9.23.2012

Bantuan di Hari Kedua


Tak terasa, sehari terlewati. Pagi sebelumnya kami masih bangun di atas ranjang ukuran king yang empuk dengan selimut lembut hangat (meskipun malam sebelum pagi sebelumnya itu, mata saya berkaca-kaca memikirkan harus jauh dari rumah. Cengeng).

Bangun di pagi hari setelah hari tersebut, saya merasakan sesuatu yang berbeda. Ada suara burung yang menyapa telinga. "Di mana ini?", tanya saya kepada diri sendiri ketika membuka mata. Ketika melihat suami yang tidur di ranjang sebelah, saya baru sadar: Oh iya. Saya kan di Bogor...
Meski hanya berselisih 24 jam, keadaan sekarang sudah jauh berubah. Kami tidak sedang di rumah, tidak di kota yang sama, dan dikelilingi oleh orang-orang sibuk. Dan masalah utama yang sangat mengganggu pagi itu adalah mengenai masalah penginapan.


Kamar wisma amarilis tempat kami menginap..
Wisma Amarilis IPB merupakan penginapan yang nyaman dan bersih. Meskipun kami hanya mendapatkan kamar dengan tempat tidur terpisah dan kecil, kami mendapatkan tempat yang nyaman di lantai dua karena di bagian belakangnya banyak pohon yang rindang dan sejuk.

Sayangnya, untuk ukuran perantau yang tidak punya banyak bekal uang (dana beasiswa belum cair dan harus menggantungkan hidup lewat uang tabungan seadanya dan sedikit tambahan dari orang tua), menginap di tempat ini tidak bisa lama-lama. Tarif penginapan di kamar tipe kami saja untuk semalam adalah sebesar 125.000 IDR. Saya lupa untuk tipe lainnya, kalau tidak salah ada yang lebih urah, tapi untuk single bed tentunya.

Sekali lagi, tarif sebanyak itu mungkin tergolong murah, jika kita hanya sekedar berlibur. Masalahnya adalah, kami di sini tidak dalam misi berlibur. Jadi, menginap lebih lama di tempat yang memanjakan hanya akan menyiksa kami di kemudian hari. Terutama di bagian kantong. Bisa bolong.

Akhirnya kami sarapan, mandi, dan menyiapkan berkas untuk diverifikasi hari tersebut. Kami juga menyiapkan koper agar tidak terlalu berantakan. Setidaknya dengan begini, jika tidak dapat pindah hari tersebut, kamar tidak akan berantakan. Dan jika kami mendapat tempat lain untuk menginap, dapat segera berkemas tanpa harus merasa takut ada barang yang tertinggal, mengingat jadwal check-out harus pada pukul 12.00 WIB atau sebelum itu.

Pagi-pagi, sekitar pukul 08.00 teng, kami sengaja ke rektorat untuk mengurus verifikasi, dan berharap prosesnya tidak terlalu lama. Ternyata, sekali lagi, verifikasi diundur hingga Senin. Mungkin karena hari itu hari Jumat (jam kerja lebih pendek) sedang esok harinya (Sabtu) libur.

Menurut pihak SPs, seharusnya mahasiswa diberi tahu via sms, tapi entah mengapa tidak ada sms pemberitahuan untuk saya maupun suami. Antara kesal dan bersyukur, sih. Kesal karena cukup menyita waktu, namun bersyukur, setidaknya ketiadaan jadwal verifikasi hari itu memberi kami kesempatan mencari tempat menginap yang lebih murah.

Kembali ke penginapan, kali ini tidak lagi dengan ojek atau berjalan kaki melainkan dengan motor pinjaman yang amat terasa memudahkan. :)

Kami terpaksa menolak ajakan hati yang ingin jalan memutar karena tidak ingin menyianyiakan waktu lebih banyak, jika tersesat. Apalagi menyadari permasalahan serius yang kami hadapi.

Sampai di penginapan, Kanda menghubungi beberapa teman yang telah tiba di Bogor lebih dulu. Walau mungkin hanya selisih beberapa bulan, mereka pasti lebih mengetahui kampus lebih banyak dari kami. Kami sengaja tidak menghubungi Ari, teman yang kemarin menemani Kanda mencari kontrakan, karena dia sudah banyak membantu untuk hal yang sama. Selain itu, kalau tidak salah Ari sudah berada di semester 2 yang sibuk dan penuh kuliah, maka kami memilih tidak akan membebani Ari lagi, untuk hal yang sama. Jadi hasil survei sehari sebelumnya dengan Ari dijadikan referensi bandingan untuk survei hari itu, jika memang harus survei...

Kami menghubungi siapa saja kenalan kami di Bogor. Sebenarnya ada sepupu saya yang sedang kuliah S3 di Bogor, namun tidak dapat membantu karena kesibukannya.

