(credit: www.huffingtonpost.com) |
Sebelumnya, sudah pernah nonton film Inside-Out? Saya sudah pernah dan suka dengan pesannya. Mungkin di kesempatan lain saya akan bikin ulasannya. Sudah pernah niat sih, tapi tidak dikerja-kerjakan.. :P *ketok jidat sendiri
Terus terang, pesan moral dari sutradara film Inside-Out di foto di atas membuat saya merasa tersentuh, merasa dimengerti. Bahwa merasa sedih adalah manusiawi. Tidak apa. Yang penting alirkan energi kesedihan itu dengan melakukan hal-hal produktif, yang bisa bermanfaat bagi kehidupan kita dan sekitar. Bersedihlah, tapi jangan lupa berkarya. Kira-kira seperti itu.
Sebagai seorang yang pernah merasakan depresi, dicap dengan ucapan tidak tahu bersyukur dan hal semacam itu saat merasa sedih adalah hal yang kejam. Karena terkadang sedih tidak melulu tidak tahu bersyukur. Biasanya yang sulit adalah menerima keadaan, dan biasanya orang yang sedih adalah orang yang sedang berproses untuk menerima. Mungkin belum, tapi bukan berarti tidak mau bersyukur. Entahlah. Pergolakan emosi terkadang sulit dipahami. Itu menurut saya..
Saya jadi teringat dengan kejadian di masa SMP. Saya ingat betul, waktu itu saya di kelas 3 SMP, duduk di barisan ketiga dari depan. Jadi ceritanya saya pernah bermasalah dengan teman-teman yang biasa ngumpul dengan saya. Mereka cuek dengan saya dan saya pun memang menjauhi mereka, karena satu dan lain hal. Saya lupa pasal apa. Pokoknya waktu itu sempat semingguan saya selalu istirahat dan jalan ke kantin sendiri. Saya sangat sedih sekaligus marah waktu itu.
Berhubung tidak ada teman yang diajak bicara atau bercanda (ada sih teman-teman lain, tapi rasanya tetap berbeda) maka saya berlatih Fisika waktu istirahat untuk mengalihkan emosi. Sampai sekarang saya ingat yang saya pelajari: bab resistor (penghambat listrik). Kebetulan waktu itu kami akan ulangan mata pelajaran tersebut. Hari berganti, ulangan pun selesai. Sewaktu kertas ulangan beserta nilainya diberikan kepada kami, saya terkaget-kaget dengan nilai saya yang sempurna, 10. Bu guru juga sepertinya tidak menyangka. Saya yang biasanya tidak disuruh ke depan untuk mengerjakan soal (maklum bukan siswa menonjol) jadi disuruh menyelesaikan soal di papan tulis. Karena saya belajar, alhamdulillah saya bisa mengerjakan dengan lancar.
Momen lain adalah waktu saya mengalami IUFD. Saya terpuruk, tapi alhamdulillah, dengan mengalihkan energi ke kegiatan yang lebih produktif seperti ngeblog, saya bisa bertahan sampai sekarang. :)
Cerita lain pernah saya dengar waktu nonton Oprah Winfrey Show, tentang seorang wanita yang obesitas (lupa namanya). Wanita ini memiliki saudari kembar dan seorang anak lelaki. Semua keluarganya sudah mengingatkannya untuk menjaga kesehatan dan tidak makan berlebihan, iya tertekan, tapi tidak juga diet. Waktu berlalu. Enam tahun kemudian, tanpa disangka sang anak yang selama ini memiliki kekhawatiran kehilangan mamanya yang obesitas, justru meninggal lebih dulu karena kecelakaan. Kesedihan melanda sang ibu. Sempat terpuruk, tapi ia bangkit dengan berupaya melakukan apa yang seharusnya dulu dilakukannya: hidup sehat. Ia berdiet dan olahraga secara rutin. Hasilnya, ia bisa turun berat badan dan lebih sehat.
Cerita lain, tentang kesedihan Pak Habibie waktu kehilangan Bu Ainun. Sepertinya tidak perlu saya tuliskan di sini. Semua orang sudah tahu ceritanya.
Nasihat sutradara Inside-Out itu memanggil memori lama saya itu. Sebuah nasihat yang sangat baik, terutama untuk orang-orang melankolis seperti saya. Kalau direnungkan lagi, orang melankolis malah harusnya punya karya yang lebih banyak sewaktu merasa sedih atau perasaan negatif semacam itu. Yang perlu diingat, alirkan perasaan ke kegiatan positif. Jangan takut dicap baper, karena yang tahu adalah yang mengalami. Semangat!
Begitulah catatan hari ini. Sudah dulu ya, sampai nanti..