5.20.2017

Catatan 20 Mei 2017

Hari ini peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Bertepatan dengan itu, Kota Pontianak saya tercinta tercatat menjadi lokasi 2 kegiatan besar bersamaan yaitu acara aksi damai Bela Ulama 205 dan pembukaan Gawai Dayak 2017. Sebagai warga dari wilayah yang pernah mengalami konflik horizontal terkait isu SARA, terus terang ada rasa khawatir di hati ini. Saya tahu saya tidak sendiri..

(credit: Christian Holmer @ flickr.com)


Kabar baiknya, syukur alhamdulillah, sampai tulisan ini diterbitkan, keadaan Kota Khatulistiwa kami tercinta insyaallah kondusif dan aman. Ada sih dengar kabar begini-begitu, tapi untungnya bisa diredam dan saya yakin pelakunya hanya oknum yang tidak bertanggung jawab dan berupaya mengadu domba. Allah masih melindungi kami.

Sebagai peranakan Dayak yang memeluk agama Islam, sungguh saya terenyuh dan terharu ketika melihat postingan teman-teman di sosmed yang menginfokan kabar di lapangan lewat beberapa foto terkini. Foto-foto yang paling berkesan adalah foto-foto kelompok peserta gawai yang didominasi warna merah dan kelompok peserta aksi damai yang didominasi warna putih, dilengkapi caption foto yang isinya kira-kira begini:
Merah dan putih memiliki makna dalam yaitu simbol keberanian dan kesucian. Jika keduanya bersama dan bersatu, kita akan terhormat dan segagah Sang Saka Merah Putih, bendera Indonesia. 
Ini sungguh membesarkan hati dan berhasil membuat saya nyaris menangis haru. Akur-akur terus ya, saudara-saudaraku. :'

Sampai di sini saya mohon dukungan dari teman-teman tercinta. Tolong terus doakan kami yang pernah trauma melalui konflik sosial yang kelam ini, ya. Doakan kami tetap berkepala dingin meskipun kota kami luas biasa panas cuacanya karena berada tepat di khatulistiwa. Doakan kami dapat menyampaikan aspirasi masing-masing dengan baik dan proporsional. Doakan kami agar dapat marah dengan elegan dan tidak berlebihan. Doakan kami tidak terpecah karena lisan provokator yang berbahaya.

Akhirnya, semoga yang terbaik untuk kita semua. Terima kasih