5.05.2016

Mengunjungi Jembatan Gantung Sungai Sibau

Kunjungan perdana saya di Kota Putussibau banyak diisi dengan jalan-jalan sore. Untuk sore hari kelima ini, Kanda mengajak saya menikmati kerupuk basah khas Kapuas Hulu on the spot (alias makan di kantinnya) lalu jalan-jalan keliling kota. Dari beberapa tempat, salah satu tempat yang cukup berkesan bagi saya adalah Jembatan Gantung Sungai Sibau.


Jembatan Gantung Sungai Sibau
Jembatan Gantung Sungai Sibau

Sebagai orang yang lahir dan besar di daerah hilir, saya memang agak awam dengan yang namanya jembatan gantung seperti yang banyak ditemukan di daerah hulu ini. Jadi tiap ketemu jembatan gantung, rasanya saya selalu ingin berfoto di atasnya sebagai kenang-kenangan. Padahal takut ketinggian.. :p
Jembatan Gantung Sungai Sibau
Foto terbaik dari kamera Kanda
Oh ya, sebelumnya sekadar informasi. Berdasarkan cerita yang saya dapatkan, Sungai Sibau adalah sungai yang berhubungan erat dengan Putussibau. Kata "sibau" merujuk pada nama sejenis tanaman pohon yang memiliki buah seperti rambutan gundul, berukuran kecil seperti lengkeng tapi lonjong, dengan rasa dan aroma mirip rambutan, bisa dimakan bersama bijinya. Buah sibau yang mengkal berwarna hijau sedangkan yang matang ada yang berwarna merah dan ada yang berwarna hitam. Pohon sibau (Nephelium sp.) dulu banyak tumbuh di tepian Sungai Sibau. Konon, nama kota Putussibau berasal dari sebutan orang-orang dulu untuk tempat di Sungai Sibau yang airnya terputus (mungkin maksudnya terhalangi) oleh batang pohon sibau yang tumbang. Itulah tempat yang sekarang disebut sebagai Putussibau, ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. *ada juga asal usul nama Putussibau versi lain sih. cmiiw

Sungai Sibau
Pemandangan Sungai Sibau dari Jembatan Gantung
Jembatan Gantung Sungai Sibau sebenarnya tidak terlalu mencolok. Ukurannya tidak terlalu besar dan tidak terlalu panjang. Hebatnya, jembatan ini bisa dinaiki motor, dan efeknya ya goyang-goyang. Syerem >.<  Beberapa kali saya mencoba berjalan ke tengah jembatan, berkali-kali juga gagal karena jembatan kecil ini cukup sering dilalui oleh motor warga yang akan ke dan dari kampung di seberang jembatan. Mana mungkin saya berdiri di tengah jembatan yang goyang-goyang. :p

Jembatan Gantung Sungai Sibau
Saya di Jembatan Gantung Sungai Sibau.
Biar aman, main di pinggir saja, hehe
Banyaknya kendaraan membuat kami penasaran, perkampungan seperti apa di seberang kami? Untuk menjawab rasa penasaran, Kanda lalu mengajak saya naik motor dan menyeberang. Sensasi naik motor di atas jembatan gantung yang goyang-goyang itu luar biasa. Sampai di seberang, jalannya tegak lurus jembatan, paralel sungai, lurus. Lebarnya sekitar 1,5 meter, hanya leluasa untuk 1 motor. Kalau motor berpas-pasan bisa sih, tapi harus berbagi jalan (maksudnya sama-sama ke tepi). Tapi tidak masalah karena tidak ada rumah yang berpagar, paling-paling pagar dari tanaman. Di jalan yang selebar gang ini, perumahan tidak terlalu ramai dan lapang, terkesan adem sih kalau menurut saya.

Oh ya, Sepengamatan kami, jalan untuk motor hanya satu itu. Belum ada jalan terbuka ke arah lebih jauh dari sungai. Kalau jalan setapak mungkin ada karena lahan yang lebih jauh dari sungai sepertinya dimanfaatkan untuk kebun masyarakat. Hijau, gelap, misterius..

Untuk permukiman, orientasi rumah penduduk tidak menghadap sungai melainkan menghadap jalan, menunjukkan masyarakat sekarang lebih banyak menggunakan transportasi darat. Arsitektur rumah penduduk di permukiman tersebut seperti kebanyakan rumah penduduk yang berada di daerah rawan banjir: rumah panggung dengan dasar rumah yang tinggi, mirip prinsip rumah betang yang dibangun tinggi dari tanah. Menurut Kanda dan orang-orang yang saya temui di sini, memang Putussibau dan sekitarnya sering banjir tinggi. Bisa sampai beberapa meter, tergantung tempat. Rumah panggung termasuk kearifan lokal masyarakat setempat, bahkan yang tinggal di kota. Jadi sangat wajar kalau rumah masyarakat di kota ini dibangun tinggi-tinggi demi keamanan dari musibah banjir. Malah jadi aneh kalau dipaksakan bergaya ala KPR dengan cor tanah, misalnya.

Sayangnya saya lupa mengambil foto keadaan permukiman di seberang Jembatan Sibau tersebut. :(

Sampai di bawah pohon kapuk, kami berhenti sebentar lalu berputar balik arah ke jembatan lagi. Beberapa orang setempat yang melihat kami terlihat agak mencurigai kami, curiga kalau kami tersesat, hhihi. Yah tujuan kami memang ingin tersesat, sih, tapi berhubung jalannya lurus doang, jadi terlalu kentara. xD

Langit petang semakin jingga. Kami mengarah kembali rumah tapi Kanda menyempatkan diri membawa saya berkeliling lagi sebelum pulang.  Sengaja tidak foto-foto karena gelap, jadi cuma jalan-jalan saja. Sampai di rumah, lagi-lagi mati lampu. Sepertinya tiada hari tanpa mati lampu di kota ini. Saya pernah dengar dari orang-orang kalau di Putussibau sering pemadaman listrik, ternyata isu tersebut benar, hehe. Jadi ingat Pontianak di kala menjelang lebaran deh.

Eh, sudah dulu ah, sudah melantur kemana-mana ceritanya. Sampai nanti lagi ya teman, bye!