8.09.2017

Prajurit Kebanjiran

Suatu hari di pekan yang lalu, banyak sekali pasukan semut yang naik ke rumah kami. Sudah disapu pun tidak berkurang jumlahnya. Malah beberapa kali terlihat berkerumun, seperti akan membuat sarang baru. Hiey. Kanda sempat berkata, jangan-jangan bakalan banjir nih! Tapi mengingat musim yang "seharusnya" masih belum masuk musim penghujan (normalnya bulan Oktober-Maret), plus cuaca pekan lalu sedang panas-panasnya, kami hanya menganggap itu gurauan semata. Siapa yang sangka, subuh tadi waktu akan turun sholat subuh, Kanda naik lagi ke rumah, tidak jadi ke masjid. Banjir, katanya. Nah lho! Beneran banjir. Apakah benar ada hubungan antara semut dan banjir itu? Bisa jadi tapi entahlah, saya tidak punya datanya. Yang jelas sekarang banjir..

Putussibau, banjir, motor tenggelam
motor berendam

Sebagaimana dampak banjir umumnya, tentu itu mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Susah kemana-mana. Apalagi kalau ingat air yang kemungkinan besar kotor, adududuh..

Pagi menjelang siang, tidak ada tanda-tanda air surut. Sebaliknya, air justru kelihatan naik sedikit. Mengkhawatirkan..

kampung prajurit, banjir
Airnya naik satu tangga
(credit: Janiarto Paradise)
Eh tapi itu dari sudut pandang orang tua ya. Kalau anak-anak sih, justru senang. Anak-anak tetangga kami malah beramai-ramai mandi berenang di jalanan yang tergenang. Mereka main air dari pagi-menjelang-siang sampai sore-menjelang-maghrib. Luar biasa energinya. tapi saya senang mendengar suara mereka bermain air. Ceria. Yah, walaupun mama-mama mereka bergiliran berteriak memanggil anaknya supaya pulang. Hihi. Rame..

putussibau, banjir, anak-anak, main air
Anak-anak menikmati banjir
(Credit: Janiarto Paradise)

Memang sih, kalau dengar cerita tetangga yang asli sini, Kampung Prajurit --tempat kami tinggal sekarang-- memang terhitung lebih rendah daripada sekitarnya, jadi mudah banjir atau tergenang air. Ditambah lokasinya tidak terlalu jauh dengan Sungai Kapuas. Kalau curah hujan tinggi di saat air sungai pasang, udah deh, banjir. Salah satu tetangga kami bercerita, pernah tahun kapan, banjir begitu tinggi, sampai sedengkul di dalam rumah. Padahal rumah tetangga kami itu kurang lebih tingginya dengan sebagian besar rumah-rumah di Kapuas Hulu, yaitu sekitar 1,5 meter. Mak jleb bener kan.. *ngeri

Waktu cerita ke ortu di Pontianak, Bapak saya --yang dulu pernah beberapa tahun tugas di Kapuas Hulu dan berkantor di Putussibau-- juga berbagi cerita tentang banjir. Tak lupa beliau mengirimkan beberapa foto lama yang diambilnya dulu, waktu banjir. Widih, sereem..

Putussibau, banjir, 1990
Pagarnya tenggelam o_0
(credit: M Karmoni)

Sekarang saya jadi tahu kalau di sini memang langganan banjir dari dulu. Pantas saja rumah-rumah di sini modelnya panggung, tinggi-tinggi. Masih banyak rumah yang terbuat dari kayu belian dengan ukiran cantik, dan kalaupun sudah pakai semen biasanya cor gantung. Keren ya, kearifan lokal. Sukaa..

Mengetahui kenyataan bahwa sekarang saya dan suami tinggal di dataran banjir, saya sangat bersyukur karena hari ini air hanya setinggi 2 anak tangga saja. Itu tinggi, sekitar sedengkul orang dewasa, tapi setidaknya masih jauh dari lantai rumah. Walaupun mengganggu aktivitas dan jadi tidak bisa jalan-jalan menghibur diri waktu mati lampu (lagi) tapi mengingat lagi tawa riang prajurit-prajurit kecil yang tadi main air, rasanya cukup membuat terhibur. Sekali lagi alhamdulillah.

Doa saya, semoga ketika musim air tinggi nanti, rumah kami tidak sampai dijamah air banjir. Tolong diaminkan ya teman-teman yang baik. Oh ya, kalian pernah punya pengalaman kena banjir? Share di kolom komentar ya, supaya saya tidak merasa sendiri.. ahai..

Oke deh. Sampai di sini dulu yaa ceritanya, bye! ^^