12.06.2015

Telat Kondangan

Hari ini saya punya misi dari Kanda yang diberikannya beberapa hari lalu. Misinya sederhana: menghadiri undangan teman SMA nya dulu, yang hari ini mengadakan resepsi pernikahan. Sebenarnya biasa saja kalau Kanda di Pontianak. Tapi, berhubung ia sedang kerja di Putussibau, jadi saya harus menjadi perwakilan Kanda di resepsi temannya tersebut, sebagai bentuk penghormatan atas undangan yang sudah diberikan. Walaupun dalam hal ini saya belum kenal kedua pengantin sama sekali, tapi saya harus menyampaikan salam suami. Toh, mengundang Kanda berarti mengundang saya. Saya juga pasti akan senang kalau teman yang saya undang datang memberi restu di hari besar saya.


Untuk melakukan misi ini, saya dilarang keras pergi sendirian, jadi harus mengajak siapapun (muhrim) untuk menemani. Saya bilang kepada Kanda kalau saya ingin mengajak Isna. Kebetulan hari ini bertepatan dengan acara arisan keluarga, jadi pilihan saya mengajak Isna tempo hari, tepat. Walaupun kenyataannya hanya Bapak yang bisa pergi ke arisan, karena Mama' sedang sakit, Abang ke Sungai Kakap untuk urusan pekerjaan, sedangkan Kakak baru ingat ada arisan tapi tidak bisa menghubungi Abang untuk minta izin; saya pikir bagus juga Kakak tidak pergi, jadi ada yang menemani Mama' di rumah.

Sekitar pukul 2 siang, sepupu saya datang bersama keluarganya. Kami makan nasi kuning untuk merayakan ultah Kakak hari ini. Pukul 4 lewat, saya dan Isna baru bersiap-siap. Isna pun masih sibuk membantu Kakak mengemaskan piring kotor. Agaknya kurang sadar kalau sebenarnya waktu kami tipis.

Saya ingat Kanda bilang acaranya sampai pukul 5 sore, tapi tidak terlalu memperhatikan dan lupa menyampaikan dari awal kepada Isna. Apalagi dalam pikiran saya, bisa turun dari rumah saat langit gelap seperti tadi sudah bagus.

Saya tidak suka disuruh cepat-cepat kalau sedang bersiap-siap. Itu mengubah mood dan bahkan bisa membuat saya melambat (karena harus menenangkan diri). Karena itu saya sengaja tidak berkata apa-apa kepada Isna kecuali bergegas bersiap seperlunya waktu ingat tentang waktu resepsi, supaya ia segera terdorong untuk cepat bersiap setelah melihat saya rapi. Dari rumah kami turun sekitar pukul 5 lewat sedikit. Isna yang menggonceng saya dengan motor matic nya.

Lokasi resepsi tidak terlalu jauh, hanya 5-10 menit perjalanan dari rumah. Saya lebih mengkhawatirkan kami diguyur hujan lebat di perjalanan mengingat awan hitam terlihat makin pekat menggantung rendah. Sejak siang, hujan memang datang dan pergi. Syukurlah doa saya dikabulkan. Hari tetap hujan, tapi hanya rintik kecil. Baju kami yang basah ditetesi air hujan segera kering saat sampai di lokasi resepsi. Alhamdulillah.

Beberapa menit sampai di parkiran masjid raya yang megah, hujan langsung turun. Kami berlari kecil menuju pelataran masjid. Tiba-tiba saya kikuk. Ini pertama kalinya saya singgah di masjid raya setelah pemugarannya selesai. Selama ini hanya melihat dari jauh. Dulu, hampir tiap pekan, saya dan beberapa kawan-kawan kuliah secara rutin belajar agama bersama-sama di pelataran masjid tersebut. Liqo' an. Saya pun sering menghadiri resepsi yang diadakan di gedung dekat masjid. Jadi harusnya tidak ada alasan untuk bingung. Tapi karena semuanya berubah, ya gitu deh. Akhirnya saya dan Isna berjalan dengan canggung mencari-cari ruangan resepsi. Untung segera ketemu.

Yang saya herankan, ternyata ruang yang dipakai untuk resepsi merupakan bagian dari masjid, bukan gedung terpisah. Ini agak aneh, menurut saya. Tapi ya sudahlah..

Di dekat pintu masuk kami bersalaman dengan 3 orang ibu-ibu yang terlihat sibuk bicara satu sama lain. Waktu menuju meja buku tamu baru kami sadar kalau acara sudah selesai. Buku tamu sudah ditutup dan ditumpuk dalam keranjang yang agaknya merupakan wadah souvenir. Pantas saja satu dari 3 ibu yang sebelumnya kami salami terlihat kaget waktu bersalaman. Rupanya acara sudah selesai.

