5.11.2016

Pengalaman Perjalanan Darat Putussibau-Pontianak Dengan Bus Hidayah

Kalau di postingan sebelumnya saya berbagi tentang pengalaman perjalanan udara dari Pontianak ke Putussibau, di postingan kali ini saya mau cerita tentang pengalaman saya mencoba perjalanan darat dari arah sebaliknya, Putussibau ke Pontianak. Armada bus yang saya tumpangi adalah bus Hidayah dari CV Perintis.

*non-sponsored review, please read my disclosure policy for mor information

abang yang tidak saya kenal ini langsung berpose waktu saya mau ngambil foto buat bahan blog, hehe


Perjalanan udara dan darat dari dan menuju ke Putussibau adalah bagai siang dan malam. Beda pake banget. Kalau naik pesawat, waktu tempuh antara Pontianak dan Putussibau hanya sekitar 1 jam lewat beberapa menit, gratis makan, sementara dengan bus, Pontianak-Putussibau harus ditempuh dengan sabar, 14 jam beb! Makan tanggung sendiri.

Tidak hanya dari waktu tempuh dan makanan sih. Banyak aspek. Misalnya mabuk perjalanan. Serius. Kalau tidak kuat naik mobil yang goyang-goyang, sangat tidak dianjurkan naik kendaraan darat untuk mencapai atau pulang dari Putussibau. Saya sangat menyarankan naik pesawat jika dompet kuat. Tapi kalau tidak ya mau tidak mau ya, perut yang harus kuat! Hehe

Kalau saya kemarin sih niatnya memang sangat ingin merasakan 2 sensasi berbeda dari perjalanan udara dan perjalanan darat sekaligus sekali jalan. Jadi pergi naik pesawat, pulang naik bus, gitu. Awalnya Kanda menyuruh saya naik pesawat lagi, tapi saya bersikeras mau naik bus sendirian. Duh lagaknya yaa. Untungnya Kanda bisa menemani pulang, jadi ya sudah, kami jadi naik bus. Iyey! *niat kesampaian

Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, armada bus yang dipilih adalah bus Hidayah. Ukuran bus nya tidak sebesar bus besar D**ri yang jurusan Pontianak-Sintang melainkan lebih kecil dari itu, tapi lebih besar daripada bus D**ri jurusan Pontianak-Sambas. Kata Kanda ini namanya jenis bus perintis.

Sekitar pukul 13 kurang, kami dijemput oleh mobil kecil yang bangkunya berhadap-hadapan. Sampai di pangkalan bus Hidayah-nya, kami diturunkan lalu mobil penjemput tersebut menjemput penumpang lainnya. Ada juga sih penumpang yang datang diantar keluarganya. Yang pasti ngumpul dulu di pangkalan bus-nya.

mobil penjemput
Sepengamatan saya, pekerjanya cukup cekatan. Begitu kami sampai pangkalan bus, mereka membantu kami menurunkan barang dari bus jemputan lalu mengangkatnya ke bus penumpang yang nantinya akan membawa kami ke Pontianak. Tidak ada komentar macam-macam walaupun barang-barang yang kami bawa cukup banyak. Barang-barang penumpang ada yang diletakkan di bagasi atas dan di selasar antara deretan tempat duduk. Tiap baris ada 3 bangku. Tidak ada bagasi bawah seperti bus besar, karena bus perintis memang tidak terlalu besar. Disediakan kantong muntah juga. Mencurigakan..

Bagian dalam bus Hidayah
Oh ya, kami membeli tiket untuk keberangkatan pukul 13.30. Satu tiket seharga 200 ribu (per Mei 2016). Sebenarnya busnya hanya sekali sehari sih, tidak ada pilihan waktu lain. Sama seperti pesawat yang hanya punya satu jadwal penerbangan. Mungkin karena tidak terlalu ramai.

Selama menunggu di pangkalan armada bus Hidayah, penumpang yang menunggu bisa duduk di tempat duduk yang disediakan. Kalau kebelet juga ada kamar kecilnya. Buang air kecil penting lho sebelum perjalanan jauh. Sayangnya kamar kecilnya tidak terlalu bersih walaupun airnya melimpah, padahal sangat dibutuhkan. Hiks.

Tepat pukul 13.30, bus mulai jalan. Tepat waktu, pertanda baik. Padahal bus belum penuh loh. Belakangan saya baru tahu kalau sebagian penumpang yang berada di arah luar kota dijemput sekalian, supaya tidak mutar-mutar.

