5.09.2015

Nyanyian Ekskavator

Ini salah satu foto saya waktu penelitian di Desa Ensaid Panjang, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Ekskavator ini digunakan untuk membuka lahan. Khawatir sih, karena ini dekaat sekali dengan kawasan berhutan Desa Ensaid Panjang. Apalagi memikirkan bahwa kawasan hutan di desa tersebut masih berstatus area penggunaan lain (APL) yang bisa berubah sewaktu-waktu. Bisa-bisa hutannya jadi kebun monokultur juga..

Bersama ekskavator
Saya dan ekskavator.
Foto diambil setelah mengunjungi Tawang Mersibung, salah satu hutan rawa Desa Ensaid Panjang 


FYI.
Di lokasi studi penelitian saya ini terdapat satu rumah betang (rumah khas suku Dayak) milik sub-suku Dayak Desa. Rumah betang tersebut merupakan satu-satunya betang yang tersisa dari kebudayaan Dayak Desa di Kabupaten Sintang. Hutan sangat penting bagi mereka. Berbagai pemenuh kebutuhan budaya (tangible maupun intagible) tersedia di hutan, termasuk pasokan kayu untuk bangunan rumah panjang tersebut, perkakas sehari-hari, sayur mayur dan buah. Jadi terbayang kan dampaknya bagi masyarakat lokal kalau hutan di dekat mereka hilang? Hutan hilang, keragaman hayati dan budaya ikut hilang. :(

Eh, bukan berarti saya kontra pembangunan yaa, karena bagaimanapun kita semua ini hidup mudah dan nyaman dari hasil pembangunan di atas tanah yang dulunya hutan. Saya juga tidak anti sawit karena masih menggunakan minyaknya yang lebih terjangkau daripada minyak kelapa yang lebih sehat. Cuma kadang saya pikir kita manusia memang agak keterlaluan dalam memperlakukan lingkungan, sering lupa dengan nasib makhluk lain yang punya nyawa, dan kadang kurang menghargai budaya yang menjunjung kesederhanaan,..

Hidup selaras dan harmoni dengan alam bukan berarti anti pembangunan, melainkan moderat dalam memanfaatkan alam. 

Ketika fungsi, luasan dan struktur hutan diremehkan dalam rencana pembangunan, potensi alam yang kaya itu jadi hilang begitu saja. Padahal ada alternatif pembangunan yang lebih sesuai, misalnya agroforestri atau wanatani (= kegiatan pertanian dan perkebunan terpadu dan terintegrasi dengan kehutanan), atau pengembangan ecotourisme (=pariwisata berwawasan lingkungan). Akhirnya kualitas lingkungan menurun dan satu lagi budaya berharga di Indonesia hilang.

Tidak, saya tidak menghujat pihak investor maupun pekerja, karena sama seperti masyarakat lokal, investor dan pekerja juga termasuk masyarakat yang berhak mendapatkan hak nya jika kewajiban sudah dilaksanakan. Hanya saja kondisi masyarakat lokal biasanya tidak seberuntung investor dan pekerja yang mendapat materi cukup untuk makan bagi keluarga, masyarakat lokal biasanya hanya kebagian makan janji.

Tanpa mengurangi hormat, menurut saya tentu yang bertanggung jawab adalah pihak pemerintah karena pemerintah lah yang berwenang dalam merencanakan dan mengelola kekayaan alam, yang punya kuasa mengatur berbagai pihak. Masyarakat di luar pemerintahan mah tidak punya kewenangan apapun, cetek, cuma bisa nyanyi. Ada yang bisa bernyanyi merdu, ada juga yang sumbang. Keroncong ada, rege ada. Normal sih. Namanya juga demokrasi. Kalau memaksakan itu tiran, ya kan?

Saya jadi berpikir, mungkin karena itulah jadi imam atau pemimpin itu berat konsekuensinya, bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat (untuk yang percaya akhirat). Kenapa? karena mengurusi hajat hidup orang lain itu amanah yang ribet dan menyusahkan. Belum lagi kalau yang mau diurus susah diurus. Dan semakin banyak yang dipimpin, semakin besar juga kesulitannya. Duuh, ngurus diri sendiri saja susah, ihik. Karena itu, jangan iri kalau ada pemimpin yang bisa punya pahala yang luaaaaar biasa karena menjaga amanah. Soalnya resikonya juga luar biasa kalau sampai khianat dengan amanah. Tapi, gimana bisa iri ya? kan pahala dan dosa nggak kelihatan? hihihi.

Semua orang memang bisa jadi pemimpin, cuma pemimpin baikkah atau pemimpin burukkah? Jadi, mari kita berdoa bersama, semoga para pemimpin (termasuk diri sendiri) bisa kuat menahan godaan hawa nafsu dan bisa berfokus untuk memberikan manfaat usia bagi masyarakat luas sebaik mungkin, termasuk kepada tipe-tipe yang hanya bisa nyanyi-nyanyi kecil seperti saya ini, serta burung-burung cantik di pucuk pohon di tengah hutan negeri ini. Aamiin.. :)