Pas masuk, saya terkesan dengan dekorasi ruangan yang cantik. Tapi meja prasmanan sudah rapi dikemas, hiks. Hanya prasmanan bakso yang masih ada. Sebenarnya saya mau langsung ke depan saja untuk menyampaikan salam Kanda ke pengantin, tapi kasihan dengan Isna jadi saya ajak mengambil bakso. Lumayan kan daripada lu manyun. hhihi

Pas mengambil bakso, sedihnya hati ini. Ternyata mie kuning, minyak bawang, dan sambalnya sudah ludes. Masih ada mie putih tapi saya kurang suka mie putih untuk bakso, jadi hanya ambil sedikit. Untungnya bulatan bakso baru diisi ulang di panci kuahnya yang tidak terlalu panas. Sudah tak dapat suvenir, makan tidak bisa milih, pun tak genah. Nasiiib. Uhuhuhuk.. *lebay

Ya salah sendiri, kenapa telaat?!   XD

Gara-gara telat kondangan ini, kami berdua ketawa-ketiwi di sana. Ya iyalah, daripada nangis kan. Nanti dikira mantan yang belum bisa move on. Hhihi, bercanda. Kami menertawakan diri kami. Rekor deh, pertama kali terlambat di acara seperti ini. Pelajaran buat saya sendiri: kalau diundang datang sesuai waktu. Apalagi kalau diadakan di gedung. Kalau telat jatohnya jadi tamu yang tak dirindukan, eh, tamu yang tak diinginkan. Iyalah, orang sudah mau pulang malah baru datang kan?! Hhihihi.. Parah

Usai makan, untuk mengobati ngesak hati,  saya dan Isna berfoto-foto dan selfie dengan kamera hp saya. Untung batrainya penuh. Dekor ruangan yang cantik membuat kami terhibur.



Ruangan resepsi sudah sepi waktu pertama kami tiba. Yang ada sepertinya hanya keluarga besar pengantin, dilihat dari seragam yang dikenakan. Ruangan semakin kosong ketika adzan maghrib berkumandang. Kami berdua bergegas ke depan untuk mengucap selamat dan doa kepada pengantin baru. Ada rasa tak enak hati..

Sudah saya bilang kan kalau saya belum dikenalkan Kanda dengan temannya yang menikah ini? Saya jadi tambah grogi karena datang terlambat. Akhirnya saat menjelaskan bahwa "anda mungkin tidak mengenal saya tapi saya datang kemari bukan tanpa undangan melainkan suami saya adalah teman anda semasa sma tapi ia tidak bisa datang karena sedang berada di luar kota, dan suami saya mengirim selamat dan salamnya kepada anda" membuat saya tambah kikuk.  Saya bahkan tak terlalu yakin kalau saya menjelaskan dengan baik. Tapi pengantin pria, yang temannya Kanda, sepertinya paham. Malah saya dan Isna diajaknya berfoto bersama walaupun awalnya saya menolak karena malu. Lucu juga, mengingat waktu mengajak Isna beberapa hari lalu saya berseloroh ke Isna bahwa kami sepertinya tidak akan difoto bersama pengantin di undangan kali ini karena saya tidak mengenal pengantinnya. Siapa yang sangka?

Tapi akhirnya saya mau foto karena teringat kalau tadi pas masuk saya tidak bisa menulis nama Kanda di buku tamu. Setidaknya dengan berfoto bersama, saya harap teman Kanda itu ingat kalau restu Kanda hadir untuk pernikahannya saat melihat foto kami, melihat memori yang tersimpan di dalam selembar gambar. :)

Kami ucapkan selamat dengan tulus untuk kedua mempelai, semoga sakinah mawaddah warahmah, aamiin.

Usai mengucap selamat, saya dan Isna kepincut dekorasi di samping pelaminan. Akhirnya berhenti lagi untuk foto-foto. Hihihi. *blushing


Perhentian foto kami tak berhenti di samping pelaminan, karena sebelumnya, saat akan masuk ruangan resepsi, kami melihat ada spot foto bagus yang sepertinya sengaja didekor untuk tamu. Kami pun keluar dan mulai sesi pemotretan lagi.



Langit senja sudah menghitam. Walau agak enggan berbasah-basah di bawah gerimis hujan, tapi karena tujuannya adalah rumah, kami berdua rela pulang di bawah guyuran hujan. Dingin, tapi hepi. Jalan dengan Isna seru dan penuh tawa. Makasih i, nong, dah ngawankan maksu kondangan.. ^^