5.02.2015

Dikira Pacaran

Selama beberapa tahun di perantauan, saya dan suami sudah sering kali dikira pacaran oleh orang-orang yang tidak mengenal kami. Lebih seringnya oleh para pemuda pemudi yang notabene tahu agama: laki-laki berjenggot atau wanita berjilbab. Yang tidak berjenggot dan tidak berjilbab juga banyak mengira hal yang sama, cuma karena di kota rantau ini mayoritas muslim jadi rasanya lebih banyak yang seiman yang memelototi kami kalau jalan atau duduk berdua. Contohnya kejadian waktu menukarkan voucher belanja bulan Maret lalu.

Dikira pacaran
Foto pasca-wedding (Desember 2011)
(credit: Ratsio Wibisono)

Saya maklum sih. Namanya juga manusia. Mau yang alim ataupun yang preman, tidak ada yang pernah lepas dari yang namanya prasangka. Saya juga begitu, suka berprasangka buruk (untung suami sabar mengingatkan). Ditambah kondisi kami yang belum menggandeng anak, makin jadilah orang-orang yang tidak kenal memelototi kami. Mungkin risih melihat ada saudara muslim dan muslimah yang terlihat tak punya hubungan darah (wajah kami berbeda) tapi kok tidak menjaga jarak. Mereka mungkin tak sadar membuat saya sedih karena kangen dengan anak kami yang lebih dulu meninggalkan dunia, dan saya belum hamil lagi.

Ambil hikmah baiknya, wajah kami masih terlihat muda.*dilempat duit*. Selain itu saya menghargai prasangka mereka sebagai wujud kepedulian sesama manusia, terlebih saudara seiman. Toh kami memang menampakkan identitas sebagai muslim dan muslimah, jadi ya wajar kalau saudara seiman juga yang menegur kalau salah. Saya juga mungkin akan begitu.

Masalahnya kami tidak salah.. :v  

Saya dan suami memang seringkali bergandengan tangan agar tidak terpisah di keramaian. Itupun dengan catatan, kalau di depan anak-anak kecil kami melepaskan gandengan agar tidak ditiru. Maklum anak-anak kan belum paham dan belum dapat menyaring soal ini. Selain itu saya selalu memegang pinggang suami kalau digonceng di motor kecuali kalau lagi ngambek agar tidak terjatuh. Kami juga biasa tertawa, bergurau atau berfoto berdua. Tapi seingat saya hanya sebatas itu scene mesra yang kami sepakati boleh dilihat oleh khalayak. Sebisa mungkin tak lebih daripada itu semua, 

Dikira pacaran
Foto berdua pasca saya melahirkan (Oktober 2013)
(Credit: Ameldalia Karmoni)

Makanya kadang saya risih dengan pandangan orang lain yang risih kepada kami. Tapi balik lagi, mungkin wajah kami terlalu imut, tsaah~  *menghibur hati lagi* *dilempar duit lagi* :D 

Pengetahuan kita sangat sedikit. Kita takkan pernah tahu apa-apa (termasuk semua yang dialami orang lain), kecuali Tuhan mengizinkannya.. 

Semoga ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi saya sendiri agar lebih berhati-hati bertindak atas dasar prasangka. *masih suka suudzon* :(  

Semoga bermanfaat dan Salaam!