3.04.2023

Pengalaman Mengikuti IELTS Prediction Test

Akhir bulan Februari 2023 lalu, saya dan suami ikutan IELTS Prediction Test yang diselenggarakan online oleh Best Partner Education, salah satu lembaga pendidikan bahasa yang (rupanya) didirikan oleh orang Sungai Jawi, Pontianak. 

Sesuai namanya, ini masih prediction test alias tes prediksi, bukan yang benarannya, jadi hasilnya juga masih perkiraan. Tapi lumayan, karena kami jadi tahu bentuk ujian IELTS itu seperti apa, dan jadi terbayang juga sih, kira-kira harus perkuat di mana dengan hasil prediksi yang sekarang.

Terus terang, pas ngikutin tes ini, saya tidak ada persiapan sama sekali. Kayak bukan diri sendiri sih, karena kalau saya ikut tes tuh biasanya agak ribet persiapan ini itu --saking tegangnya. Yes, saking tegangnya, takut ndak lulus, heuheu. Tapi kali ini malah kelewat tenang, ndak ada tegang-tegangnya (kecuali pas speaking test sih, yang beda hari karena servernya eror. Itu tegang beb, hehe). Mungkin karena itu tadi, baru tes prediksi, online pula, dan waktunya bisa menyesuaikan, jadi saya agak (kelewat) nyantai. 

Eh, ndak nyantai-nyantai amat sih, karena asli, pas tesnya mikir keras. Susah bok! Heuheu, kelamaan ndak latihan bahasa Inggris. Dan karena tesnya online, susah sekali nyeting otak (saya orangnya agak konvensional --lebih nyaman baca buku yang dicetak daripada ebook, lebih nyaman liat jam analog daripada digital, dsb), jadi scrolling² begitu, menurut saya, jauh lebih sulit daripada membalik halaman kertas. Susah bikin patokan. Ditambah waktu itu saya baru sempat tes malam hari, karena seharian anak ndak mau lepas plus kan giliran sama suami. Saya baru mulai tesnya pukul 9 malam, sambil ngelawan ngantuk, dan sambil ditarik-tarik sama anak yang masih pengen main, hihi. Jadi secara umum, saya ngerasa kurang optimal sih. Tapi melihat sikon, begitulah. Better done then perfect, because nothing is perfect (menghibur diri heuheu). Terima kasih untuk suami yang banyak membantu menjaga buah hati kami waktu saya tes. 

Untuk biaya pendaftaran, tes prediksi ini 90 ribu rupiah per orang. Itu sudah termasuk keempat jenis tes (Listening, Reading, Writing, Speaking) plus e-sertifikat. Terhitung murah, karena --sekali lagi-- ini cuma prediction test, bukan tes aslinya. Pas listening test-nya, rekaman native speaker; tapi pas speaking test, yang wawancara non-native (tapi bahasa Inggrisnya fluent syekali). Kalau IELTS asli, baik listening test maupun speaking test, speaker-nya native. IELTS asli biayanya sekitar 3 jutaan, minimal. Jadi begitulah ya. Beda. Tapi worth it, menurut saya. Apalagi Mr Ryan, speaker di speaking test kami, baik sekali. Pasca sesi speaking test, beliau dengan senang hati ngasih feedback atas kelemahan/kesalahan kami dan tips menghadapi tes IELTS yang asli nanti. Nanti, belum tau kapan.

Terkait hasilnya, saya dan suami sama-sama di band 6,0 alias competent user. Kalau dirunut sesuai tes L-R-W-S, nilai saya 6,5-6,5-6,0-5,5 sementara suami saya 6,0-6,0-6,0-6,0. Alhamdulillah. Mayan. Tapi tetap harus ditingkatkan, terutama kalau mau lanjut kuliah di luar negeri. Tapi kalau ndak lanjut di luar juga ndak masalah lah kalau mau ditingkatkan. Belajar ndak ada ruginya. Apalagi semenjak jadi dosen, saya harus banyak baca literatur bahasa Inggris. Capek juga kalau lama paham. Pengennya, sekali baca langsung ngerti dan bisa menjelaskan, gitu. Istilahnya-- meminjam kata-kata dari teman saya-- kalau bisa mimpi pun pakai bahasa Inggris, sambil fasihnya. Hihi. Bisa aja ya. 

Kalau kata Mr Ryan, di speaking test itu saya kurang konsisten dalam menggunakan istilah ilmiah dan tidak ada sama sekali menggunakan idiom. Terus, saya banyak ngomong tapi kualitasnya kurang, vocab kurang kaya (banyak ngulang kata-kata yang sama) dan grammar-nya kurang oke. Memang grammar nih PR saya dari jaman sekolah dulu hehe. Harus banyak latihan bikin kalimat pasif dan komparasi. Keep it simple, pesannya ke saya. Kabar baiknya, pronounciation saya dipuji, hehe. Alhamdulillah. Ada lah ya kelebihannya dikit. Untuk meningkatkan, beliau menyarankan untuk banyakin nonton film atau sekadar mendengarkan percakapan. Menurutnya, ini metode mudah dan menyenangkan dalam meningkatkan kemampuan berbahasa. TED talk bagus, namun tidak terlalu relevan buat meningkatkan IELTS karena lebih ke speech. 

Begitulah. 

Berhubung hp saya lowbat dan listrik lagi padam, saya sudahi dulu ya. Sampai nanti. Bye!