Seorang teman bernama Ryandi, bersedia membantu mencari kontrakan seusai kuliah. Namun ini berarti kami harus memperpanjang masa menginap, dan mengeluarkan 125.000 IDR lagi dari kantong. Kami menanyakan opsi lain yang mungkin, dan dia menyarankan kami untuk menghubungi dosen kami dulu yang sedang mengambil S3. Ada 2 orang, Bu Ifa dan Bu Padma. Bu Ifa dulu adalah dosen PA (pembimbing akademik) saya, seorang yang lembut dan keibuan. Sedangkan Bu Padma adalah dosen yang mengajar ekologi dasar dan ekologi hewan, seorang wanita tegas namun menarik dan luwes saat membagi ilmu yang dimilikinya.

Kedua dosen kami tersebut mendiami kontrakan, jadi Ryandi menyarankan untuk bertanya/konsultasi dulu mengenai kontrakan karena Ryandi sendiri di kosan, jadi hal-hal penting untuk mencari kosan dan kontrakan pasti berbeda. Selain itu, kata Ryandi, siapa tahu saja ada informasi kontrakan yang masih tersedia (karena setidaknya pasti ada masa-masa berburu kontrakan yang dialami oleh dosen-dosen kami tersebut). Jadilah kami, menghubungi keduanya saat itu juga, walaupun sebenarnya enggan karena takut merepotkan (lagi) kedua orang yang banyak berjasa pada masa kuliah S1 dulu.

Setelah menghubungi kedua dosen tersebut, ternyata kami mendapat sambutan sangat hangat dari Bu Ifa maupun Bu Padma. Keduanya bersedia membantu. Bahkan Bu Ifa secara spontan menawarkan kami untuk menginap sementara di rumah kontrakan tiga kamarnya di daerah Yasmin.

Alhamdulillah, ucap kami dalam hati. Meskipun ada perasaan "sangat" tidak enak karena pasti akan merepotkan Bu Ifa, setidaknya untuk beberapa hari ke depan kami tidak harus terlantung-lantung tak jelas.

Setelah mendapat kepastian itu, kami segera berkemas. Kanda mengeluarkan tas pada pukul 11.00 WIB, check-out, sekaligus turun untuk sholat jumat di Masjid Al Hurriyah IPB. Setelah check-out, saya menunggu Kanda bersama koper-koper dan tas-tas ransel di lobi wisma hingga tengah hari. Selepas sholat, Kanda dibantu Ryandi, mengangkat koper ke GWW IPB, tempat Bu Ifa menunggu. Sebelumnya, saya diantar lebih dulu untuk bertemu dengan Bu Ifa, baru kemudian mereka dua kali bolak-balik membawa koper dengan motor.

Setelah semua barang lengkap di GWW, kami pamit dan menitipkan sepeda motor kepada Ryandi. Alhamdulillah, Ryandi bersedia membantu lagi.

Kami bertiga: Bu Ifa, saya dan suami berjalan ke arah pintu kecil tempat angkot banyak berhenti. Dan memang, tak perlu menunggu lama kami sudah di dalam angkot. Bogor memang kota seribu angkot. :)

Setelah sampai di terminal Bubulak, kami ganti angkot untuk ke arah Yasmin. Setelah sampai di Yasmin, saya dan Kanda menyeret koper penuh perbekalan kostum dan menenteng tas ransel, seorang satu. Bu Ifa mungkin tidak tega melihat saya yang kerepotan sehingga beliau membawakan kantong lain yang hampir ketinggalan. Kami tiba di kontrakan Bu Ifa sekitar pukul 2 siang. Sesampainya di sana, kami beristirahat. Selama menginap di sana, kami diperlakukan seperti keluarga sendiri oleh beliau. Masakan yang dibuat Mbak Nur, asisten rumah tangga Bu Ifa, disajikan untuk kami tanpa pilih kasih. Anak ibu, Faizah juga mulai dekat dengan kami karena sering diajak main dan bercanda.

Kami akhirnya mendapatkan kontrakan dan pindah dari rumah kontrakan Bu Ifa tepat sepekan (23-30 September 2011).

Ucapan terima kasih
Semoga Bu Ifa dan keluarga mendapat balasan kebaikan yang lebih banyak dari Allah SWT. Aamiin.
Demikian pula untuk Ari, Ryandi, Rion, dan Bu Padma, serta orang-orang yang pernah membantu kami di sini (tidak bisa disebutkan satu per satu), meskipun hanya berupa doa; semoga bantuan dan kehangatan mereka mendapatkan balasan kemudahan dari Allah SWT. Aamiin.
Untuk Bapak dan Mama yang memberi pinjaman tanpa batas, semoga bantuan Allah SWT selalu tercurah. Aamiin ya Rabbal alamin.

[Cerita sebelumnya]