4.05.2016

Simberapian di Rumah Mak Ngah

Sudah beberapa waktu ini keluarga kami penasaran ingin menikmati sayur pucuk simpur. Dengan mempertimbangkan ketersediaan waktu, akhirnya rasa penasaran akan sayur pucuk simpur akan dijawab dengan acara simberapian dengan keluarga lain yang juga penasaran atau rindu makan sayur unik ini. *nyari teman Maka disepakatilah simberapian dengan keluarga sepupu kami dan ipar kakak hari Selasa ini.

Hasil simberapian
FYI, simberapian adalah terminologi bahasa melayu Sambas yang berarti masak bersama. Simberapian adalah salah satu budaya gotong royong yang biasanya dilakukan menjelang acara keluarga atau sekadar kumpul bersama keluarga. Sayangnya, semakin hari budaya ini semakin susah dilakukan karena kita semakin sibuk dan tidak sempat berkumpul bersama sekadar untuk masak-masak. Apalagi sekarang sudah banyak tersedia jasa katering makanan yang lebih praktis. Tinggal bayar, makanan enak dalam jumlah besar sudah tersedia. Kalau begini, budaya simberapian jadinya dilakukan oleh tim penyedia jasa kateringnya, ya, bukan keluarga yang membuat acara. Hehe..

Okelah. Mumpung jadwal sama-sama kosong, kami yang janjian bersemangat sekali. Malah keluarga Mak Ngah, bibi saya (mamanya Bang Uli) sampai salah hari. Acara simberapian dikiranya hari Ahad. Jadi sebelum pulang dari mengantar Iva dan Iza, kami diajak makan dulu. Soalnya masak nasinya kebanyakan. Hihihi. ^^ Rejeki..

Sekitar pukul 9 pagi, Mama' dan Isna pergi ke pasar dulu, baru ke rumah Mak Ngah. Kesiangan? banget. Soalnya kami baru dapat kabar kalau Kak Mo', iparnya Kakak, tidak bisa menyediakan daun simpor (Dillenia indica) yang segar. Tanpa daun simpor, sayo' puccok simpor tidak bisa dibuat. Berhubung daun ini tidak dapat ditemukan di pasar tradisional di Pontianak dan harus nyari sendiri, akhirnya diputuskan kalau kami akan banting setir membuat bubbor paddas saja. Sepertinya belum rejeki makan sayur simpur..

Saya baru ke rumah Mak Ngah sekitar jam 10, diantar Kanda yang sekalian mau ke kantor. Kesiangan? nggak juga sih, Kanda kan memang baru datang dari luar kota. Sementara itu Kakak menyusul, diantar Isna yang balik ke rumah untuk mengambil beberapa barang penting yang kelupaan: pisau dan bumbu bubur pedas buatan Mama' saya; sekalian isi bensin motornya yang nyaris habis.

Di rumah Mak Ngah ada Niar yang sedang hamil tua dan juga Mak Ngah tentunya. Bang Uli ada, tapi sedang sibuk. Rupanya simberapian asyik sudah dimulai, eh tapi kerjaan masih banyak sih. Namanya juga masak bubur pedas, kerjaannya memang banyak --sebanyak sayur yang digunakan. Tapi itulah inti simberapian. Kerjaan yang banyak bisa cepat selesai bila dikerjakan bersama-sama dengan hati suka cita, sambil ngobrol dan bercanda. Jam makan siang, setelah sholat dzuhur, kami sudah bisa makan bersama. Tambah nikmat karena rasa bubur pedasnya enaak sekali. Maknyus. Diet gagal deh pokoknya, hhihi. Kanda, Bapak, dan Kak Mo' datang terlambat, tapi alhamdulillah semuanya bisa menikmati sajian tradisional Sambas yang enak dan sehat itu. Sayangnya Bang Pari tidak ikut karena ada urusan di luar kota.

Usai beberes setelah makan, hujan lebat turun. Beberapa dari kami tertidur dengan lelap, sebagian menonton film di laptop, sementara keponakan-keponakan kecil yang tidak tidur, sibuk main hujan. Ahh, seru sekali melihat mereka berlari di bawah hujan.. *ngiri xD

Sekitar pukul 4 sore, matahari kembali bersinar terang. Hujan sudah reda dan udara bersih. Saya, Kakak, Isna, dan Kanda pamit pulang duluan karena ada agenda lanjutan: saya latihan panahan, Kakak mengajar les, Isna menemankan Kakak, dan Kanda ada janji ke rumah dosen. Senang rasanya bisa ngumpul bersama orang-orang yang menganggap kita orang dekat. ^_^ Simberapian memang menyenangkan walaupun agak melelahkan.

Begitulah cerita hari ini. Semoga menambah khasanah budaya teman-teman pembaca yaa.. Dah!