3.24.2020

Menjaga Kewarasan

Selasa, 24 Maret 2020

Ini hari ke-9 kami mengarantina diri secara mandiri. Rasanya tetap sama: tidak nyaman. Kalau dipikir-pikir, ini baru setengah dari 14 hari yang dianjurkan. Sementara itu, baru 2 hari yang lalu (Ahad, 22 Maret 2020) tersiar kabar bahwa libur akan diperpanjang menjadi 91 hari. Mampukah bertahan?

Pagi ini, saya sudah berurai air mata. Ada banyak hal yang menggunung di pikiran, tak dapat dialirkan karena jalurnya membingungkan, dan pada akhirnya rasa itu meledak. Saya frustasi.

Saya frustasi dengan lambannya kerja pemerintah. Lambaaan sekali. Bahkan tidak sedikit berita tentang tidak tersedianya alat pelindung diri (APD) bagi para tenaga kesehatan (nakes) yang berhadapan langsung dengan pasien COVID-19. Padahal itu sangat penting. Sedih sekali hati saya melihat nakes menghibur diri mereka dengan menggunakan jas hujan atau plastik sebagai pengganti APD berstandar. Sungguh, saya mungkin tidak mampu membantu banyak, tapi doa saya dari rumah, untuk mereka. Kami juga insyaAllah akan meneruskan usaha karantina diri selama wabah ini demi kebaikan bersama. Di sisi lain, saya juga frustasi dengan kelakuan sebagian masyarakat yang masih abai dan menyepelekan penyakit  menular ini. Semua dijadikan candaan. Saya sampai kehabisan kata-kata. Belum lagi fakta bahwa setiap hari korban kasus COVID-19 di negara ini meningkat. Death rate tertinggi sejauh ini, yaitu sekitar 8%. Stres rasanya.

Sedih, marah, kesal, kecewa, frustasi, menjelma menjadi air mata. Tapi tidak boleh berlama-lama. Saya teringat saran teman saya kemarin malam. Dia mengurangi stres akibat wabah ini dengan cara menghibur diri, misalnya melakukan sesuatu yang santai (nonton), melakukan sesuatu yang disenangi (hobi indoor), meningkatkan kemampuan (skill) tertentu, dan tentu saja melakukan hal yang dapat menenangkan (sholat, dzikir, dsb).

Allah menakdirkan, tadi pas buka instagram, saya melihat postingan bagus di instagram mengenai mengubah mindset. Menurut saya sangat bermanfaat, jadi saya bagikan di story.




Yang pasti harus terus berusaha sabar menghadapi wabah, seperti yang diajarkan Rasulullah SAW dalam hadits berikut ini:
"Dari Aisyah Ummul Mukminin ra, Beliau berkata: Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang tha’un (wabah penyakit), lalu Rasulullah SAW memberitahukan kepadaku, wabah itu adalah siksa yang dikirim Allah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dan Dia menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Siapa yang menghadapi wabah lalu dia bersabar dengan tinggal di dalam rumahnya seraya bersabar dan ikhlas sedangkan dia mengetahui tidak akan menimpanya kecuali apa yang telah ditetapkan Allah kepadanya, maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mati syahid."

Untuk menyemangati diri, hari ini saya berolahraga sampai keringatan, berlatih hand-lettering lagi, dan berbagi cerita dengan kesayangan. Saya juga membatasi diri membuka berita, kecuali jika sudah waktunya mendengarkan/membaca berita. Alhamdulillah, insyaAllah cara-cara tersebut cukup efektif dalam membantu menjaga kewarasan. Semangat!

Btw, hari ini wilayah kami masuk wilayah kejadian luar biasa (KLB). Bukan kabar baik, tapi perlu ditulis sebagai catatan.