11.03.2022

Kekuatan Orang Dalam

Sejak semester lalu, entah sudah beberapa kali saya dipaparkan dengan kasus tentang the power of insider alias kekuatan orang dalam. Mulai dari mahasiswa semester akhir yang nulis kutipan "kunci kesuksesan adalah orang dalam" di halaman motto di draft skripsinya; sampai dengan mahasiswa yang sepertinya ingin menguji saya dengan sengaja nyontek di kelas saya lalu minta perlindungan atasan saya. 

Untuk kejadian yang saya sebutkan pertama di atas, alhamdulillah anaknya dengan kesadaran sendiri mengganti isi halaman motto dengan kutipan lain yang lebih berkualitas dan memotivasi di skripsi finalnya. Halaman motto memang terserah mahasiswa tapi ini cukup memberikan gambaran kepada saya betapa insecure-nya anak-anak kami dengan hal tersebut sampai kepikiran bikin halaman motto dengan kalimat tersebut. Bukankah apa yang dikeluarkan adalah hasil dari apa yang masuk ke dalamnya? Sudah sangat bisa dipastikan bahwa anak tersebut terpapar begitu banyak kasus kesuksesan atas andil "kekuatan orang dalam" dalam hidupnya sampai dengan begitu yakin menganggap itu adalah hal yang inspiratif dan keren untuk dituliskan di halaman motto hidup penulis. Terus terang, sedih menyadari ini.

Untuk kasus yang saya sebutkan belakangan, terus terang masalahnya belum selesai sampai saya menulis postingan ini. Untungnya atasan saya normal, jadi tidak ikut campur. Tentang kasus ini sebenarnya saya sudah punya firasat kurang baik mengenai mahasiswa ybs. Selama perkuliahan sikapnya seringkali terlihat tidak respek: main hp saat saya menjelaskan, selalu berlama-lama saat izin keluar, beberapa kali ketangkap memutar mata (eye-rolling behavior).. Cuma selama setengah semester itu saya males nanggapinnya. Saya suka mengajar, jadi rasanya sayang kalau sampai mengorbankan mood baik untuk 1 kelas gegara 1 anak menyebalkan kayak gitu. Toh menurut saya, dia sendiri yang rugi karena sengaja meninggalkan ilmu.

Tindakan tidak respeknya yang terakhir, ya, pas nyontek itu. Padahal udah jelas-jelas diingatkan berkali-kali, sejak dari kontrak perkuliahan sampai sesaat sebelum ujian berlangsung. Yes, just before the exam!! Jadi bohong banget ketika dia ngaku ke atasan saya kalau dia tidak sengaja. Dan ini juga makin menunjukkan sikap tidak respeknya selama ini: melangkahi saya. Bikin masalah dengan saya, tapi minta pembelaan dari atasan saya. Dia tahan nunggu berjam-jam untuk ketemu sama atasan saya yang sibuk, tapi baru ngirim permintaan maaf (yang belum saya yakini ketulusannya) 5 hari pasca kejadian. Itupun di hari libur. Benar-benar ngerusak mood. Seremeh itu perlakuannya kepada saya. Tapi biasanya tetap kualat sih, anak kayak gitu.

Selain dua cerita di atas sebenarnya ada beberapa kejadian lain yang menggelitik otak saya buat mikir. Salah satunya ketika saya ditanyai mahasiswa tentang tanggapan saya terkait kekuatan orang dalam ini. Di semester ini, pertanyaan sekitar masalah tsb setidaknya sudah saya dapatkan dari 3 kelas yang berbeda. Saya senang mereka bertanya sehingga saya berkesempatan menyampaikan pendapat saya, yang semoga membukakan mata mereka. Namun di sisi lain, saya merasa sedih dan miris, karena ini menandakan betapa mereka merasa begitu tidak aman dengan masa depan mereka akibat faktor "orang dalam" ini. Terlebih faktor ini sangat nyata terjadi di sekitar kami sehari-hari. Faktor yang sangat tidak bisa diabaikan namun menjadi rahasia umum yang pantang dibuka kecuali sudah siap dengan gejolak sosial yang mengerikan. Sungguh menyedihkan.

Contoh lain sepertinya tidak perlu disebutkan. Terlalu banyak.

***

Malam ini saya terdorong untuk menulis ini, gegara baca sebuah surat dan melihat fenomena², membaur jadi satu. Tadi sempat mikir gini, "kenapa ya hidup ini begitu tidak adil?". Banyak kasus orang kompeten yang kalah saing dengan orang yang tidak kompeten tapi punya privilege orang dalam (yang entah didapat dari hubungan keluarga ataupun karena keahlian menjilat). Why? Just why???

Ini cukup mengganggu karena saya melihat generasi muda jadi malah berlomba mencapai/ mendapatkan sesuatu yang bersifat superfisial (tapi dianggap bisa jadi modal untuk mendapatkan kunci kesuksesan: "kekuatan orang dalam"), bukannya berlomba meningkatkan mutu diri dan mengaplikasikan ilmu yang berharga untuk dunia maupun akhirat nanti..

Ah, akhirat. Kata ini mengingatkan saya. Kehidupan dunia memang bisa jadi sangat tidak adil, tapi Allah Maha Adil. Kekuatan-orang-dalam tidak akan ada apa-apanya dengan kekuatan Yang Maha Kuat, Maha Perkasa, dan Maha Kuasa. Jadi lakukan saja yang terbaik yang bisa dilakukan untuk akhirat, minta tolong sama Allah. Jangan terlalu pusing mikirin dunia (tapi nulis gini perlu juga buat healing mengurai pening. Heuheu)

Dah dulu deh. Ngantuk 👋