Tapi ya gitu deh ya, aroma bus kan khas ya, bikin kepala pusing. Apalagi jalan jelek, banyak lubang bikin bus goyang-goyang, ditambah banyak penumpang yang dengan tegaaaa sekali merokok di dalam bus. Huhu. Kombinasi tersebut berhasil membuat saya dan Kanda mabuk perjalanan. Saya berkeringat dingin dan merasa mual, jadi tahu kantong hitam sangat berguna dalam situasi seperti itu. Kami tidak banyak ngobrol sepanjang jalan. Saya malah tidur terus untuk menahan mual. Duh lemes dah pokoknya. Apalagi dengar Kanda bilang, kemungkinan baru singgah istirahat sekitar pukul 7 malam. Tambah pusing lah kepala berbi..

Untung Kanda keliru! Haha. Sekitar pukul 5 sore, bus berhenti istirahat di salah satu rumah makan, di daerah Nanga Tepuai. Berhubung kami sudah jama' sholat ashar dengan dzuhur sebelum berangkat, jadi tidak perlu sholat ashar di tempat ini. Di tempat ini lumayan sih, kamar kecilnya cukup bersih. Mungkin ada mushola, tapi saya tidak tahu karena terlalu mabuk untuk sekadar lihat-lihat.

Untuk mengisi perut, Kanda memesan nasi, sayur, dan ikan. Minumnya susu jahe hangat. Saya sendiri rasanya tidak nafsu makan nasi, tapi tetap harus makan. Eh pas lihat di sini ada jual sate, jadi saya pesan sate ayam kuah. Minumnya teh hangat. Saya tidak mencicip menu Kanda, tapi kalau sate yang saya makan sih, rasanya lumayan enak, tapi porsinya dikit. Cuma dapat 5 tusuk, ada yang gosong pula. Hiks. Untuk pesanan kami tersebut, totalnya 48 ribu rupiah. Lalu perjalanan dilanjutkan kembali. Mual pun kembali. Sebenarnya saya mual tidak sampai muntah sih, tapi yang seperti itu kan, yang sakit rasanya. Harus sabaar, kan saya sendiri yang mau naik bus. *rasain  xD

Sekitar pukul 8 malam, bus kembali berhenti. Pak supir berhenti di depan sebuah rumah makan. Rupanya Kami baru sampai Sintang. Di sini, saya dan Kanda hanya minum teh hangat, lalu bergiliran sholat maghrib di-jama' dengan sholat isya. Di rumah makan tersebut, kamar mandinya cukup bersih. Cuma mushola-nya kecil, tapi alat sholatnya bersih sih. Selesai sholat, Kanda mengajak saya menyeberangi jalan untuk membeli buah salak. Sambil menunggu pak supir kembali ke bus, kami berdua makan salak di depan SPBU. Iya, rumah makannya memang sebelahan dengan SPBU. Setelah pak supir masuk, kami para penumpang ikut masuk bus. Saya kembali memaksakan diri untuk tidur.

Sekitar pukul satu dini hari, bus kembali berhenti istirahat di rumah makan. Kali ini di daerah Sosok. Saya dan Kanda kembali tidak makan nasi, hanya pesan air teh hangat. Lemes. Oh ya, di sini ada mushola juga, jadi kalau yang muslim tidak sempat sholat di Sintang, bisa sholat di sini. Cuma ngantuk kan, jam 1 malam lho..

Setelah sekitar 20-30 menit istirahat, kami naik bus lagi. Saya tidur lagi dah sepanjang jalan. Hehe. Tidak terasa kami akhirnya tiba di Kota Pontianak saat subuh, sekitar pukul 4 pagi. Berhubung rumah kami dilewati bus-nya, jadi turun di jalan. Abang keneknya cekatan. Barang kita akan dibantu diturunkan dari bus tanpa ngedumel. Jadi walaupun mabuk perjalanan, tidak sensi gara-gara ulah orang, selain perokok yang tega ya, heuheu..

Begitulah pengalaman saya naik bus Hidayah dari Putussibau ke Pontianak. Untuk ukuran Pontianak-Putussibau sih, masih oke lah ya. Harganya juga lebih terjangkau daripada pesawat. Cuma saran saya, kalau mau naik bus jarak jauh seperti ini sebaiknya siapkan jiwa dan raga dengan baik. Makan yang cukup biar tidak masuk angin, dan minum madu 3 sendok juga katanya baik untuk menghindarkan mabuk perjalanan. Relakan diri untuk menikmati perjalanan walaupun sekadar tidur sepanjang jalan. Jangan mengeluh supaya tidak tambah sengsara, hehe.

Oke. Sekian dulu ya pengalaman saya naik bus dari Putussibau ke Pontianak. Semoga tulisan ini bermanfaat. Bye!