4.16.2013

Big Hug for My Little Bird


Belum sempat saya menuliskan cerita tentang si imut Tama di blog ini, Tama sudah dipanggil Allah. Tepatnya malam ini, sekitar pukul 19.00 WIB (setelah adzan isya). Tama mati karena terjatuh, yang memperparah keadaan tubuhnya yang memang sudah lemah karena sakit. Karena benturan yang terhitung keras bagi tubuh kecilnya itu, Tama menghembuskan nafasnya yang terakhir di dunia. 

Saat mengetahui Tama sudah tiada, Saya dan Kanda sedih sekali. Saya sendiri tadi menangis tersedu sedan kurang lebih dua jam, mengingat kenangan manis bersama Tama. Mungkin ada dari teman-teman yang menganggap saya aneh, lebay, atau cengeng karena menangisi burung kecil sampai seperti itu. Tapi terserah kata orang atau tanggapan orang, jujur, saya sangat sangat sedih dan merasa kehilangan saat ini. Tama mungkin memang bayi burung yang masih mungil, yang tidak mengerti bahasa manusia, tapi Tama adalah makhluk hidup, dan dia begitu memikat hati saya dan keluarga saya. Dan itu sudah cukup membuat saya berlinang air mata, meskipun Allah baru mempertemukan kami sekitar dua pekan lalu.

Malam ini juga, sekitar pukul 21.00, saya dan Kanda untuk terakhir kalinya mengambil foto Tama, yang sudah terbujur kaku. Kemudian menguburkannya di halaman rumah kami. Kami menguburkan Tama di bawah pohon sawo, salah satu buah yang disukai Tama.

Buah lain yang disukai Tama adalah lengkeng dan pisang. Tama kurang suka jambu, walaupun ia tetap akan memakannya jika kelaparan. Makanan lain yang disukainya adalah madu. Tentu saja, karena Tama termasuk burung madu kelapa yang bahasa ilmiahnya Anthreptes melaccensis. Pernah kami membaginya potongan kecil daging buah naga yang dicampur madu dan dia memakannya dengan lahap. Alhasil, kami sempat terkejut waktu kotorannya berwarna merah darah. :') Tamaa, tama... :')

Malam ini, saat saya menuliskan ini, saya kembali menitikkan air mata ketika mengingat Tama. Bukan karena tidak rela atau tidak ikhlas, tapi karena begitu banyak kenangan bersamanya yang melekat di sekitar saya. Botol madu yang sudah hampir kosong karena setiap hari Saya-Kanda-Tama rutin mengkonsumsinya, sangkar burung dengan sepotong kaos kaki tebal yang menjadi selimut tubuh kecilnya, bau sabun pencuci tangan aroma anggur yang saya gunakan setiap kali habis memegang Tama, kabel komputer tempatnya bertengger saat saya atau Kanda bermain komputer, tanaman pelilit di teras dan pohon lengkeng dalam pot yang pernah jadi tempat Tama berlatih terbang, keranjang pink tempat Tama diamankan dari gangguan cicak, ranting kayu dan bekas kartu perdana  yang dipakai untuk bertengger dan menyelamatkan meja belajar dari kotorannya, sendok plastik kecil yang selalu kami gunakan untuk menyuapinya buah dan madu, serta genggaman hangat tangan kiri Kanda yang biasa memeganginya hingga Tama tertidur.

Semalam ini pun, bila Saya atau Kanda belum tidur, Tama akan mencuit-cuit minta diletakkan di telapak tangan. Mungkin agar merasa lebih hangat karena panas tubuh kami. Setelah kami akan tidur baru kami meletakkan Tama di sangkar atau di bawah keranjang karena jika lebih awal, kami tidak akan tega mendengarnya mencuit seperti memohon minta dipegang.

Setiap pagi, kami sekeluarga mendengar suara imutnya, meminta makan. Biasanya yang memberinya makan adalah yang duluan bangun. Mama salah satu yang rajin memberi Tama makan pagi. Makanya saat saya memberi tahu Mama, yang kebetulan sedang berada di luar kota untuk mengawas ujian nasional, Mama sedih. Mama begitu sayang kepada Tama, sering mendoakannya agar bisa segera terbang. Anong juga, walaupun sering mengganggu Tama, sangat telaten jika dititipi tugas menjaga dan memberi makan Tama. Bapak yang cool juga sayang kepada Tama. Walau tidak kentara tapi Bapak pernah mencoba memberi makan Tama. Bahkan tadi siang Bapak mengelus-elus Tama saat Tama ada di telapak tangan saya, mengatakan bahwa Tama begitu menggemaskan dan manja. Kakak yang belum pernah bertemu Tama secara langsung juga merasa kehilangan saat saya mengabari kematian Tama.


Burung kecil itu mengajari saya banyak hal. Tama mengajarkan saya untuk berjemur setiap pagi agar saya dan dedek dalam kandungan sehat, mengajarkan saya kasih sayang kepada makhluk asing yang tiba-tiba menjadi bagian dari kehidupan saya, mengajarkan kesabaran dan ketelatenan yang pasti sangat saya butuhkan saat nanti mengurus bayi saya yang sebenarnya, dan yang paling perih namun berharga: mengajarkan saya rasa kehilangan sehingga saya harus memanfaatkan waktu bersama orang-orang yang disayangi sebelum usia memisahkan.

Saya yakin dan sadar, Tama pasti sudah bahagia sekarang. Allah pasti memberinya surga yang indah. Allah pasti memberi sayap yang kuat dan kaki yang sehat untuk Tama merasakan nikmatnya terbang seperti burung-burung yang lain. Allah pasti memberi Tama makan buah-buahan lembut kesukaan Tama, dan madu yang tak ada habisnya...


Ya Allaaah... Saya dan keluarga saya sangat menyayangi Tama. Tolong sampaikan salam sayang kami kepadanya, Ya Allah...

Tama, kami sangat menyayangimu, sayang....
Kami pasti merindukanmu...
Berbahagialah di surga-Nya, burung kecilku sayang...
Peluk cium dari jauh...

Tama :'*
#Big hug for my little bird