5.02.2016

Jalan Sore di Taman Putussibau

Awalnya, rencana hari kedua saya di Kota Uncak Kapuas adalah ikut ke lokasi kerja Kanda di salah satu desa, sekalian jalan-jalan dan menemankannya menunaikan kerjaan yang masih tertunda. Maunya sih dari pagi supaya puas, plus jalannya jauh. Tapi rencana berubah karena ada warga dari lokasi yang datang ke kantor. Kasihan saja kalau kantor kosong. Jadi rencana diubah sedikit, agak sorean. Tujuannya yang dekat saja, Taman Putussibau! ;)

Taman Putussibau
signage taman yang tidak terlalu mencolok

Sebelum menuju ke taman, Kanda mengajak saya singgah sebentar untuk membeli seporsi kerupuk basah sebagai camilan saat menikmati pemandangan sungai. Di kota ini ternyata ada beberapa kios yang khusus menjual kerupuk basah lho, review-nya nanti saja yah. Hehe.

Sekadar info. Taman Putussibau terletak berdampingan dengan Jembatan Kapuas Putussibau sebelah utara. Dari taman tersebut kita bisa melihat jembatan, dan sebaliknya, dari jembatan kita bisa melihat taman.

Pas belokan masuk ke arah taman, ada semacam taman dengan bangunan, tapi saya kurang tahu itu tempat apa. Kalau perkiraan saya sih, lahan tersebut kesatuan taman, tapi entah apa sebabnya sampai terbengkalai dan tidak terurus seperti itu. Rerumputan terlihat panjang-panjang, dengan bangunan seperti tempat horor. Malah pas kami tiba sekitar pukul 4 sore, ada banyak kambing yang digembalakan di sekitar tempat tersebut. Sayangnya tidak sempat saya foto..

Kalau cek di internet sih, taman tersebut termasuk bagian penting dari Taman Putussibau. Saya belum ketemu info lebih lengkap perihal taman yang terbengkalai tersebut, tapi sekadar gambaran mengenai taman tersebut, berikut ini gambar beberapa tahun lalu (tidak jelas tahun berapa, nemu di instagram), ketika taman tersebut masih terawat.

Taman Putussibau

Cukup menarik sebenarnya. Sayangnya, ya itu, terbengkalai. Dengan rerumputan yang tinggi, dan kambing-kambing berkeliaran, dan cat tugu yang suram. Padahal aset kota tuh..

Di samping taman terbengkalai, ada lapangan yang dibuat menjadi semacam cafe terbuka. Banyak tempat duduk plastik di lapangan tersebut tapi tidak ada pengunjung. Sepi. Kurang tahu kalau malam.

Taman Putussibau
Semacam cafe.
Kursi-kursi plastiknya mengingatkan saya pada Taman Alun Kapuas di Pontianak waktu belum direnovasi..
Sampai di parkiran, ada beberapa gerobak milik pedagang setempat. Kami membeli air cendol dan sari kacang untuk menemani kerupuk basah yang dibeli sebelumnya. Sebungkus cendol dihargai 3000 rupiah sedangkan sari kacang 2000 rupiah. Setelah jajan, kami langsung jalan. Awalnya saya mengajak Kanda ke signage taman untuk foto-foto. *emak blogger Tapi karena pencahayaan kurang baik, saya menunda foto di situ (rencananya sekalian pas pulang saja) dan putar arah menuju lanting. Foto paling atas pinjam dari Kanda.

FYI. Lanting adalah rumah terapung dari kayu yang sangat umum ditemukan di pinggiran sungai atau danau di Pulau Kalimantan. Ciri khas rumah lanting adalah memiliki landasan pelampung yang membuat rumah ini bisa naik dan turun sesuai ketinggian permukaan air sungai.

Dari lanting, kami bisa menikmati pemandangan dengan lebih leluasa dan lapang. Sebenarnya dari bangku-bangku taman di pinggir sungai juga bisa sih, tapi karena memungkinkan, kami lebih suka di lanting saja. Lebih terasa lapang. Apalagi kami bawa makanan dan minuman, rasanya tidak nyaman makan di tempat duduk dengan sampah berserakan di bawahnya.

Rasa lapang terasa di lanting yang hampir selalu ikut bergoyang setiap ombak lewat. Di sini kami makan jajanan yang kami beli dengan santai dan tenang, ambil menikmati pemandangan sungai dan mengamati kehidupannya, sambil ngombrol, aah, menyenangkan.. Alhamdulillah

Tak berapa lama "teritori" kami kedatangan beberapa bocah lelaki seumuran SMP. Tidak mengganggu, tapi ribut ala bocah belasan tahun. Dengan berani, mereka terjun ke sungai yang berarus cukup deras itu untuk bermain dan berenang. Mereka juga heboh meneriaki teman-teman sebayanya yang naik sepit (speedboat) agar menangkap kelayang (layang-layang) putus, tentunya dengan bahasa lokal yang masih asing di telinga saya. Hihi. Oh ya, Kanda juga sempat melihat ada seorang bocah remaja yang menguji adrenalin: terjun bebas dari Jembatan Kapuas Putussibau, lalu berenang ke lanting yang dekat dengan jembatan. Benar-benar deh kelakuan bocah..

Agar lebih tenang, kami turun ke lanting sebelahnya dan duduk di pinggir, menghadap Sungai Kapuas yang gagah. Kami masih bisa menikmati keriuhan anak-anak itu ketiks melompat ke air dengan riang, atau melambai-lambai ke teman-temannya di lanting seberang. Sungai berair keruh inilah yang dulu menjadi jalur transportasi penduduk, yang menjadi hulu nadi kehidupan masyarakat sepanjang Sungai Kapuas.

Taman Putussibau


Senja pun tiba, kami segera pulang. Saking keasyikan berbincang-bincang, kami pulang terlalu gelap. Sebenarnya tidak terlalu gelap sih, yang pasti intensitas cahaya sangat kurang mendukung untuk berfoto di signage font besar yang awalnya jadi sasaran foto. Tapi tak mengapa. Saya dan Kanda cukup puas bereksperimen foto siluet saat di lanting.

siluet

Begitulah cerita dan kesan saya tentang jalan-jalan di Taman Putussibau. Murah meriah, hanya bayar 1000 rupiah untuk biaya parkir (sama seperti di Taman Alun Kapuas di Pontianak). Harapan saya, semoga ke depannya, pengelolaan taman lebih diperhatikan oleh pihak yang berwenang. Ini termasuk perawatan tanaman dan fasilitas taman (bangku, lampu, tempat sampah, signage, jembatan penghubung, tugu, dsb), kebersihan lingkungan, dan ketertiban umum. Buat pengunjung, tolong, jangan buang sampah sembarangan ya. Malu kan, taman kota jadi kumuh karena kita. Akhir kata, semoga tulisan kenangan ini bisa bermanfaat bagi yang membaca ya. Daah!