*Mengenai topik ini, saya paling ingat bagian cerita sahabat saya itu tentang teman kuliahnya dulu. Sekedar pemberitahuan, teman kuliahnya sahabat saya itu cewek lo ya.. Jadi yang menceritakan, yang diceritakan, dan yang mendengar cerita ini, cewek semua. Jangan salah paham. :)
Dan sahabat saya itu pun yang mulai bercerita...
"Aku punya temen, paling deketlah pas kuliah dulu. Orangnya sensitif banget, melo abis! Paling mudah nangis buat hal-hal kecil en rada lebay kalo nanggapin sesuatu. Kalo aku bilang sih, drama queen banget lah. Haha. Tapi justru karena sifat aku sama dia beda -kamu tau aku kaaan..- kami jadinya deket. Saling melengkapi lah.. ", kata sahabat saya itu, memberikan prolog.
"Nah, dia pernah bilang ke aku, 'Des, aku sebel deh, liat temen-temen kita yang udah pada nikah tuh. Sombooong banget! Susah banget silaturahmi sama kita-kita lagi. Cuma sekedar jalan aja, susah banget. Abis nikah malah makin jauh aja ya.... Pokoknya, nanti, kalo aku udah nikah, aku nggak bakalan kayak mereka.' " lanjutnya, menirukan temannya berbicara, monolog.
"Terus aku bilang aja, 'Halah, entar elo juga kayak mereka kok'. Terus dia jawab dengan yakin, 'Enggak, Des! aku nggak bakalan kayak mereka'. Akunya sih ketawa, terus aku bilang gini, 'Aku sih nggak percaya'. Hahaha", celoteh sahabat kental saya itu dengan gaya cueknya (saya bahkan masih bisa membayangkan gaya bicaranya yang khas itu saat menulis ini. ^^).
Merasa tertohok, karena perasaan saya sebenarnya mirip dengan yang dikatakan oleh teman sahabat saya itu, saya lalu bertanya, "Terus sekarang gimana, Des? Dia udah nikah belum sekarang? Berubah nggak?", saya bertanya, ingin tau.
"Ya berubah lah, Net. Kayak yang aku bilang! Mustahil orang yang udah nikah tu nggak berubah. Minimal frekuensi kumpul sama teman-temannya pasti berkurang. Soalnya kan bakal sibuk ngurus suami. Belum lagi kalo udah langsung punya anak. Aku ngerasa kok, semenjak kakakku nikah. Beda banget lah. Susah banget ngajakin jalan bareng lagi. ", jawabnya enteng.
--- Hmmm, dalam hati, saya juga mengiyakan perkataannya. Saya juga punya seorang kakak, dan saya sangat dekat dengan saudara saya satu-satunya itu. Tidak terkira berapa banyak masalah yang saya bagi diam-diam dengannya. Saya memang tipe introvert, susah sekali cerita dengan orang lain (kecuali terpaksa atau benar-benar percaya dengan orang yang jadi tempat curhat saya). Kakak adalah salah satu sahabat yang bisa membuat saya nyaman bercerita. Benar-benar saudara yang menyenangkan....! Tapi setelah kakak menikah, saya memang merasakan banyak sekali perubahan, terutama karena kakak pindah ke luar kota. Frekuensi pertemuan kami berubah drastis. Saya selalu sedih karena kakak tidak ada untuk menemani saya jalan-jalan, nonton film detektif atau kolosal kesukaan kami, atau begadang sampai larut malam sambil bercerita ngolor-ngidul dan makan cemilan buatannya. Memang, rasa kasih sayang itu masih sangat-sangat kental, bertambah kental malahan, hanya rasa diduakan itu masih sulit untuk saya terima. Tapi tentu saja, saya bahagia karena kakak menikah! Saya juga jadi punya abang ipar yang lucu, sama seperti kakak. :)) ---
"Wah, saya jadi takut ni, Des", kata saya singkat.
Jujur, saya agak takut juga jadinya. Seketika, pernikahan begitu menyeramkan di mata saya karena sudah cukup banyak teman-teman saya yang berubah seratus delapan puluh derajat setelah menikah, dan saya tidak suka dengan sikap mereka. Mereka jadi tidak asik, bahkan ada yang berubah jadi lebih galak. Memang sih, ada beberapa yang justru lebih menyenangkan dan malah semakin mempererat hubungan silaturahminya dengan kerabat setelah menikah, tapi yang begini jarang sekali. Dan saya takut tidak bisa masuk ke kategori terakhir tersebut.
Lalu sahabat karib saya itu pun menjawab, "Ya, jangan lah, Net. Emang udah waktunya kok. Nggak perlu takut. Semua kan ada masanya", katanya.
"Pandai-pandai kita aja ngaturnya. Tempatin prioritas dan sesuaikan porsinya. Kalo kita mau nggak kayak gitu, usahain aja kita nanti bisa bersikap lebih adil. Nggak bagus juga kalo sampe mutusin silaturahmi. Tapi kalo ada orang yang kayak begitu, ya, ngertiin aja lah. Mungkin dia belum terbiasa dengan ritme hidup barunya, atau terlalu sibuk. Kan beda, antara orang yang udah berkeluarga sama yang belum. Jadi nikmatin aja masanya. Nggak perlu takut lah, neng", lanjutnya ringan sambil tersenyum.
Subhanallah, dalam hati saya terkagum-kagum dengan kedewasaan sahabat saya yang cuek itu. Saya tidak kepikiran sampai ke situ, saking paniknya. Ingin rasanya dia langsung saya peluk sebagai tanda terima kasih karena telah berhasil menguapkan kegelisahan saya akan pikiran negatif bertemakan 'perubahan setelah pernikahan' dengan ucapan santainya itu. Tapi tentu saja tidak saya lakukan saat itu. Malu dong, masak di undangan orang malah sibuk meluk teman. Hehehe...
Sekarang, saya akan mulai belajar untuk menerima perubahan yang dialami teman-teman saya yang sudah menikah. Susah memang, karena selain logika, perasaan juga ikut serta di sini. Katanya sih, pemahaman tidak akan diperoleh, sampai kita merasa rela. Jadi intinya, saya harus rela dengan perubahan yang terjadi. Hmm... :(
Doa saya untuk teman-teman saya yang sudah menikah, semoga saja pernikahan mereka selalu sakinah mawaddah warahmah, langgeng dan dikaruniai keturunan yang soleh-soleha. Amin.
Ini ada penggalan doa untuk orang yang menikah:
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ.
“Semoga Allah memberi berkah kepadamu dan atasmu serta mengumpulkan kamu berdua dalam kebaikan.”(HR. Penyusun-penyusun kitab Sunan, kecuali An-Nasai dan lihat Shahih At-Tirmidzi 1/316)
Selain itu, saya juga berdoa, semoga saja mereka -yang baru membentuk keluarga baru- bisa tetap mengingat dan menghubungi saya walaupun mereka telah menikah, karena saya sedih sekali ketika harus kehilangan satu per satu teman-teman baik yang saya miliki.
Dan semoga saja setelah saya menikah nanti, saya bisa membagi waktu dengan baik dan tetap menyambung hubungan silaturahmi dengan keluarga, sahabat dan kerabat. ((")(")) amiin...
Doakan saya ya... Saya takut nih, temans... :(
-Ditulis tanggal 21 Mei 2011-