6.04.2017

Tentang Curang

Cuma mau bilang..

Malulah kita ngaku anti-korupsi, kalau sehari-hari nyontek tapi ngaku hasil kerjaan sendiri, atau sehari-hari membiarkan atau bahkan membela orang lain yang menyontek, atau sehari-hari benci banget sama orang yang mengingatkan sesama agar tidak curang.

(credit: Monica H/flickr)


Teman-teman sayang. Saya pernah mendengar atau membaca (sumbernya lupa) bahwa menyontek adalah mencuri, dimana yang dicuri adalah kehormatan diri sendiri. Menyontek adalah benih korupsi di masa yang akan datang, yaitu ketika mengambil yang bukan haknya sudah tak lagi terasa berat, tak lagi memalukan, dan tak lagi meninggalkan rasa bersalah.

Dalam agama apapun jelas, mencuri adalah hal yang tidak baik. Itulah mengapa kita dilarang berbuat curang yang terkecil sekalipun, yaitu agar tidak terbiasa melakukan hal tidak terpuji lainnya. Jika ada orang yang terindikasi melakukan hal yang tidak baik, maka wajar dan sangat baik jika ada yang mengingatkannya. Bukan karena orang yang mengingatkan ini sudah baik. Justru karena sama-sama manusia yang kotor penuh dosa dan khilaf lah, kita harusnya saling mengingatkan. Sebaliknya, justru orang yang tidak mau diingatkan lah yang sejatinya sok suci, sok benar sendiri. Naudzubillahi min dzalik..

Yah, memang, ditegur karena melakukan salah itu kadang membuat kita defensif, banyak menyangkal, mencari dukungan, mencari pembenaran. Wajar, tapi jangan lama-lama. Kalau sudah begini, jika kita adalah pihak yang ditegur, cobalah untuk mengikuti kata hati, merefeksi sekali lagi dengan tenang. Kita semua tahu, suara hati tak bisa dibohongi. Renungkan apakah teguran itu ada benarnya, atau sekadar tuduhan. Kalau hanya berupa tuduhan, buatlah klarifikasi dan lanjutkan hidup. Masalah orang mau percaya atau tidak, itu di luar kuasa kita. Tapi kalau itu bukan sekadar tuduhan melainkan memang kita yang salah dan membuat hati tidak tenang, maka belajarlah berlapang dada dan akui. Ini tidak mudah, tapi bisa dipelajari.

Jika kita adalah pihak yang menegur, ingatlah menjaga cara kita menegur. Apakah teguran kita nasihat (4 mata) atau mempermalukan (di depan umum)? Apakah pilihan kata kita kasar? Bagaimana intonasi yang digunakan? Intinya, pikirkanlah bagaimana kita ingin diperlakukan. Dengan mengingat ini, semoga kita bisa membiasakan diri memperlakukan hal yang sama kepada orang lain.

Jika kita adalah pihak di luar yang ditegur maupun yang menegur, ingatlah untuk berpikir dengan logika dan merasakan dengan hati. Jangan dibalik. Katakan yang salah adalah salah dan yang benar adalah benar. Bukan sebaliknya, ketika yang melakukan adalah orang kesayangan, lantas kita bela mati-matian sekalipun salah; sementara jika yang menegur adalah orang yang tidak disukai, sekalipun yang ditegur itu benar, kita tersinggung luar biasa. Itu namanya fanatik. Kalau sudah begini, jangan heran jika yang benar jadi salah dan yang salah jadi benar. Lama-lama bisa rusak tatanan kehidupan.

Justru karena rasa sayang lah, kita harusnya menegur orang kesayangan jika ia melakukan kesalahan, apalagi kecurangan. Tentunya dengan niat yang baik dan harapan agar tidak lagi mengulangi hal yang tidak baik itu. Atau jika tidak bisa melakukannya sendiri, biarkan orang lain yang menegur (selama caranya baik) sambil mendoakan agar yang ditegur dilembutkan hatinya untuk mau menerima nasihat dan memperbaiki diri. Dengan begitu, semoga kita membantu membuat dunia menjadi lebih baik.