Siap-siap memancing |
Karena judulnya "memancing", maka para pria (Kanda, Rio, Aloy) mempersiapkan alat pancing masing-masing. Mereka sempat kebingungan mencari tempat penjualan umpan hidup seperti jangkrik, kodok, cacing, dsb. Rencana mancing gagal total jika di tengah jalan kami tidak teliti mencari toko yang dimaksud. Di sana, kami membeli satu kantong kecil berisi jangkrik seharga 10 ribu. Isinya lumayan banyak. Jadi deh mancing. ^^
Jangkrik boss! |
Sebenarnya sih, kalaupun tidak dapat umpan dan tidak jadi mancing, mereka bertiga tetap berencana jalan-jalan, sekadar berkeliling menyesatkan diri. Iya, menyesatkan diri, soalnya kami berempat sama-sama rantau sih. Jadi ya gitu deh.
Saya sih senang saja diajak jalan-jalan walaupun cuma sekadar menyesatkan diri. Malah menurut saya tersesat itu kadang diperlukan. Dengan tersesat, kadangkala kita bisa menemukan teman baik yang setia. Kalau beruntung, kita juga bisa ketemu tempat cantik yang menyenangkan. Bisa buat bahan ngeblog. Eeh.. Hhihihi
Kami pun memulai perjalanan menuju arah luar kota. Kata Kanda, itu jalan ke arah Kampung Bika. Di sana kami sempat melewati jalan yang tidak ada tiang listriknya, wih.. Setelah melewati perkampungan warga, kami singgah di sekitar lahan terbuka dekat kapal agen solar dan minyak tanah terapung --semacam pertamina di atas air.
Di sana Kanda bukannya langsung menyiapkan alat pancingnya. Ia malah pergi mengeksplorasi tanaman. Yah begitulah kelakuan pencinta tanaman. Nah, kalau Rio dan Aloy tetap konsisten memancing. Mereka kelihatan sibuk mempersiapkan tali pancing dan umpan. Setelah kembali dari mbolang, barulah Kanda tergerak untuk ikut memancing. Saya sih nonton saja. Saya tidak pernah memancing sebelumnya dan tidak terlalu tertarik dengan kegiatan ini. Saya lebih tertarik menaiki pertamina terapungnya. Hehe.
[Nanti deh kalau sempat saya akan cerita tentang itu]
Kami berempat menaiki kapal agen solar dan minyak tanah terapung. Sayang disayang, air sungai sedang pasang dan airnya cukup deras saat kami datang. Konon sulit memancing di air yang seperti ini. Tidak apa tidak dapat ikan, yang penting diinventaris dulu. Setelah menikmati pemandangan sebentar, kami melanjutkan perjalanan mencari spot pemancingan lain.
Berbalik arah melewati jalan yang sama, kami sempat singgah di sungai kecil di tepi jalan dekat jembatan yang sepertinya banyak ikan. Ada jala dan joran bambu yang dibiarkan di sana. Mereka bertiga bersemangat lagi, mancing lagi.
Tempat ini cantik, tapi kami hanya sebentar di sana. Soalnya mata kail yang dipakai tidak sesuai dengan ukuran ikan di situ, terlalu besar. Mereka tidak bawa mata kail yang lebih kecil.
Perjalanan dilanjutkan. Setelah singgah sebentar di masjid pinggir jalan untuk menunaikan sholat ashar, mobil dikendarai ke arah Kampung Melapi. Jalan di sini tidak kalah sepi, tapi kondisinya mulus.
Persinggahan pertama kami di jalur ini adalah tempat yang cantik, tapi saya tidak tahu nama tempatnya. Di sana air deras, jadi kami hanya bersantai sebentar. Rio dan Aloy sempat syuting video singkat sementara saya dan Kanda main lempar batu. Kanda hebat lo, bisa melempar batu sampai bisa meloncat. Hhihi. Jangan tanya saya. :p
lempar batu sembunyi senyum, eaaak xD |
Btw, lokasi ini mengingatkan saya pada adegan Ron ngajarin Hermione melempar batu di film Harry Potter 7 part 2. Romantis, deh. Hihihi. Sayangnya adegan itu dipotong karena mungkin dianggap kurang penting untuk jalan cerita. *ini kenapa jadi ngomongin Harpot ya, ✌
Kami melanjutkan perjalanan. Di jalur ini, kami bisa melihat beberapa rumah betang dari jalan raya. Rumah-rumah tradisional itu yang masih ditempati, lho. Keren! Buat yang penasaran dengan permukiman komunal tradisional masyarakat Dayak, main ke sini deh. Sayang saya tidak punya satupun dokumentasi foto tentang ini, soalnya hp saya sudah kehabisan baterai di lokasi sebelumnya.
Karena misi kami adalah menemukan lokasi mancing yang bagus, kami melanjutkan perjalanan dan baru berhenti di sebuah jembatan beton besar dengan sungai yang diperkirakan banyak ikannya. Hari mulai hujan rintik-rintik saat kami tiba. Kami berteduh di bawah jembatan. Sepertinya lokasi ini memang sering dipakai untuk memancing. Atau tempat para buruh jembatan berteduh? Entahlah, pokoknya seperti itu. hehe.
Uji coba memancing pun dilakukan. Mata kail Kanda sempat nyangkut di beton, untung masih rejeki bisa ditarik lagi, alhamdulillah. Aloy yang kehilangan mata kail saat di Bika hanya menonton, seperti saya. Sementara Rio mencoba mata umpan baru yang dilempar jauh ke arah hutan. Sayang tidak ada satupun ikan yang memakan umpan. Kalau kata Kanda sih memang susah memancing ikan di waktu hujan. Soalnya para ikan lebih suka ngumpul bersama keluarga di rumah, dingin sih. Jiahhh xD
Langit semakin gelap, kami pun pulang. Kami tiba di rukan tepat masuk waktu maghrib. Alhamdulillah walaupun hanya beberapa jam tapi saya senang sekali. Terima kasih Kanda dkk, sudah mengajak saya jalan-jalan. Nanti ajak lagi yaa. Hehe