9.15.2017

Merendah Untuk Meninggi

"Aku yang begini doang aja bisa kok, masak kamu nggak bisa?"

Sekilas kalimat di atas terdengar seperti motivasi, tapi entah mengapa menurut saya, ada sesuatu yang mengganjal yang membuat kalimat ini terasa kurang pantas untuk diucapkan kepada orang lain.


Beberapa orang yang sama-sama merasa BISA mungkin akan spontan berkata, "Ah biasa aja keles, baper lu." Ironisnya, ketika orang yang sama (yang ngatain orang lain baper) dihadapkan dengan pernyataan serupa mengenai sesuatu yang TIDAK BISA ia lakukan/capai sekeras apapun ia berusaha, tiba-tiba orang seperti ini pun tersinggung berat alias jadi baper. Nah lo.

Yah nyatanya memang begitu: semua orang punya sisi sensitif masing-masing, hanya saja pada bidang yang berbeda-beda satu sama lain. Ada yang hanya baper di masalah A tapi tidak untuk B-Z, ada juga yang hanya baper untuk masalah Z tapi kebal untuk urusan terkait A-Y, dsb. Pelajarannya, mari kita belajar berempati dan jangan mudah ngatain orang lain baper, nanti berbalik loh. I saw it many times before. Naudzubillah.. :'

Balik lagi, tentang kalimat motivasi di atas.

Kenapa rasanya kurang apik didengar? Hmm, setelah dipikir-pikir lagi, menurut saya bisa jadi karena ucapan seperti itu mengandung 1 dari 2 ciri kesombongan, yaitu merendahkan orang lain (fyi, sombong menurut Rasulullah SAW adalah menolak/mengingkari kebenaran dan merendahkan orang lain). Memang sih, kedengarannya seperti merendahkan diri sendiri ("aku yang begini doang ...") tapi ujungnya malah merendahkan orang lain ("... masak kamu nggak bisa"). Ini namanya merendah untuk meninggi..

Dalam agama saya, Islam, semua perbuatan dan ucapan kembali ke niat (dan masalah ini, hanya pelaku dan Allah yang tahu). Sebagai pendengar, kita pun harus berusaha selalu berbaik sangka kepada orang lain, tidak boleh buru-buru tersinggung. Tapi tentu saja, tidak ada salahnya menjaga perasaan orang lain jika memang berniat memotivasi.

"Aku yang begini aja bisa, kamu juga pasti bisa kok". Ini masih enak didengar karena menggunakan kalimat positif dan tidak merendahkan orang lain, tapi alangkah lebih baik kalau kita tidak membiasakan diri membanding-bandingkan. Memang sih yang digambarkan kondisinya "lebih rendah" itu diri kita sendiri, bukan orang lain (aku yang begini aja..). Tapi masalahnya, jika kita terbiasa mengulang-ulang ucapan meremehkan diri sendiri seperti ini, tanpa sadar, bisa-bisa kita jadi pribadi yang rendah diri, merasa inferior. Pikiran bawah sadar kita merespon lho. Jadi, mulai deh dibiasakan, ucapkan kata-kata yang baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri. Kalau memang berniat ingin memotivasi orang lain, akan lebih efektif jika langsung saja mengatakan "Kamu juga bisa!" . Tak perlu pakai embel-embel membanding-bandingkan. Sayangi orang lain seperti kita ingin disayangi, dan sayangi diri sendiri sebagaimana kita menyayangi orang lain. Yah, boleh sih pakai embel-embel, misal dengan "semangat ya!", atau "jangan sungkan hubungi saya, insyaallah nanti saya kasih info/ bantu sekemampuan saya", atau kalimat-kalimat yang senada dengan ini. Gimana? Lebih enak kan dengarnya?

Saya serius untuk kebiasaan tidak membanding-bandingkan. Apalagi kalau yang dibicarakan adalah urusan yang jauh dari jangkauan kuasa manusia, plus yang dibandingkan adalah orang lain. Rasanya sungguh tidak pantas dan tidak sopan. Kalau kurang beruntung, bisa-bisa kepala kita dijitak oleh orang yang tersinggung, duh. Mau marah? Eits, ingat-ingat dulu siapa yang tadi mulai. Etisnya malah kita yang harus minta maaf. Ingat, menolak kebenaran juga jebakan kesombongan. Naudzubillah >.<

[Baca juga: Bangga atau Sombong?]

Begitu efektif cara setan menggoda kita, manusia yang lemah dan penuh alpa ini. Sebab itulah, dalam Islam, kita disuruh untuk saling mengingatkan satu sama lain dalam kebaikan dan kebenaran, karena suatu saat kita juga bisa salah. Tidak ada manusia yang sempurna, baik yang memberi nasihat maupun yang menerima. Semuanya sama-sama belajar. Asal jangan lupa, mengingatkannya dengan cara yang lembut dan kalau bisa 4 mata saja. Itu lebih etis. Mengingatkan di depan khalayak untuk pembelajaran bersama tidak dilarang, tapi harus ekstra hati-hati dan tidak boleh sembarangan, diperlukan ilmu tingkat tinggi.

Allah tidak mengusir setan keluar dari surga karena tidak beriman, melainkan karena kesombongannya. 
~Saya dengar ini dari ceramah Ied Adha-nya Ust. Somad. 
Kurang tahu beliau menyitir pernyataan siapa, cmiiw


Iya kan ya. Setan itu percaya kepada Allah, tapi ingkar. Benci sekali dia dengan keputusan Tuhan yang menyuruhnya menundukkan diri kepada manusia yang diciptakan dari tanah.

Eh. Jangan salah ambil konklusi ya. Bukan berarti iman tidak penting, semacam "Tuh kan, yang penting tidak sombong, tak beriman juga nggak masalah". Bukan, bukan itu, melainkan, "Bayangkan, sudah beriman saja masih bisa ditendang keluar dari surga karena sombong, apalagi kalau kita tidak beriman, sombong pula". Naudzubillah..

Jujur, menyampaikan ini sebenarnya agak menakutkan karena saya percaya setiap perkataan akan menjadi ujian buat kita sendiri. Jadi kalau sekiranya suatu saat saya menunjukkan indikasi tidak baik, silahkan teman-teman menegur saya via japri (alias jalur pribadi). Semoga saya dan teman-teman yang membaca tulisan ini selalu dilindungi oleh Allah dari sifat sombong yang tercela, aamiin :'