keponakan jadi bingung manggil saya siapa. Alhasil, keponakan saya yang lebih tua memanggil saya "adek" juga. Kan minta kualat hihihu
Kedua, kebingungan lain yang paling sering muncul adalah ketika pangkat disematkan ke saya. Misal, kakak jadinya Kak Adek (harusnya Kak Yanet); mak usu jadinya Mak Su Adek (harusnya Mak Su Yanet); tante jadinya Tante Adek (harusnya Tante Yanet), dst. Aneh kan? Padahal jelas-jelas nama saya Yanet. Kinipi jidi bigitii
Ketiga, karena jelas, panggilan "adek" itu terlalu umum, alias pasaran. Jadi ceritanya pernah nih, ada senior jaman SMA dulu mau main ke rumah. Saya kasih lah alamat saya. Tapi berhubung waktu itu saya belum punya hp, jadi ybs cuma bisa nanya tetangga saya waktu belum yakin sama rumah yang mana. Pas senior itu nanya, "Pak, rumahnya Delyanet yang mana ya?", lha tetangga saya malah jawab "ndak tau". Menurut cerita senior saya itu, ybs akhirnya memberanikan diri ngetuk rumah saya, dan alhamdulillah benar. Pas ketemu, dia langsung protes "tak tekenal kau ni, Net". Wkwk. Ember!
Itu masih belum apa-apa sih. Ada lagi cerita yang lebih kocak dari nama saya ini. Jadi entah sejak kapan, nama saya tiba-tiba dianggap macho oleh sebagian orang. Mungkin karena mirip Del Piero dan Herjunot Ali. Alhasil, kenalan baru --yang dulunya suka bola atau suka nonton atau kurang survei atau murni lagi khilaf-- akan menyapa saya dengan sebutan "pak", "abang", atau "mas".
Dulu, saya mudah sensi kalau disapa begitu. "Bang Yanet", kata seseorang di fb. Dih, kagak kenal manggil gue abang, apaan tuh. Padahal udah jelas-jelas foto profil pakai wajah sendiri: berjilbab, senyum-senyum, sambil bawa payung. Kurang feminin apa lagi cobaa. Saking emosinya, langsung hapus pertemanan, plus kasih kata "binti" sekalian di nama profil. Pokoknya kalau ada yang salah lagi, bener-bener dah.. (gara-gara dulu kelewat ramah, cuma karena kuliah di satu tempat yang sama, main tambah pertemanan aja)
Pernah juga, diundang acara apaa gitu, oleh organisasi yang dulu aktif saya ikutin pas kuliah. Diundangannya ditulis "kepada "Bapak Delyanet"". Pas ngantar sebenarnya udah dikasih tau oleh Bapak saya (waktu itu saya sedang tidak di rumah). Jadi yang ngantarin undangan nanya, "Bapak Delyanet ada?" Dijawab Bapak saya, "Bapaknya Delyanet itu saya. Delyanet itu anak perempuan saya", lah undangannya tetap dikasihkan tanpa dikoreksi. Dicoret kek, kata "Bapak"nya. Duh gregetan. Plus, perasaan di buku alumni ada foto deh. Akhirnya acaranya tidak saya hadiri. Ya, kan ngundang "Bapak Delyanet"
Tapi itu dulu sih. Cerita lama. Sekarang lebih santai. Paling ya ketawain aja lah. Kan kasian, mereka belum tahu arti nama saya. Bagus loh artinya. Kapan-kapan deh saya cerita tentang itu. Sekarang mau cerita tentang ini dulu.
Jadi sebenarnya tulisan ini terpicu dari kejadian kemarin, waktu dihubungi oleh nomor asing yang meminta konfirmasi kelengkapan berkas kerjaan. Oh, ini bukan yang pertama kali. Saya pun dipanggil "Bapak". Yes, Bapak Delyanet, katanya. Padahal udah jelas-jelas pakai foto profil feminim di akun kerja. Hihi. Tapi berhubung ini urusan kerjaan dan belum tentu juga ketemu sama orangnya, jadi saya iyain aja biar tidak terlalu awkward. Saya maklum sih, kerjaan banyak bikin mata siwer. Udah sering ngalamin. Lagian yang penting infonya nyampai, insyaAllah. No hurt feeling, cuman jadi tergelitik pengen nulis, hehe
Last but not least. Ini ada juga cerita berkesan tentang mahasiswa terkait nama saya. Kejadiannya tahun lalu. Jadi ceritanya nih dia ketua kelas. Niatnya sih bagus, mau silaturahmi dulu sama dosennya sebelum ngajar. Beramah tamah gitu lah. Bahasanya sebenarnya sopan dan cukup luwes. Cuma yaa, itu, kurang survei. Masak saya dipanggil "Pak" dong. Terus, waktu saya bilang, "saya bukan bapak-bapak, ya" (ya maksudnya, saya ibu-ibu), eh ybs malah jawab, "oh baik, maaf ya bang". Jederrrr!! 🤣