5.30.2017

Dalam Keterbatasan

Tak perlu lama berada di Kota Uncak Kapuas ini, saya mulai merasakan rindu rumah. Terutama dengan segala kenyamanan dan ketercukupan. Ini bukan keluhan, cuma ingin berbagi cerita saja. Don't judge me, ok?

#Kemarin

Berhubung kondisi kontrakan masih tidak cukup bersih dan rapi menurut standar saya, pagi kemarin saya bebersih rumah, termasuk menyuci pakaian. Sebenarnya ini pekerjaan mudah, asal punya niat dan peralatan yang mendukung. Sayangnya, salah satu dari komponen tersebut --yaitu peralatan di kontrakan ini-- masih belum memadai. Baskom yang muat untuk menyuci cuma satu. Untungnya niat sudah bulat. Meskipun agak kesusahan tapi alhamdulillah pekerjaan tersebut bisa diceklis dari jurnal harian saya. Done!

Di sini, saya harus mulai membiasakan diri lagi. Yah, namanya juga merantau, jauh dari rumah. Kalau dulu waktu kuliah di Bogor, kami harus irit untuk menyesuaikan duitnya sedikit; kalau sekarang tetap harus irit dan sebagai tambahannya, harus menerima keadaan yang agak timpang dari kota kami dulu. Salah satu yang paling terasa adalah pemadaman listrik.

Mati lampu di negeri ini sebenarnya hal yang biasa. Di kota lain juga kan biasa begitu, apalagi menjelang lebaran. Ya nggak? Masalahnya, menurut saya di sini parah sekali. Serius. Kayak kemarin. Masak listriknya padam pas-paaas banget sama azan maghrib. Menurut saya timing pemadaman seperti itu tidak bijak, terutama di bulan Ramadhan yang notabene bulan puasa. Ini agak mengganggu saya sampai tumben-tumbennya bikin status di fb. Hehe. Ujungnya ya mau gimana lagi, sudah kejadian dan itu pun di luar kuasa saya untuk merubahnya. Mungkin ini ujian kesabaran buat yang berpuasa di sini. Ya sud lah. Jangan banyak protes, net. Banyakin zikir saja. Dan jangan lupa nyalakan lilin atau lampu darurat supaya tidak kelamaan merutuki gelap. Nikmati gelap ini. ~eaaak..

#Hari ini

Sejak semalam, cuaca berubah lebih sejuk dari hari sebelumnya. Sebelum subuh, hujan turun dengan cukup deras. Dingin. Saya lupa bawa selimut. Efeknya, buat saya belum terlalu terasa, paling pegal-pegal. Itu juga bawaan kemarin deh kayaknya. Tapi buat Kanda, itu berpengaruh cukup signifikan.

Malam ini, Kanda batuk. Kalau sudah begitu, obat batuk alami dari madu dan perasan jeruk biasanya jadi andalan. Sayangnya stok madu kami habis. Mau beli di pasar, Kanda tidak mau karena pernah ditipu. Walaupun daerah Kapuas Hulu ini sentranya madu hutan di Kalimantan Barat, tetap harus teliti dalam membeli. Khusus kami, sejak jadi korban penipuan madu palsu itu, kami tidak mau lagi beli madu sembarangan di pasaran. Mendingan beli langsung dari koperasi petani madu, deh. Mutunya jelas terjamin dan kita juga berkontribusi membantu petani madu. Masalahnya, stoknya tidak selalu tersedia dan harus beli dalam jumlah banyak. Itu juga harus cepat-cepatan supaya kebagian, karena ketersediaan kadang anjlok karena faktor alam. Eh, ini kenapa jadi ngomongin madu Kapuas Hulu yak? hihi ~lanjut

Namanya rejeki takkan kemana. Waktu naik motor setelah tarawih, kami ditakdirkan melewati pedagang air jahe dan sekoteng yang masih buka. Lokasinya di tepi jalan antara rumah sakit dan mesjid agung. Niat awal mau beli keperluan sehari-hari di minimarket lokal pun diurungkan. Kami memesan air jahe hangat. Kanda dengan tambahan susu sedangkan saya tidak. Sambil mengobrol, kami perlahan-lahan menyeruput minuman tradisional Indonesia tersebut. Hangat, enak. Batuk Kanda juga berkurang banyak.

Oh ya. Hari ini saya membeli paket kuota internet penawaran spesial dari salah satu operator ternama. Awalnya senaaang sekali karena hanya perlu bayar 30k untuk 13 GB data. Masalahnya saya lupa, di sini sinyal dari operator tersebut datang dan pergi sesuka hati. Heuheu. Niatan hari ini mau posting beberapa tulisan pun dibatalkan --diundur sampai sudah beli kuota lagi dari operator lain yang punya sinyal lebih kuat. Mihil, tapi resiko lah.

~~~

Beginilah orang yang sedang merantau, suka terbayang-bayang dengan kenyamanan kampung halamannya, hihi. Sekarang terbayang nih, kalau di sana mau internetan sinyal oke dan kuat, listrik jarang padam, mau cuci baju tinggal masukkan ke mesin cuci, mau beli voucher pulsa gampang nyarinya, mau jajan banyak pilihan dan banyak yang murah, nitip go-food juga bisa, kasur tidur empuk dan hangat, peralatan dapur lengkap, dan sederet nikmat-nikmat lain yang mungkin baru akan disadari setelah berada di tanah orang. Keterbatasan memang seringkali bisa jadi pengingat yang ampuh dalam bersyukur, bahwa ternyata nikmat yang sederhana sekalipun bisa amat berharga bagi orang lain. Ini hal mendasar, cuma kita sering lupa. Manusia kan memang begitu ya, pelupa.

Akhir kata, semoga catatan ini dapat mengingatkan saya (dan pembaca) untuk membiasakan bersyukur apapun kondisinya. Mari saling mengingatkan dan belajar bersama. Sampai besok ya teman, insyaallah..