7.04.2013

Jambu Air

Sebelum menikah dulu, saya hampir tidak pernah peduli dengan pohon jambu air di halaman rumah. Mau berbuah atau tidak, saya benar-benar tidak memperhatikan. Kalaupun dipetikkan, hanya beberapa buah saja yang saya makan. Namun setelah menikah, saya justru senang makan buah jambu dan hampir selalu memperhatikan pohonnya, tak lain karena banyak kenangan terkait jambu.


Kanda sebenarnya bukan satu-satunya orang yang senang memetik jambu air di rumah. Dulu Bapak, Mama, Kakak dan beberapa adik-adik les pun ada yang rajin memetik buahnya. Bedanya, Kanda itu hampir seperti maniak buah jambu. Tiap pulang dari bepergian atau sekedar keluar rumah atau setelah membersihkan halaman, Kanda selalu memetik jambu jika memang ada buahnya. Jadi kami satu rumah tahu kalau Kanda baru pulang --dari mana saja-- pasti tidak langsung masuk ke rumah, melainkan sibuk memetik jambu beberapa buah terlebih dahulu. Sedikit untuk dimakan sendiri, lebihnya dibawa masuk ke dalam agar kami yang sedang di rumah bisa mencicip juga. Kalau sedang berbuah banyak, Kanda juga rajin memanenkan. Biasanya dibantu Anong.  :)  Kalau sedang banyak bisa dapat beberapa kantong juga, sekedar dibagikan kepada tetangga.

Bisa berguguran di tanah saking banyaknya

Makanya setiap melihat pohon jambu di pekarangan depan rumah kami, saya selalu ingat Kanda. Apalagi ketika berbuah banyak seperti sekarang.

Kenangan lainnya adalah ketika tahun pertama menikah dulu. Sepulang dari Ensaid Panjang Sintang, Kanda membawa serta teman bule dari Denmark bernama Jonas Petersen, ke rumah kami. Sekedar bermain saja, tidak menginap. Saya ingat waktu itu bulan puasa. Jonas atheis, namun dia ikut-ikutan puasa dan berbuka puasa. Nah, saat berbuka puasa itulah Kanda menyuguhkan serta si buah pink yang kita sebut jambu air itu. Saat ditanya, Jonas bilang rasanya seperti apel. Enak. :)

Cerita yang nyaris sama pula ketika setahun kemudian kami kedatangan teman bule lainnya. Kali ini dari Texas, Amerika Serikat. Namanya Alexandra Pottes. Bedanya saat itu Alex datang saat lebaran. Jadi Alex juga ikut merasakan memetik buahnya langsung dari pohonnya. Saat mencicipinya, Alex bilang rasanya mirip apel, hanya lebih basah. Persis seperti yang dikatakan Jonas. :)  Senang sekali rasanya bisa memperkenalkan buah di pekarangan kita ke orang bule. Hehehe...

Belakangan ini saya sedang jatuh cinta duduk-duduk dan berbincang ringan dengan siapapun di atas bak air di bawah bayangan pohon jambu yang teduh. Apalagi ketika ada angin semilir yang lewat... Subhanallah, nikmat sekali...

Begitulah beberapa cerita yang saya ingat ketika melihat pohon jambu air di halaman rumah.. Sebenarnya bukan hanya Kanda, Jonas, atau Alex saja. Pohon jambu itu juga mengingatkan saya kepada Mama, Bapak, Kakak, dan Anong, dan adik-adik les. Tapi mungkin karena Kanda, Jonas, dan Alex sedang berada di belahan dunia lain, kesannya lebih kuat... :)

Jambu lover

Miss them all! Terutama Kanda yang mengajari saya menghargai pohon yang berbuah..... #makanlah buahnya agar pohonnya merasa senang,dek...# :)

Dan semoga pohon jambu air yang rindang di halaman tetap memberi manfaat bagi sekitarnya, termasuk kami... :) Alhamdulillah, terima kasih ya Allah....