8.21.2015

Rumah Radakng

Kanda baru saja pulang dari mengantar teman kuliah kami yang berkunjung ke Pontianak. Mobil sewaan dibawa ke rumah. Seperti rencana sebelumnya, kami ingin jalan-jalan sebentar sekeluarga sebelum mobil sewaan dikembalikan keesokan paginya.


Waktu sudah menunjukkan pukul 8 kurang 15 menit. Sudah malam, memang. Tapi demi memenuhi keinginan jalan-jalan itu, kami tetap nekad turun dari rumah, tanpa tujuan jelas. Pokoknya jalan-jalan. Itu saja.

Awalnya saya dan Kakak mengusulkan ke Alun-alun Kapuas, tapi Kanda dan Abang bilang Alun-alun Kapuas sedang ditutup untuk umum karena ada persiapan acara nasional "Karnaval Khatulistiwa" yang akan digelar tanggal 22 Agustus. Kami sempat kebingungan, namun kemudian memutuskan ke Rumah Radakng saja. Kebetulan sudah lama saya dan Kanda belum sempat ke rumah besar bernuansa tradisional Dayak ini. Waktu di Bogor, kami menargetkan harus ke Rumah Radakng.

Eh, ternyata semuanya juga belum pernah ke sana, paling-paling cuma sekadar lewat saja. Dari serumahan, hanya Isna (keponakan) yang pernah ke Rumah Radakng. Itupun dalam rangka membawa teman seangkatan KKN Kebangsaan-nya yang berasal dari luar pulau Kalimantan. Tapi berhubung ia mudah mabuk perjalanan, ia menolak ikut karena khawatir muntah. Padahal sudah dipaksa-paksa tuh.. -_-  Memang kan biasanya begitu ya. Seperti saya sendiri, lahir dan besar di Pontianak tapi di usia 27-an baru mengunjungi Tugu Khatulistiwa yang jadi ikon Kota Pontianak a.k.a Kota Khatulistiwa. Itupun karena ikut suami bawa teman dari Denmark dan Amerika. Apa-apaan itu. Sungguh ter~la~lu, kata oom Oma..

Ya sudah. Karena belum ada seorangpun dari kami (yang pergi) yang pernah mengunjungi Rumah Radakng, kami pakai modal nekad.

Sekadar info singkat, Rumah Radakng adalah rumah adat Dayak yang dibangun di kawasan budaya, bertetangga dengan rumah melayu. Rumah ini dibangun sebagai pusat kegiatan budaya Dayak. Menurut beberapa info sih, rumah adat ini adalah rumah adat Dayak terbesar. Panjangnya sekitar 138 meter dan lebar 5 meter.

Rumah Radakng diresmikan oleh Drs. Cornelis MH (Gubernur Kalimantan Barat) pada tahun 2013. Jadi hitung-hitung, tahun ini baru berusia sekitar 2 tahunan. Yah, kalau begini, wajar kan kalau saya baru sampai ke rumah besar ini (ngeles, hhehe).

Masuk halaman Rumah Radakng, mobil diparkir di dekat semacam tugu kecil atau apalah. Kurang jelas karena malam. Tapi malam tak menyurutkan nadi di Rumah Radakng. Entah ini terjadi tiap malam atau tidak, saya kurang tahu. Tapi yang jelas malam itu banyak orang yang mempersiapkan mobil hias untuk
karnaval khatulistiwa. Kota kami memang sedang semangat menyambut event besar tersebut. Maklum, acara puncak dirgahayu RI ke 70 sekaligus acara karnaval nasional pertama. Itu benar-benar kepercayaan besar untuk Kota Seribu Parit, Pontianak. Apalagi kan orang ibukota banyak yang datang, termasuk orang nomor satu Indonesia saat ini.

Kesan pertama waktu melihat bangunan ini: Rumah Radakng ini memang besar, dan tinggi! Kolongnya saja tinggi, khas rumah-rumah tradisional Dayak, Betang. Terdapat ukiran khas Dayak di tiang-tiang kayunya. Memukau.

Selanjutnya kami naik tangga ke atas. Tingginya kurang lebih 7 meter. Nah lho! Saya sudah pernah bilang kalau saya takut ketinggian (acrophobia) belum? Kalau belum, ini saya kasih tahu. Hehe.. Pas naik tangga, di pertengahan kaki saya bergemelutuk ngeri. Tinggi euy.. Untung yang kami naiki adalah tangga dengan pegangan di kiri dan kanannya, jadi walaupun bergerak seperti siput, saya masih bisa menguat-nguatkan diri dengan memegang erat-erat pegangan kayu di kedua sisi tubuh. Tak terbayangkan kalau harus naik kayu dari belian bulat besar yang dijadikan tangga. Bisa-bisa saya bertingkah bak lintah makan: tak bergerak dan menempel erat di anak tangga. Khusyuk.. :p

Pas sampai atas, alhamdulillah, senaang sekali hati saya. Bukan hanya karena bisa lepas dari ketakutan pada ketinggian waktu naik tangga, tapi juga karena bisa jalan-jalan bersama keluarga, walaupun dengan mobil sewaan alias belum punya mobil sendiri. Bahagia memang sederhana.. ^^

Sepanjang menyusuri rumah adat, kami sempatkan berfoto, tapi sayang hasilnya kurang memuaskan karena penerangan kurang. Kan malam.. (ngeles lagi)

Kami juga sempat mengintip ke dalam ruang aula. Kebetulan ruang aula sedang dibereskan untuk acara keesokan harinya. Menurut info yang diperoleh, kapasitas aula utama rumah adat ini mencapai 600 orang lho!

Jalan-jalan sampai ujung satunya, kami cukup lama foto-foto dan bersenda gurau. Apalagi ada si kecil Ara (keponakannya Abang) yang lucu dan menggemaskan, jadi tambah asyik. Tapi karena malam semakin larut, akhirnya kami pulang. Sebelum pulang, kami singgah makan mie ayam dan bakso dulu! Review-nya, nanti deh. Sudah dulu ya. Tak terasa postingan kali ini saya cukup bawel. Tulisannya jadi panjang, sepanjang Rumah Radakng, Pontianak. Hhihi. Salaam.. ^_*