5.15.2016

Sepekan Berry

Tidak terasa, sudah sepekan Berry dirawat di rumah kami. Sudah sepekan ini juga Berry berjuang untuk hidup. Matanya masih merem, tapi sudah lebih aktif walaupun suaranya kadang-kadang tidak kedengaran. Capek mungkin ya. Kalau begini biasanya saya kasih susu saja.

Berry berusaha memanjat tangan saya


Masih teringat jelas di ingatan saya, hari ahad pekan lalu, tepat di hari ketika saya dan Kanda baru pulang dari Putussibau, kami dipertemukan Allah dengan Berry.

Jadi ceritanya subuh pagi pekan lalu kami berdua baru tiba dari perjalanan jauh. Badan masih capek dan pegal. Saya masih mabuk perjalanan. Pagi itu kami sempat sarapan sate di luar, lalu pulang ke rumah, ketiduran. Pas saya bangun, sekitar pukul 12 siang, pas adzan dzuhur, rupanya ada Kak Sri (kakak sepupu) silaturahmi ke rumah. Waktu itulah Kak Sri bertanya kucing siapa yang mengeong keras dari tadi ia datang, sekitar jam 11 siang. Saya yang baru bangun tidur baru ngeh kalau ada suara kucing mengeong-ngeong nyaring, tapi tidak terlalu menghiraukan karena saya pikir itu kucing tetangga. Kanda juga berpikir serupa.

Pas Kak Sri pulang, sekitar jam 12 lewat, hujan turun. Suara kucing masih terdengar tapi masih belum kami hiraukan. Sampai sekitar pukul 2 siang, lama-lama penasaran juga. Saya bilang Kanda, sepertinya suaranya dekat, tapi dimana. Mungkinkah di rumah tetangga atau jangan-jangan di rumah kami. Kanda yang juga penasaran, mencari-cari arah suara. Dan begitulah Kanda menemukan Berry. Eh, waktu itu masih belum dikasih nama sih, soalnya benar-benar tidak menyangka akan merawatnya.

Pasca ditemukan, kucing kecil yang basah kuyup dan kedinginan itu kami jemur di bawah sinar matahari siang agar tubuhnya lebih cepat kering. Kami masukkan ke kotak kardus beralas kain bekas supaya lebih hangat. Kami berusaha memberinya minum susu uht dengan pipet/ sedotan. Susah sih. Apalagi Kanda melarang saya menyentuhnya untuk meminimalisir bau manusia. Konon, anak kucing yang disentuh manusia akan ditolak induknya, jadi kami hanya meletakkannya di kardus sambil menanti-nanti induk kucing kecil itu mengambil dan membawanya pergi. Eh tapi sampai malam, kucing kecil itu belum juga diambil induknya. Karena tidak tega, malam itu ia kami bawa masuk ke dalam rumah. Di luar dingin dan dia pasti lapar. Ia tidak berhenti mengeong. Kasihan..

Besoknya, kami tetap berusaha memberinya minum. Kali ini dengan susu formula soya untuk bayi usia 0-6 bulan. Ini dari rekomendasi teman soalnya baca-baca di internet, katanya bayi kucing tidak cocok minum susu sapi, jadi minum uht nya kami hentikan. Lagipula ia kelihatannya tidak suka minum susu sapi. Saya sudah memegang kucing tersebut karena tidak tega dan kesusahan pas mau kasih minum susunya. Tapi kucing kelihatan susah minum sih, atau mungkin karena sedotannya, entahlah, kami bingung..

Untuk menghangatkannya, kami menggunakan botol air kaca yang diisi air panas, diganti setiap beberapa jam sekali. Di hari kedua ini, baru ketahuan kalau perutnya masih berdarah. Sepertinya usianya memang baru beberapa hari, benar-benar bayi kucing. Matanya masih merem, jalannya belum tegap, cakarnya juga mencuat. Karena warna bulunya hitam, ditemukan basah di tanah, saya jadi teringat dengan buah beri hitam, jadi ia saya panggil Berry.

Di hari ketiga, Kanda berinisiatif membelikan kucing kecil kami sebuah dot khusus untuk bayi kucing dan anjing, beserta susu kucing. Dengan dot tersebut, alhamdulillah, kucingnya lebih banyak minum susu. Kelihatannya dia kelaparan. Kasihan.. Oh ya, kalau biasanya dia hanya pipis, setelah minum susu ia pup. Warnanya kuning. Perutnya masih berdarah. Luka tersebut saya kasih betadine supaya cepat sembuh.

Di hari keempat, saya baru tahu kalau Berry kucing betina. Hehe, ketahuan ya tidak pernah memperhatikan kucing. Luka pusarnya mulai sembuh tapi sedihnya, Berry kena diare parah dan terlihat sangat lemas. Saya sampai menangis melihatnya. Siang hari, saya membawa Berry ke klinik dokter hewan, diantar Kakak yang notabene takut sama kucing. Cerita lengkapnya di sini. Oh ya, Kanda membelikan Berry lampu pijar untuk menghangatkannya. Bobonya di kardus di dekat pintu masuk kamar kami.

Hari kelima, diare yang Berry alami berhenti setelah minum obat dari dokter. Efektif. Tapi gara-gara itu, pup nya jadi tidak teratur dan agak keras. Saya ingin segera menghentikan penggunaan obat, tapi karena itu obat antibiotik, saya tidak boleh langsung menghentikannya. Yang membahagiakan, Berry sudah bisa main lagi, sudah bisa cakar-cakar tangan saya lagi. Perih sih, tapi saya suka melihatnya bergerak seperti itu, daripada melihatnya lemas..

Hari keenam, kondisi Berry juga baik. Kardusnya sudah kami pindahkan ke belakang pintu kamar tidur agar saya lebih mudah memantaunya dari atas tempat tidur dan supaya ia terhalangi dari angin dingin. Di bagian bawah kardus juga sengaja saya alasi dengan alas tidur yang masih dibungkus plastik, supaya bagian bawah kardus tidak terlalu dingin karena kontak dengan lantai. Beberapa kali saya usapkan sedikit minyak telon di perutnya, berharap dengan begitu Berry bisa pup dengan lancar lagi. Tapi masih susah juga. Lubang anusnya malah kelihatan lecet dan agak bengkak, seperti tanda akan ambeien. T_T

Sekarang, hari ketujuh, genap sepekan ia di rumah kami. Saya senaaaang sekali Berry bisa bertahan selama ini. Walaupun matanya masih merem dan tubuhnya masih bergetar-getar kalau berjalan, mukanya masih sering nabrak kardus, suka cakar-cakar, itulah Berry kesayangan kami. Semoga ia bisa tumbuh jadi kucing yang lucu dan pintar. Mohon doanya ya, teman-teman.. ^^