Beberapa malam lalu, saya, kanda, kakak, abang, keponakan, dan seorang tamu dari Jepang jalan-jalan ke Rumah Radakng. Pulangnya, kami ajak tamu yang kami sapa Mayuko-chan itu ke salah satu kantin ramen yang ada di Pontianak, Mekuru.
Kantin ramen ini berada di salah satu kawasan pecinan di Kota Pontianak, yaitu di Jalan Ketapang. Keberadaan kantin ini cukup mencolok dengan warna merah menyala. Nuansa pecinan.
Awalnya saya agak ragu dengan kehalalan tempat ini. Ya itu tadi, karena terletak di kawasan pecinanan. Sangat mudah menemukan kuliner non-halal di kawasan ini. Tapi setelah melihat menu dan label halal secara langsung, hati saya lega. Bisa lebih tenang deh mencicip makanan di sini. Insyaallah.
Berhubung kami berenam, dan keadaan kantin tersebut terlihat cukup ramai, saya menanyakan ketersediaan tempat. Selain ada kursi di luar, di depan dapur, dan di dalam ruangan, ternyata ada juga tempat lesehannya. Dari 6 (atau 8 ya?) meja lesehan, ada 2 meja lesehan berdampingan yang kosong, kami pun memilih duduk di situ.
Setelah duduk tenang dengan bantal duduk yang disediakan, kami berenam memesan selera masing-masing. Saya dan Kanda yang sangat suka ekstra pedas memesan extra spicy kare ramen dengan topping ayam. Kakak dan abang memesan spicy kare ramen yang pedasnya sedang, dengan topping udang. Sementara Mayuko chan dan Isna sama-sama mencoba shoyu ramen topping ayam yang tidak pedas.
Sambil menunggu pesanan datang, saya iseng menanyakan apa arti mekuru dalam bahasa Jepang, langsung kepada orang aslinya. Kalau saya tidak keliru, berdasarkan penjelasan Mayu chan, mekuru berarti "membuka selembar halaman". Tapi kalau via google translate sih, mekuru berarti "menyerahkan". Apa kaitannya dengan ramen, saya kurang paham. Oke, lewatkan saja. Hehe.
Tidak menunggu terlalu lama, pesanan kami diantarkan. Menurut saya porsinya sedang dan tampilannya cukup menggoda.
Ini pesanan saya dan Kanda. Extra spicy kare ramen dengan topping ayam. Saya suka kuahnya. Indonesia banget. Kental, pedas, rempahnya terasa.
Kalau yang ini pesanan Kakak dan Abang: spicy kare ramen dengan topping udang. Kuahnya kental tapi rasanya lebih ringan dan tidak terlalu pedas dibandingkan milik saya.
Nah kalau yang ini adalah pesanan Mayuko chan dan Isna yang tidak tahan pedas: Shoyu ramen dengan topping ayam. Saya kurang tahu kenapa disajikan dengan mangkuk yang berbeda. Kelihatan seperti kepenuhan. Untuk rasa, karena tidak enak mau icip-icip punya Mayuko yang duduk di sebelah saya, sementara Isna agak jauh untuk diganggu, saya hanya bisa bertanya kepada Mayuko chan yang lebih familiar dengan ramen. *walaupun sebenarnya saya mupeng mencicip kuah ramennya, hhihi..
Menurut Mayuko, tekstur mie ramennya mirip mie ramen di Jepang sana. Kenyalnya bagus. Hanya saja kuahnya jauh dari rasa asli shoyu. Mendengar pendapat Mayuko, sebenarnya saya agak lega. Itu berarti kemungkinan label halal itu benar. Bisa jadi ini karena kuah ramen di Jepang biasanya diracik dari bahan beralkohol (sake atau mirin). Jadi mungkiiin ini yang membuat rasanya berbeda. Masih asumsi sih. Haha, sotoooy :p
Oh ya, untuk minuman, saya pesan sancha green tea hangat. Tawar, tapi menyeimbangkan kuah kari. Segar. Yang lain, saya tidak sempat foto. Keburu habis. :D
Untuk pelayanan, saya cukup puas. Pelayannya ramah. Penyajian juga tidak terlalu lama.
Nah, kalau masalah harga, bervariasi. Harga ramen berkisar dari 20 ribuan sampai 80 ribuan, tergantung kuah, jenis topping, dan porsi. Minuman berkisar dari 4 ribu sampai 18 ribu. Ada juga menu Jepang lain seperti takoyaki antara 18 ribu sampai 25 ribu, dan okonomiyaki antara 25 ribu sampai 40 ribu. Semua harga per November 2015.
Menurut saya sih, harganya bisa dikategorikan kurang bersahabat dengan kantong mahasiswa. Apalagi buat remaja yang nraktir pacarnya masih minta sama mama. Hhihi. ~Eh, serius.
Walau begitu, harga-harganya tersebut masih masuk akal, mengingat lokasinya dekat keramaian pasar, bukan di dekat kampus atau permukiman mahasiswa. Ini juga sepadan dengan rasa dan pelayanan.
Tapi dari semua itu, ada satu momen yang agak mengganggu saya yaitu waktu pelayan mengantarkan pesanan. Mangkok berisi pesanan tidak dibawa dengan nampan melainkan dipegang mulut mangkoknya. Aduduh. Iya sih kalau kami duduk di depan dapur, tidak perlu repot dengan nampan. Tapi kalau duduk agak jauh, rasanya kok agak kurang higienis, gitu, pinggir mangkok kita dipegang orang. *krik krik
Baiklah, saya rasa cukup sekian dulu. Saya ngantuk. Semoga kantin ini semakin baik ke depannya. Salaam!