6.09.2016

Pengalaman Rawat Inap di Poliklinik Untan

Oke, mengawali postingan bulan ini, saya akan berbagi sedikit cerita tentang pengalaman rawat inap di poliklinik Untan. Bukan saya yang dirawat, tapi Mama' saya. Tulisan ini dilihat dari sudut pandang saya sebagai keluarga dari yang dirawat. Buat peserta BPJS Kesehatan di Pontianak, semoga tulisan ini bisa memberikan gambaran pelayanan BPJS di sana.

Peta Poliklinik Untan (lingkaran merah)
[sumber gambar: Google Maps]

Tepat tanggal 1 Juni lalu, Mama' saya mengalami sakit kepala, agak parah. Dasarnya Mama' bukan tipe pengeluh, beliau membiarkan saja sakit kepalanya, cuma bilang sekali kalau beliau sedang sakit kepala, minum paracetamol, lalu tiduran.

Sore, Mama' masih kelihatan sakit,  masih tiduran dan kelihatan lemas, padahal sudah minum obat pereda sakit kepala (mengandung paracetamol). Kami jadi khawatir, curiga sakit kepala Mama' tersebut disebabkan oleh tekanan darah yang naik karena makan sayur nangka yang bersantan dan bertulang, sehari sebelumnya. Walaupun Mama' mengkonsumsi madu hitam pahit yang bisa menstabilkan tekanan darah, kalau salah makan kan tetap saja tekanan darahnya bisa naik.. :(

Malam hari, karena sakit kepalanya tidak juga kunjung reda, Kakak membujuk Mama' untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan di dekat rumah dan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, yaitu poliklinik Untan. Maka Bapak langsung mengantarkan Mama' ke klinik selepas sholat maghrib. Keduanya agak lama di klinik, saya sempat khawatir kalau Mama' kembali dirujuk untuk dirawat di rumah sakit seperti pada bulan Februari lalu, tapi saya segera menepis pikiran tersebut. Berharap Mama' tidak perlu dirawat inap lagi, tapi ternyata harapan tersebut ditangguhkan Allah. Sekitar pukul setengah 7 malam, Bapak menelpon saya, mengabari kalau Mama' perlu dirawat inap (lagi), tapi kali ini hanya di poliklinik tersebut, tidak perlu ke rumah sakit. Maka setelah beberes sedikit, saya dan Kanda segera ke poliklinik. Kakak dan Abang yang sedang keluar karena keperluan mendesak, saya kabari lewat WA. Isna kebagian jaga rumah.

Terus terang, walaupun dekat dengan rumah orang tua, saya baru tahu kalau poliklinik kecil tersebut juga melayani rawat inap. Rupanya, selama pasien masih bisa ditangani oleh tenaga medis di poliklinik Untan, pasien tidak perlu dirujuk ke rumah sakit Untan.

Secara keseluruhan bangunan, Poliklinik Untan memiliki loket registrasi, ruang tunggu, ruang dokter, ruang staf, ruang pengambilan obat, kamar kecil, dan ruang rawat inap. Di ruang tunggu, terdapat meja perawat, televisi, dan tempat duduk untuk menunggu antrian dokter. Oh ya, untuk yang menginap jaga malam juga ada tempat parkir, tapi kalau sekadar mengujungi saja parkirnya cukup di depan dekat pintu masuk. Parkir kendaraan di dekat pintu masuk ini agak berantakan. Tidak ada petugas parkir, tapi ada wifi lho *nggak nyambung

Mumpung ngomongin wifi, ada yang perlu diketahui nih. Untuk mengakses wifi, pengguna harus punya username dan password, yang berarti pengguna wifi setidaknya adalah mahasiswa terdaftar atau staf Untan. Saya bukan keduanya, jadi untuk internetan tetap harus pakai data seluler sendiri, ihiks. *mulai lebay, haha   Tidak ada wifi tidak masalah sih, asal kuota belum habis. :3

Kembali ke topik. Ruang rawat inap klinik ini berada di samping ruang pengambilan obat. Ruang rawat inapnya tidak terlalu besar, tapi cukup lah untuk sekitar 5-6 tempat tidur khas rumah sakit (saya tidak ingat jumlah tepatnya), beberapa buah lemari-meja kecil di beberapa sisi tempat tidur (iya, tidak semua tempat tidur dapat jatah lemari meja), dan 4 buah kursi untuk keluarga pasien duduk. Di ruangan tersebut juga ada sebuah dispenser air galon, tapi susah mengambilnya karena pasti akan mengganggu pasien yang istirahat di tempat tidur terdekat. Untuk membatasi setiap tempat tidur, ada tirai panjang yang berfungsi sebagai penyekat pandangan non permanen.

