Singkatnya:
Langsat (Indonesia) = duku (Pontianak)
Duku (Indonesia) = langsat (Pontianak)
Squid (Inggris) = cumi (Indonesia) = sotong (Pontianak)
Cuttlefish (Inggris) = sotong (Indonesia) = sotong kodok (Pontianak)
Nah loh. Pusing? :D
Orang yang kurang jalan-jalan mungkin akan langsung berkata dengan lantang, "Orang Pontianak salah tuh!", seperti yang pernah saya lihat di acara televisi nasional. Ditertawakannya pula. Sangat tidak elok, menurut saya, menertawakan seperti itu. Indonesia ini tak hanya kaya sumber daya alamnya saja, tapi juga kaya budaya. Rasa-rasanya tidak ada negara lain di dunia yang punya keragaman budaya seperti di Indonesia. cmiiw.
Sepatutnya
Perbedaan nama lokal tiap daerah di dunia dalam menamai 1 jenis makhluk hidup yang sama memang sudah menjadi perhatian para ilmuan dari jaman dulu. Makanya dibuatlah sistim penamaan ilmiah yang disebut Binomial Nomenclature atau Binary Nomenclature yang diperkenalkan oleh seorang ilmuan Swedia bernama Carl Linnaeus. Sistim ini cukup bijak dalam menjembatani perbedaan nama lokal setiap daerah.
Sekadar informasi singkat, binomial nomenclature atau binary nomenclature adalah sistim resmi dalam penamaan spesies makhluk hidup dengan cara menyusun nama menjadi dua kata. Kedua kata yang digunakan menggunakan bentuk gramatik Latin, meskipun bisa saja didasarkan pada kata dari bahasa lain yang di-latin-kan. Nah, dua kata tersebut dikenal sebagai nama binomial, atau binomen, atau nama ilmiah, atau nama latin. Kata pertama mengidentifikasikan genus spesies yang dimaksud, sedang kata kedua mengidentifikasikan spesies tersebut dalam genus. ~hasil ngepoin wikipedia
Oh ya. Satu species hanya memiliki satu binomen (dan beberapa nama sinonim binomial), tapi sangat mungkin memiliki banyak nama lokal. Contohnya, Homo sapiens. Dalam bahasa latin, kata "homo" berarti orang atau manusia dan kata "sapiens" berarti bijaksana. Mungkin karena manusia punya otak untuk berpikir, beda dengan spesies lain. Nah, nama lokal manusia itu banyaaak sekali. Orang Inggris boleh saja menyebutnya human, orang Belanda menyebutnya mensen, orang Jerman menyebutnya menschen, orang Sunda menyebutnya manusa, orang Jawa menyebutnya manungsa, dll. Tidak ada yang bisa disalah-salahkan karena memang begitulah sifat nama lokal, tidak seragam. Kalau ingin dipahami seluruh dunia, gunakan binomen.
Sekarang, kalau ada pembawa acara
Hehehe, tentu saja Homo sapiens, hanya saja kurang bijaksana yaa...
Betul lah kata pepatah, Oryza sativa yang semakin berisi akan semakin merunduk. Semakin banyak seorang Homo sapiens mencari tahu, maka semakin tahu pula ia bahwa ia hanya tahu sedikit dari banyak ilmu yang ada di muka bumi. Karena itu ia jadi tidak mudah merendahkan orang lain (baca: tidak sombong).
Sekarang ijinkan saya ingin meluruskan sesuai penamaan binomial untuk sotong dan cumi (yang sama-sama dari Kelas Cephalopoda:
- Makhluk dari orde Teuthida adalah squid menurut mayoritas orang berbahasa Inggris, cumi menurut mayoritas orang Indonesia, dan sotong menurut orang Pontianak.
Sedangkan:
- Makhluk dari orde Sepiida adalah cuttlefish menurut orang berbahasa Inggris, sotong menurut mayoritas orang Indonesia, dan sotong kodok menurut orang Pontianak.
Ini juga berlaku untuk kasus langsat-duku dan banyak perbedaan bahasa lokal lainnya...
Pelajaran moral:
Ingat, jangan terlalu mudah menyalahkan, ya! *selftalk*
Oke. Begitulah uneg-uneg saya
berbeda bukan berarti salah...
ReplyDeleteyup!
Deletewaduh, acara apa itu mak? :(
ReplyDeleteAda Mak, acara di salah satu tv swasta. Isinya nanya2in orang tentang suatu topik. Biasanya satu episode 2 topik plus penjelasan dari pakar dari masing-masing topik.
DeleteOrang-orang yg berusaha jawab biasanya diketawa-ketawain, padahal belum tentu jawaban yg ditertawainya itu salah. Cuma karena cara menjelaskan beda dikit sm pakar (tp intinya sama) bisa tuh diketawain naratornya. Heran juga saya, pede banget ngetawain orang lain, padahal kalau dianya yg ditanya sambil disorot kamera belum tentu bisa jawab benar..
Si narator senang bilang, "masih salah ya kaka"... Kira-kira pernah nonton acara tsb nggak mak? Hehehe
Jauh amat, beda desa dlm satu kota dlm menyebutkan sesuatu jg byk. Kalo langsat versi tpt saya malah langsep hihih. Kalo sotong, cumi agak besar
ReplyDeleteKalau buat saya yg asli Pontianak, Pontianak itu nggak jauh Mbak. Soalnya selalu dekat di hati, ^_^ Iya, di Kalbar juga gitu, beda desa beda bahasa... :) makasih kunjungannya yaa
DeleteTemenku bukan orang Ponti, dia orang Pekalongan yang tinggal di Rembang dan lama di Papua kalo nyebut cumi juga sotong mak
ReplyDeleteTuh kan, berarti nggak cuma Kalbar kan, Mak? hehe
Deletekalau di Cirebon antara cumi dan sotong disebut dengan sotong
ReplyDeletekalau memang beda kenapa harus sama, di tempatku namanya nos atau nus
ReplyDeleteKalau boleh tau, itu di mana?
DeleteMemang gak elok Mak menertawakan keragaman yang sebenarnya indah. Heran deh, apa masalah orang2 itu kalau tiap daerah punya "kebijakan" lain ya. Kadang2 memang ada yang seperti itu. Sy juga memperhatikannya :)
ReplyDeleteUnik ya Mak. Kapan2 kalo bisa ke Pontianak saya jadi tahu nih istilah2 duku, langsat, cumi, dan sotong :)
Iya Mak Niar. Keberagaman ditertawakan rasanya gimanaa gitu.
DeleteMak Niar, makasih ya udah singgah. Pontianak sama uniknya dengan kota-kota lain, cuma belum terkelola dengan baik. Oh ya. kalau nanti berkunjung ke Pontianak, saya rekomendasikan wisata kuliner, mak. Salah satu yg top, namanya Sotong Pangkong. Kapan-kapan saya review deh, supaya tambah penasaran.. ^^
Pontianak hampir sama dengan Pekanbaru ya soal bahasa, beda dengan Jawa. Anak2 saya suka bingung. Tapi diketawain gara2 beda bahasa gitu, saya sudah kenyang mak, karena waktu kecil bbrp kali pindah kota.
ReplyDelete