9.14.2015

Penyakit Seorang Introvert

Menjadi seorang introvert adalah berkah, sama berkahnya dengan menjadi seorang ekstrovert. Postingan kali ini bukan untuk men-spesial-spesialkan kelompok introvert, ya, melainkan untuk berbagi pengalaman saja. Kebetulan saya introvert.


Dulu saya kurang paham apa yang dimaksud ekstrovert dan introvert. Saya pikir, ekstrovert itu pribadi yang berisik, pecicilan, suka bercerita, ceriwis; sementara introvert adalah pribadi yang pendiam, pemalu, penyendiri. Lebih parah, perajuk dan antisosial. Yaah, tidak sepenuhnya keliru sih, tapi sebenarnya inti dari kedua kepribadian yang bertolak belakang itu tidak sedangkal itu, lho. Saya juga baru tahu beberapa tahun belakangan, sejak tes MBTI. Jadi daripada saya simpan sendiri, lebih baik dibagikan di sini. Siapa tahu bisa memberikan sedikit gambaran untuk lebih memahami perbedaan setiap orang, terutama ditilik dari sifat introvert dan ekstrovert.

Sepemahaman saya, introvert dan ekstrovert didasarkan kepada bagaimana interaksi dan keramaian mempengaruhi seseorang. Jika seseorang cenderung merasa lebih berenergi ketika berada di tempat ramai, kemungkinan besar adalah seorang ekstrovert. Sebaliknya, jika seseorang cenderung merasa kelelahan di tempat ramai, kemungkinan adalah seorang introvert.

Nah, sifat pecicilan, ramai, dsb pada seorang ekstrovert muncul karena merasa nyaman berada di keramaian. Walau begitu seorang introvert juga bisa kok pecicilan, selama lingkungan itu nyaman buatnya dan hanya lingkungan kecil saja, tapi ada akibatnya..

Biasanya, selepas berinteraksi dengan orang ramai, seorang introvert perlu menarik diri dan menyendiri untuk mengembalikan energinya yang terkuras. Beda dengan ekstrovert yang malah semakin bertenaga di keramaian dan menolak terlalu lama sendirian. Ekstrovert malah bisa stres kalau sendirian. Inilah yang menyebabkan introvert seolah-olah penyendiri sejati. Padahal introvert juga manusia yang perlu teman, kok. Hanya saja dalam jumlah yang lebih kecil daripada ekstrovert. Dan sekali lagi, perlu waktu me time lebih lama untuk mengembalikan energi.

Me time bagi introvert adalah kesempatan untuk merefleksi diri. Makanya di tes MBTI dijelaskan bahwa introvert cenderung berfokus ke dalam (diri sendiri), sebaliknya ekstrovert cenderung berfokus pada dunia luar diri.

Ah ya, ekstrovert juga dianggap lebih pandai bersosialisasi. Itu bisa dibilang cukup mendekati. Kenapa? Karena jam terbangnya lebih tinggi. Hal yang disenangi biasanya dilakukan diulang-ulang, ya kan? Itu juga menjelaskan kenapa introvert cenderung pendiam, pemalu, dan grogian di muka umum. Tapi itu hanya kecenderungan, hanya masalah pembiasaan. Karena ada banyak kok ekstrovert yang pemalu dan grogian karena tidak biasa di depan umum atau tidak percaya diri, sama banyaknya dengan introvert yang ceriwis, pecicilan, dan piawai berorasi di muka umum. Bedanya, yang satu perlu waktu menyendiri jauh lebih banyak dibanding yang lain.

Seperti saya. Saya senang berkumpul bersama teman dan keluarga. Bisa keluar deh sifat berisik dan bawel nya, kalau itu orang yang saya anggap dekat. Tapi di sisi lain, saya sangat menikmati waktu sendirian. Hanya diam tenang di kamar, berpikir.

Karena itu, dulu saya bingung sendiri menentukan, saya ini ekstrovert atau introvert? Dibilang introvert, saya berisik kok. Dibilang ekstrovert, saya juga pendiam. Untung ketemu tes MBTI dan berusaha mencari tahu, jadi lebih paham dengan diri sendiri deh, termasuk penyakit nya yang kumat setelah bersosialisasi (baca: menyendiri). Hhihi.

Jadi, kalau ada kerabat yang sering menyendiri atau bungkam seribu bahasa, jangan buru-buru menuduhnya antisosial atau perajuk, yaa. Bisa jadi dia adalah seorang introvert yang sedang me-recharge energinya yang terkuras. Seperti saya hari ini yang dikira kakak puasa karena kelihatan lemas dan sedikit bicara. Hehe..