Untuk mengatur suhu ruangan, di ruangan rawat inap Poliklinik Untan terdapat 1 pendingin ruangan yang berfungsi dengan baik. Cuma pintunya sering dibuka tuh. Sepengetahuan saya, kalau sering begitu nanti AC nya bisa cepat rusak. Karena kebiasaan buruk membiarkan pintu terbuka juga, ruangan besar tersebut jadi bernyamuk. Alhasil, saya tepuk-tepuk nyamuk sepanjang malam.

Waktu Mama' dirawat, hanya ada 1 pasien rawat inap lain. Syukurlah karena itu berarti ruangan jadi tidak sesak, soalnya jarak antara tempat tidur agak dekat. Maklum, klinik kecil. Selain itu, buat keluarga atau kerabat pasien, sebaiknya membawa selimut sendiri dari rumah (baik untuk si sakit maupun untuk yang ikut jaga), soalnya selimut di klinik ini pendek. Serius. Selimut Mama' saya cuma sampai perut. Jadi daripada kedinginan di tengah malam atau dini hari, ditambah efek dingin dari AC tentunya, lebih baik agak repot bawa selimut sendiri daripada kedinginan seperti pasien tetangga kami.

Tentang kamar kecilnya, menurut saya keadaannya cukup baik walaupun jumlahnya sangat terbatas, hanya satu. Sebenarnya ada 2 kamar kecil sih, tapi yang satu khusus untuk staf klinik. Jadi harus sabar antri kalau pas kebetulan sedang ada pengunjung lain yang menggunakan. Di kamar kecil yang merupakan kamar mandi sekaligus toilet tersebut, wc nya tipe jongkok. Agak merepotkan buat yang sedang sakit, tapi kalau menurut saya itu lebih baik daripada tipe duduk tapi banyak yang menggunakan. Saya tidak tahu dengan orang lain, tapi saya pribadi jijik dengan toilet duduk yang dipakai untuk umum. Hiey.. Oh ya, selain sabun cuci tangan dan air yang memadai, tersedia juga tiang sangkutan untuk infus.

Fasilitas penting lain adalah generator listrik. Walaupun klinik kecil, klinik tersebut cukup antisipatif karena punya generator yang berfungsi dengan baik. Apalagi di masa-masa mendekati ramadhan dan lebaran kan, listrik sering sekali padam. Di malam waktu Mama' dirawat saja, listrik padam beberapa kali. Pokoknya judulnya lebaran sudah dekat deh, kalau teman-teman tahu maksud saya. Hehe.

Untuk menjaga kebersihan, para pengunjung wajib melepaskan alas kaki di depan pintu masuk. Di depan kamar kecil tersedia sendal toilet. Di pagi hari akan ada petugas kebersihan yang menawarkan penggantian alas tidur. Satu lagi, adanya peraturan bebas rokok di area klinik. Kalau merokok, didenda. Walaupun saya tidak tahu apakah peraturan tersebut benar-benar diterapkan, tapi ini usaha yang sangat baik buat menegur perokok yang salah tempat. Tanda peringatannya besar, tidak ada alasan tidak melihatnya. Jempol deh! :)

Nah, mengenai urusan makanan, Poliklinik Untan ini tidak memiliki kantin dan juga tidak menyediakan makanan untuk pasien. Jadi kitanya yang harus pandai-pandai mencari hidup. Beruntung karena rumah orang tua dekat, jadi kemarin bawa bekal makanan dan minuman sendiri dari rumah.

Ngomongin tentang makanan, saya jadi ingat isoma (istirahat-sholat-makan). Untuk urusan sholat, saya tidak tahu apakah klinik ini punya mushola atau tidak, tapi mengingat banyak staf kesehatan yang berjilbab, sepertinya sih punya ya. Hanya saja saya-nya yang tidak tahu dimana dan bagaimana keadaan mushola-nya. Saya lebih memilih sholat di rumah karena dekat. Repot, bolak-balik tapi tidak apa-apa. Saya lebih malas ngantri kamar kecil. *alasan

Untuk pelayanan, kemarin itu menurut saya cukup memuaskan. Para staf ramah dan cukup cekatan. Seorang perawat perempuan yang jaga malam sangat telaten dan ramah ketika memasang infus dan memberi obat-obatan. Perawat laki-laki yang jaga pagi juga sopan waktu menawarkan pelayanan memandikan para pasien. Iya, memandikan pasien. Itu agak asing sih buat saya, tapi kata Mama', dulu perawat itu tugasnya ya hal-hal seperti itu. Sekarang saja yang jarang mau memandikan orang sakit. Makanya salut. Tapi berhubung Mama' tidak berkenan dimandikan oleh perawat pria, jadi tawaran mandinya ditolak secara halus.

Di atas semuanya, urusan dengan dokter adalah yang penting dalam urusan pelayanan kesehatan. Alhamdulillah, Para Dokter di klinik ini ramah-ramah. Pak dokter yang piket pagi telaten mendengarkan Mama' saya menyampaikan keluhan sakit kepala yang masih dirasakannya. Cuma yang menurut saya agak aneh itu Bu Dokter yang piket malam. Kalau ingat, saya jadi senyum, deh. Hehe.

