Hari ini saya marah. Tepatnya dari semalam.
Saya tidak berkenan menjelaskan detil karena tahu persis akan menjerumuskan diri sendiri ke dalam lembah kemarahan. Tapi menahan sakitnya perasaan adalah hal yang sulit. Jantung berdetak lebih kencang serasa akan meledak. Ingin rasanya meledakkan rasa itu kepada orang yang menyulutnya, memuntahkannya sampai tak tersisa. Tapi kemudian apa? Meskipun saya tidak berharap banyak pada pertemanan palsu, saya tak hendak menjadi orang jahat seperti mereka. Pun Kanda mengingatkan, jangan lakukan apapun ketika sedang marah, tunggulah sampai mereda. Ingatlah pesan Rasul untuk tidak mudah marah.
Masalahnya, meredakan amarah bukanlah perkara gampang. Lebih ribet daripada opsi langsung tembak kepada penyebab kemarahan. Berkali-kali dibawa berbaring, tidur, wudhu, sholat. Cukup berhasil walaupun tubuh saya masih lemas karena jantung yang melaju kencang, yang serasa akan melompat keluar dari rongga dada. Saya merasa perlu menuliskan apa yang perlu ditulis, atas kekonyolan orang di masa lalu yang melukai saya hingga kini. Kekonyolan yang ingin saya bahakkan di depan mereka agar mereka tahu kemarahan saya, tapi tak bisa saya lakukan semena-mena. Itu terlalu, tidak anggun. Saya tidak ingin seperti mereka.
Mungkin saya terlalu pengecut atau terlalu menimbang-nimbang untuk memulai perang, tapi saya takkan takut jika waktunya datang. Saya tahu perselisihan takkan selesai jika tidak dibicarakan, setidaknya itu kesimpulan dari berbagai pengalaman. Saya menantikan waktu yang tepat untuk murka..
Tiba-tiba teringat busur panah di pinggir lemari, yang senarnya sengaja dilepas agar tetap lentur. Terus terang, memasangnya butuh usaha besar dan selama ini saya selalu gagal memasangnya sendiri. Tapi kali ini tekad saya bulat. Saya ingin memanah untuk melepaskan beban, mengurangi gemetar tangan yang tergoda untuk menghempas barang dan mengetikkan kata kasar, menahan jantung yang berdetak terlalu kencang. Jika marah tidak sehat, maka semoga olahraga ketika marah bisa melegakan.
Terkadang saya takjub sendiri dengan energi yang saya miliki ketika marah. Aneh tapi nyata, saya bisa memasang senar busur sendirian. Saat menarik senar busur yang masih tegang karena baru pun terasa tidak terlalu berat seperti sebelumnya. Kalau Kanda membaca ini, pasti takjub.. :)
Saya biarkan tubuh ini berpeluh dengan mengulang-ulang gerakan. Fokus. Beberapa kali dengan panah terpasang dan dilepaskan. Itu melegakan.
Ini pelajaran bagi saya sendiri (dan teman pembaca) di masa datang. Jika ada emosi negatif dalam dada, pertemukanlah dengan air. Jika itu amarah, pertemukan dengan wudhu; jika itu sedih pertemukan dengan air mata; jika itu dendam, pertemukan dengan keringat. Alihkan perasaan negatif ke arah positif seperti hari ini.
Tidak ada yang salah dengan emosi negatif. Yang seringkali salah adalah cara kita melampiaskannya, dan tentu saja, orang yang jadi penyulut api kemarahan. Mungkin mereka juga perlu cipratan air juga, entah air apa. Hehe. Memikirkannya membuat saya tertawa.
Keep calm and be queen on your own kingdom, fellas.. Bye!