Di suatu tempat virtual di awal semester, seorang dosen bertanya kepada mahasiswa-mahasiswinya tentang proyek individu. Jawabannya seperti biasa, "baik pak", tapi seperti biasa juga, tidak tuntas karena tidak semua yang menjawab "baik pak" menjawab pertanyaan bapak dosen tersebut. Tentu ada yang jawabannya genah, jelas, tapi bisa dihitung dengan jari.
Hari berganti, bulan berlalu. Pak dosen tidak mendapat kabar lanjutan dari proyek individu tersebut. Karena khawatir tidak beres, bertanya lagi lah dosen tersebut. Berhubung waktunya sudah mepet, bapak dosen pun memodifikasi pertanyaannya, "mau tentukan sendiri atau saya yang menentukan?". Sebuah pertanyaan yang harusnya jawabannya ada di salah satu opsi yang ditawarkan. Namun apa yang dijawab oleh mayoritas mahasiswa-mahasiswi tersebut? Yep, bisa ditebak dari judul tulisan ini. Mereka dengan cekatan menjawab "baik pak". Laaaahhhhhhhhhh. Pegimane ceritenye shayyy. Yang ditanya a atau b kok malah jawab baik. Kan ndak nyambung.
Sekali lagi, tentu tidak semuanya menjawab default absent-minded seperti itu, tapi asli, yang merespon "nyambung" dan wajar itu bisa dihitung dengan jari sebelah tangan saja. Sungguh... -_-
Saya, yang melihat ini, rada esmosi. Prihatin juga. Gimanaa nanti kerja model begitu, ndak nyambung instruksi sama respon. Gimanaa nanti jadi orang tua, yang nasib pendidikan generasi berikutnya berada di tangan dan pundak mereka..
Awalnya jari saya gatal pengen menegur kelakuan tersebut, tapi urung, karena sebelumnya saya sudah pernah menegur. Saya sih sebenarnya tidak masalah, mau dicap dosen cerewet, judes, atau apapun. Toh kita tidak bisa memaksakan pendapat orang tentang kita. Yang membuat saya urung adalah, kemungkinan besar mereka akan menjawab default absent-minded lagi. Sebelumnya gitu, soalnya xD *sudah berpengalaman wkwk
Jadi, ya sudahlah. Daripada beta tambah esmosyon, yekan, jadi mendingan nulis blog ajelah. Tulisan ini bisa dibilang part 2 dari tulisan saya sebelumnya, yang berjudul "Baik Bu, terima kasih". Pikiran ini harus dialirkan. Bisa berbahaya buat kesehatan mental dan fisik gegara nahan hati dengan kelakuan yang --entah niradab entah nirakal-- entahlah.
Note: mohon diperhatikan bahwa saya tidak menyebut nama sama sekali, ya, baik di tulisan ini maupun tulisan sebelumnya. Jadi ini lebih ke tulisan keprihatinan dan penyaluran pikiran yang berkelindan di kepala.
Mohon doa-doa baiknya, ya, good people.. terima kasih..
Kota Terigas, 27/05/23