Jadi ceritanya, pas pasang infus, perawat perempuan yang bertugas memasang infus berkali-kali bertanya kepada Mama': apakah pada tusukan infus terasa sakit atau nyeri. Ini untuk memastikan tusukan infus yang dipasangnya sudah benar. Menurut perawat tersebut, jarum infus yang digunakannya berukuran agak besar dan obat yang dimasukkan lewat infus mungkin memberikan sensasi panas, nyeri, atau semacamnya. Mama' menjawab, sakit sih tapi tidak nyeri. Naah, pas bu dokter yang piket malam itu datang berkeliling untuk mengecek keadaan pasien di ruang rawat inap, bu dokter yang terlihat masih muda belia itu dengan tenangnya menekan tangan kiri Mama' yang dipasangi infus tadi. Awalnya saya pikir dokter melakukan itu untuk mengecek infusnya. Saya yakin Mama' juga berpikir demikian. Jadi pas dokternya nanya dengan ramah, "Ibu, gimana, masih sakit?", Mama' menjawab dengan lirih, "Sakit, dok". Terus dokternya memastikan, "Bagian (kepala) yang mananya yang masih sakit, bu?". Dijawab sama Mama', "Itu dok, tangan saya yang sakit", sambil menunjuk infus tangan kirinya yang ditekan dokter. Tiba-tiba dokternya bilang, "Wah, maaf bu, tidak sengaja. Kalau begitu saya pindah saja", lalu pindah ke sisi kanan tempat tidur. Saya yang menyaksikan adegan itu sempat melongo. Antara manas melihat Mama' dibegitukan, prihatin sama Mama' yang kesakitan, tapi juga pengen ketawa karena lucu. Untungnya infus dipastikan tetap bekerja dengan baik setelah dicek ulang oleh perawat, alhamdulillah. Cerita ini malah jadi bahan candaan untuk membuat Mama' tersenyum (sebelumnya cuma diam saja). Hihihi. Yah, dokter kan juga manusia. Mungkin kemarin sedang kurang fokus. Harapan kami, semoga bu dokter muda tersebut tidak ceroboh lagi di masa datang.. :)

Apa lagi ya? Oh ya, mengenai jam besuk. Pasien yang dirawat di klinik ini katanya hanya boleh dibesuk pada waktu-waktu tertentu. Berikut panduannya:
- Pagi: 08.00 - 10.00
- Siang: 12.00 - 14.00
- Sore: 17.00 - 18.00
- Malam: 19.00 - 21.00
Kalau dilihat, waktu besuknya cukup longgar ya. Ini mungkin karena pasien yang dirawat di klinik dianggap dalam keadaan yang tidak terlalu serius, makanya tidak perlu dirujuk ke rumah sakit. Meskipun demikian, sebagai anggota keluarga pasien, ada baiknya membatasi pengunjung supaya yang sakit lebih banyak istirahat agar lebih cepat membaik, bisa segera rawat jalan dan segera pulih.

Untuk Mama', perawatan hanya 1 hari 1 malam: malam sekitar magrib mulai dirawat, besok siangnya sudah boleh rawat jalan. Obat yang ditebus antara lain 2 kantong infus dan tetek bengeknya (jarum, selang, dsb), obat yang disuntikkan ke infus dan obat oral 3 jenis (2 obat hipertensi dan 1 pereda sakit kepala). Masalah durasi perawatan, variatif bagi setiap orang ya. Ini hanya berbagi pengalaman.

Terakhir, mengenai masalah biaya perawatan. Berhubung Mama' adalah peserta BPJS, alhamdulillah kami tidak perlu mengeluarkan uang untuk perawatan yang diterima dan obat-obatan yang diresepkan dokter (kecuali obat yang harus dibeli di luar karena stoknya sedang habis di tempat pengambilan obat klinik tersebut). Tidak keluar biaya bukan berarti gratis ya. Iya, saya tegaskan, BPJS itu tidak gratis. Peserta BPJS kan bayar iuran bulanan, jadi kita harus mengetahui hak dan kewajiban. Info lengkap mengenai BPJS bisa dibaca di leaflet panduan pelayanan bagi peserta yang dilampirkan waktu kita menerima kartu peserta atau situs resminya. Saya malas menulis ulang. Untuk manfaat yang dijamin BPJS, bisa dibaca di sini.

Jadi begitulah pengalaman saya waktu menemankan Mama' yang dirawat inap di Poliklinik Untan awal bulan ini, teman-teman. Semoga bermanfaat yaa, terutama buat pembaca yang jadi peserta BPJS di Pontianak. Sampai nanti! ;)

*maaf postingan ini gersang tanpa foto yang memadai karena memang lupa untuk ngambil foto situasinya saat itu..