8.29.2015

Nama dan Bunga

Tidak terasa sudah tepat 2 tahun sejak kepulangan ananda keharibaan-Nya. Saya dan Kanda berkunjung ke rumah terakhir anak pertama kami yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah orang tua saya.


Rerumputan sudah tinggi. Saat Kanda hendak membersihkan rumput dengan tangan, agar saya bisa meletakkan buket kecil bunga kenanga sederhana yang bunganya dipetik sendiri tadi pagi, petugas penjaga makam datang menawarkan bantuan. Pak Musa namanya. Dengan bantuan arit atau sabit, rerumputan dikemas dari atas makam.

Sementara Pak Musa membersihkan rumput, saya berjalan menjauh, melihat-lihat makam yang lain. Nisan-nisan bertuliskan nama masing-masing almarhum/almarhumah dengan disertai bin/binti dan nama ayah mereka.

Dulu saya pernah bertanya dalam hati, mengapa bukan nama ibu yang menyertai bin/binti. Mengapa harus ayah yang mendapat hak itu, padahal ibu lah yang mengandung dan melahirkan sang anak.

Setelah direnungkan, baru sekarang saya --yang awam ini-- agak paham. Justru karena fitrah dapat mengandung itu lah, seorang ibu tak lagi memerlukan pengakuan bahwa seorang anak adalah anaknya. Fitrah lelaki yang tak akan pernah merasakan hamil dan melahirkan lah yang perlu diperhatikan, karena hal tersebut bisa membuat mereka terlupa bahwa mereka ternyata sudah punya anak. Jadi mungkin itulah salah satu sebab mengapa di islam, nama ayah akan selalu tersemat di belakang nama sang anak: sebagai pengingat bahwa dirinya adalah seorang imam yang bertanggung jawab atas keluarganya, terutama keturunannya. Ini juga menjelaskan bahwa pendidikan anak tak hanya dibebankan kepada ibu tapi juga kepada ayah, agar anak-anaknya sholeh/sholeha dan ingat untuk mendoakan kedua orang tuanya bahkan ketika keduanya sudah tiada.

Sementara itu, seorang ibu tak perlu merasa iri karena namanya tidak bersanding dengan nama anak yang dilahirkannya. Sebab, dalam islam, Rasulullah menjawab dengan tegas sebanyak 3 kali "ibumu, ibumu, ibumu, baru ayahmu" ketika ditanya seorang sahabat tentang siapa yang harus ia dahulukan..

Itulah yang saya pikirkan selama berkeliling pemakaman. Ketika Pak Musa telah selesai dengan pekerjaannya, saya mendekati Kanda dan melihat nisan anak kami. Ada nama Kanda di sana. Saya jadi ingat, dulu ia pernah bilang, tak pernah menyangka namanya ditulis di nisan sementara ia melihatnya.

Makam jauh lebih bersih. Saya segera meletakkan bunga kenanga dan menyusun beberapa bunga terompet ungu di dekat nisan ananda. Kanda tersenyum melihat saya.

Tentang ini, saya tahu kalau dalam islam tidak ada anjuran memberi bunga ketika berkunjung ke makam. Alasannya jelas, karena itu tidak berfaedah bagi yang telah meninggal. Tapi karena tidak ada larangan mengenai ini, dan segala perbuatan dilihat dari niat, saya tetap memberikan beberapa bunga kecil waktu mengunjungi makam-makam orang dekat. Bukan untuk persembahan, melainkan untuk sedikit menghibur hati yang rindu.