6.01.2017

Bubur Pedas Pertama

Sejak usaha rumahan bumbu bubur pedas instan milik Mama' dilengkapi daun kesum, Kanda semangat sekali meminta saya agar memasakkan bubur pedas untuknya dan rekan sekantornya jika saya datang ke kotanya. Dan sekarang di sinilah saya. Ditagih ;p

Ini foto lama, diambil Mei tahun lalu waktu pertama kali datang. ^^


Sudah beberapa hari di sini, setiap arah pembicaraan ke sana, saya selalu setengah hati mengiyakan, selebihnya saya sengaja tidak mengingatkan. Berharap Kanda lupa, hehe. Tapi mungkin karena kangen makan bubur pedas, ia ingat terus. Kebetulan hari ini rekan sekantornya lebih ramai dari biasanya --besoknya akan kembali ke urusan kerjaannya masing-masing di luar kota-- jadi ia mengingatkan sekali lagi, kemarin. Lagi-lagi, saya tidak antusias menanggapinya.

Sore sepulangnya bekerja, Kanda memberi tahu saya via telpon bahwa ia akan sekalian belanja keperluan membuat bubur pedas. Siap tidak siap, pokoknya ia minta saya membuatkannya hari ini. Kalau saya tidak mau, dia yang akan memasaknya sendiri. Duh, pemaksaan.. Saya pun protes. Di satu sisi, saya tidak terima kalau Kanda membuatnya. Malu dong, Saya kan ada di sini. Lagipula saya mau kok memasakkan Kanda. Tapi di sisi lain, saya masih merasa berat hati. Bukan karena saya tidak suka bubur pedas. Saya malah doyan banget. Saya bangga dengan kuliner bubur pedas meskipun ada yang mencemooh penampakannya yang kurang menggugah selera. Masalahnya, saya tidak merasa tidak bisa memasaknya sendiri di sini. Saya tidak pede.

Keluarga saya sih sudah biasa masak bubur pedas di rumah. Mama' saya bahkan punya usaha rumahan menyiapkan bumbu bubur pedas instan siap pakai sejak tahun '93. Dulu belum ada nama, tapi sejak beberapa belas tahun belakangan sudah ada namanya untuk membedakan dengan produk sejenis lainnya. Namanya Bumbu Bubur Pedas Boenda. Bumbu bubur pedas siap pakai buatan Mama' saya ini bahkan sudah didistribusikan jauh dari Pontianak walaupun belum go international. Pernah juga kami menjual bubur pedas yang sudah jadi di bazar, juga di tiap hari minggu di dekat kampus (waktu saya masih mahasiswa dulu). Waktu arisan, jangan tanya. Hampir tiap dapat giliran arisan, Mama' memilih memasak bubur pedas. Itulah gambaran betapa dekatnya saya dan bubur pedas.

Tapi mungkin karena selama ini saya selalu dibawah intruksi Kakak atau Mama', alias tidak pernah memasak bubur pedas sendirian dari awal sampai akhir, rasanya grogi sekali ketika membayangkan membuatnya sendirian dalam jumlah banyak pada percobaan pertama, untuk buka puasa pula. Kalau gagal kan bisa gawat. Makanan yang tidak layak dimakan bisa jadi mubazir (mubazir temannya setan) dan yang lapar menyulut emosi. Saya bisa-bisa jadi malu, Kanda juga malu, kredibilitas bumbu buatan Mama' juga bisa terganggu. Pengennya saya sih uji coba dulu dalam jumlah kecil (maksudnya bikinin buat Kanda dulu), baru nanti bikin banyak untuk teman-temannya. Tapi ya gitu deh. Bukan Kanda kalau tidak keras kepala.

Kami sempat bersitegang buat masalah sepele ini. Hehe. Untunglah kami berkomunikasi. Setelah saya menyampaikan alasan keberatan saya, Kanda segera melunak. Sepertinya ia sadar, daripada memaksa saya, akan lebih baik kalau ia membujuk sambil menyemangati saya bahwa saya bisa melakukannya, bahwa di bulan Ramadhan ini baik sekali jika bisa menyiapkan bukaan untuk orang lain yang berpuasa. Luruskan niat dan jangan terlalu memikirkan hal negatif, begitu kira-kira kata Kanda. Akhirnya saya juga ikut melunak. Selalu ada yang pertama kali. Now or never! Se ma ngat!

Setelah sepakat, saya pun diminta memasak di dapur kantor karena di sana perabot dapurnya lebih lengkap dan besar. Setelah Kanda selesai belanja, kami berdua dan dibantu Rio (teman Kanda) menyiangi sayur bersama-sama. Pekerjaan paling memakan waktu ini akhirnya selesai dengan cukup cepat. Pekerjaan selanjutnya, saya yang mengerjakan. Dag-dig-dug jantung ini. Krisis pede saya kumat lagi. Saya grogi.

Tapi berhubung waktu berbuka sudah mepet, sudah tidak ada waktu lagi untuk grogi. Itu kata saya menguatkan hati. Berbekal resep bubur pedas dari Mama' (yang untungnya dicatat di blog karena saya lupa bawa buku catatan masak), sebungkus bumbu bubur pedas instan siap pakai ukuran 250 gr, serta kenekatan, akhirnya saya memasaknya. Saya terhibur waktu ingat kata kakak "jak tinggal cemplang-cemplung be dek". Singkat kata, taraaa~, bubur pedasnya masak pas waktu azan maghrib berkumandang.

Bubur Pedas Pertamaku.. heuheu
(Photo by Mas Pras)
Waktu mencicip pertama, terasa ada yang kurang. Rupanya saya lupa memasukkan kaldu bubuk. Maklum, bubur pedasnya versi hemat tanpa daging. Kalau sudah pakai daging sih sudah tidak perlu tambahan kaldu bubuk lagi. Setelah dikoreksi rasanya, menurut saya bubur pedas buatan saya boleh juga. Hehe. Senang deh. Tambah senang waktu melihat Kanda bolak-balik mengisi ulang mangkuknya. ^^ He's so sweet

Oh ya, ada yang lucu dari bubur pedas kali ini. Kalau modifikasi bubur pedas Sambas biasanya menggunakan jagung (di rumah kami pakai jagung), kali ini yang dipakai adalah babycorn. Yup, babycorn. Menurut saya itu lucu. Rio berseloroh, ini bubur pedas putussibau. xD Selain itu, bubur pedas kali ini tidak menggunakan cangkok manis karena tidak ditemukan di pasar saat dicari. Tidak masalah sih. Kata Mama', bubur pedas disesuaikan dengan sayur mayur yang ada di lokasi (yang penting jangan pakai kol ya. Itu aneh sekali. Hihi). Paling yang susah itu menemukan daun kesum yang memberi aroma khas bubur pedas Sambas, tapi karena bumbu buatan Mama' sudah ada daun kesumnya, jadi tidak masalah lagi. ;)

Okelah. Sekian dulu cerita saya untuk hari ini. Alhamdulillah urusan hari ini terasa dimudahkan meski dadakan. Mungkin hikmahnya, saya harus lebih pede lagi dalam urusan masak.