5.12.2016

Berry Sakit Diare

Untuk pertama kalinya dalam hidup saya, hari ini saya mengunjungi dokter hewan. Saya tidak pernah menyangka akan merasa sangat membutuhkan dokter hewan seperti hari ini karena sebelumnya, di keluarga saya memang tidak pernah memelihara hewan kecuali ikan dan burung (sekarang burung tidak pernah lagi). Tapi begitulah hidup ya, skenarionya sangat misterius dan tak terduga.

Bermula dari pertemuan kami dengan bayi kucing yang mungil dan ringkih di hari Ahad lalu: Berry.

Si imut Berry..

Ceritanya, Berry mengalami sakit diare sejak Kamis dini hari hingga siang. Badannya yang kecil mungil dan ringkih semakin lemas setiap kali cairan tubuhnya keluar lewat pipis maupun feses yang cair. Menurut banyak artikel yang saya baca, diare yang dialami bayi kucing bisa sangat fatal untuk bayi kucing. Itu membuat saya sangaat sedih *asli mewek

bayi kucing sakit diare
Siapa yang tidak sedih melihatnya :'

Akhirnya kami berpikir untuk membawa Berry ke dokter hewan. Walaupun takut kucing dan tidak pernah mengelus-elus Berry, Kakak sangat membantu saya dengan mencarikan informasi tentang klinik dokter hewan yang ada di kota Pontianak lewat BBM-nya, menghubungi beberapa dokter via sms dan sukarela mengantarkan saya membawa Berry ke dokter. Mungkin tidak tega melihat saya nangis sesengukan lantaran sedih melihat tubuh Berry yang lemas dan bergetar-getar.

Tapi rupanya kebanyakan klinik dokter hewan di Pontianak baru buka praktek di malam hari. Dalam situasi seperti ini rasanya mustahil menunggu selama itu. Alhamdulillah salah satu dokter hewan yang Kakak hubungi menginformasikan bahwa klinik hewan di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan insyaallah bisa melayani kami. Lokasinya di Jalan Adisucipto, tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami, jadi kami memutuskan ke sana saja..

Kami berdua segera bersiap untuk mengantarkan Berry ketemu dokter. Saat sudah akan berangkat, kami baru sadar kalau tidak ada motor yang bisa digunakan untuk pergi. Ada sih motor tua Bapak, tapi Kakak -yang memaksa jadi pengemudi karena tidak berani memegang kardus Berry- tidak berani menggunakannya karena umur motor yang memang sudah uzur. Apalagi Jalan Adis di hari kerja selalu ramai, pasti sangat susah menyeberang jalan. Jadi kami menunggu Bapak pulang. Pas adzan solat zuhur waktu Pontianak, sekitar pukul 11.30, kami berangkat sesaat setelah Bapak tiba. Kami memilih memutar lewat Jalan Ayani untuk menghindari macet sekaligus menghindari menyeberang jalan.

Sampai di depan kantor Dinas Peternakan, kami sempat bingung. Saya segera bertanya dengan seorang ibu yang berdiri di depan pintu kantor. Ibu tersebut memberitahu arah menuju klinik hewan. Ia kelihatan ikut khawatir dengan kondisi Berry yang terkulai lemas di dalam kardus. "Cepat dek, sebelum dokternya istirahat", katanya lagi. Saya dan Kakak segera bergegas..

Dan memang benar, klinik sudah terlihat sepi. Ada satu dua staf yang masih ada di ruangan. Mereka meminta maaf karena sedang istirahat dan dokternya baru saja pulang. Agaknya kami selisih jalan. Beberapa staf yang melihat kondisi Berry si kucing kecil, terlihat ikut iba. Saya jadi merasa yang bekerja di dinas ini penyayang binatang semua.

Seorang staf klinik memberitahu kalau sang dokter insyaallah tetap akan kembali sekitar pukul 1 siang, sebagaimana semua pegawai. Berhubung terlalu melelahkan kalau harus bolak-balik di jalanan yang ramai, kami memutuskan untuk menunggu dokternya tiba satu jam lagi. Kami mengisi waktu dengan mengobrol dan sedikit selfie. Sudah lama kami berdua tidak keluar bersama seperti tadi.

Sekitar pukul 1 siang lewat beberapa menit, dokter hewan yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Alhamdulillah. Mungkin karena pasiennya hanya Berry, kami disuruh untuk segera masuk ke ruangan periksa. Pak dokter agak kaget dan sangat tertarik melihat anak kucing kecil yang kami bawa. Pada awalnya, sepertinya Pak Dokter mengira kami memisahkan Berry dengan induknya, tapi setelah dijelaskan ia maklum. Berry terlihat lebih lemah dari sebelumnya karena baru saja mencret selama selang 1 jam menunggu dokter itu. Dokter memberikan beberapa tetes cairan infus via oral sambil mengingatkan saya agar menghangatkan bayi kucing dengan lampu pijar dan tetap telaten memberinya makan. Ia merekomendasikan penggunaan antibiotik oral tetes yang bisa didapatkan di apotek dan membebaskan biaya pemeriksaan. "Kasihan kucing kecil begini, tidak apa", kata dokternya. Aah, terima kasih Pak Dokter..

Di perjalanan pulang, kami sempat singgah di apotek untuk membeli obat antibiotik yang disarankan oleh dokter. Sekitar pukul 2 siang kami sampai rumah. Saya langsung memberikan obat antibiotik cair yang baru dibeli. Dari yang saya baca dan pernah saya pelajari semasa sekolah dulu, pemberian antibiotik harus hati-hati. Saya berencana memberikan dosis sesuai saran dokter dan leaflet produknya, yaitu 1 tetes sebanyak 3 kali sehari dengan selang 8 jam sekali. Itu berarti, jadwal pemberian obat untuk Berry adalah pukul 2 siang, 10 malam, dan 6 pagi. Semoga saya bisa memenuhi jadwal tersebut.

Sore hari, Kanda membelikan dan mempersiapkan lampu pijar untuk Berry. Sepertinya ia suka dengan kehangatan lampu pijar tersebut. Setelah minum susu agak banyak, Berry kembali tidur. Kerjaannya tidur terus, mengeong-nya pun masih lemah.. :'

Mohon doanya ya teman-teman, mudah-mudahan Berry segera diberikan kesembuhan dan bisa tumbuh menjadi kucing yang sehat dan kuat.. :'