Sebagai hikmahnya,
sekarang saya jadi lebih berhati-hati menuduh orang lain munafik. Mengenai hal ini, saya menemukan artikel bagus yang mungkin bisa teman-teman baca, klik di sini..
Sebagai muslim yang sekarang sedang berada di pertengahan bulan sya'ban, kenangan buruk tentang tuduhan "munafik" itu kembali ke permukaan pikiran setelah beberapa hari belakangan ini banyak orang (termasuk saya) terikut ke dalam arus euforia pilpres di media sosial. Saya memang jarang berkomentar atau mengeluarkan argumen karena merasa pilihan politik adalah LUBER, tapi saya senang membaca tautan-tautan yang dibagikan teman-teman sebagai referensi pengimbang informasi. Berusaha objektif dalam kemustahilan karena media seringkali timpang dalam pemberitaan.
Dalam interaksi sosial media, sangat jamak saya melihat dialog antara teman-teman saya tentang perbedaan pilihan presiden mereka. Saya anggap normal, sampai jika salah satu pihak memaki atau mengatai temannya dengan sebutan munafik (dan tuduhan kasar lainnya). Ah, tidak tahukah mereka betapa kejam tuduhan seperti itu... :(
naudzubillah.. |
Betapa saya rindu suasana kampanye yang mengedepankan kata-kata santun dalam berpendapat, tidak memaksakan pilihan kepada orang lain dengan tetap memberikan informasi yang bermanfaat, dan tidak terbawa emosi hanya karena perbedaan pendapat.
Dan cukuplah Allah Yang Maha Tahu yang menghitung pahala dan dosa kita dan orang lain..
** Catatan galau pendek di tengah malam setengah bulan menjelang Ramadhan..