Nah, ternyata oh ternyata...Perjalanan keluar kota bagi ibu hamil itu lumayan berat, sodara-sodara... Biarpun jalan mulus tapi faktor-faktor lain ternyata juga perlu dipertimbangkan. Terutama dari alat transportasi apa yang akan digunakan. Beruntunglah teman-teman yang memiliki mobil pribadi, karena mobil pribadi memberikan kenyamanan lebih buat ibu hamil. Yang pasti tak perlu khawatir menyimpan barang bawaan, bisa nego dengan keluarga mengenai berbagai hal seperti penggunaan AC, waktu berhenti untuk pipis dan istirahat, dan sebagainya. Untuk yang berkantong tebal tapi belum punya mobil pribadi, sewa mobil dapat menjadi alternatif pilihan. Yang perlu diperhatikan adalah tentang biaya sewa per hari, biaya supir (kalau nggak bisa nyupir sendiri), memilih supir yang pandai membawa mobil demi keamanan dan kenyamanan, biaya bensin dan tol, dsb. Tapi selama bisa mengatasi hal tersebut, sewa mobil adalah pilihan yang baik.
Nah, bagi yang menggunakan alat transportasi massal seperti bis dan taxi, berdoalah mendapat pelayanan yang baik. Berdasarkan pengalaman saya pekan lalu itu, terus terang saya agak kecewa juga dengan pelayanan yang saya dapatkan. Saat pergi kami menggunakan bis D*MRI yang notabene memiliki nama yang baik. Harganya lebih dari bis biasa dan normalnya, bis jenis ini harusnya memiliki waktu tempuh yang lebih singkat dibanding bis biasa karena turunnya malam. Keuntungannya, bis tersebut ber-AC dan dinginnya dapat disesuaikan per tempat duduk serta punya sound speaker yang bagus selama tidak disetel terlalu nyaring. Sayangnya, sang supir mengambil keuntungan secara illegal dengan menaik-turunkan penumpang secara liar. Terus terang, tidak pernah menyangka bis jenis ini ngetem di sepanjang jalan. Dan buruknya, si supir waktu itu merokok! Bayangkan betapa tersiksanya menghirup udara AC yang tercemar asap rokok. Ya Allah, benar-benar tak menyangka...
#Sebagai catatan, peristiwa ini mungkin hanya karena oknum karena selama yang saya tahu bis jenis ini pada trayek lain cukup bagus pelayanannya.
Alhasil sepanjang jalan karena getaran bis cukup keras saat berhenti lama untuk menunggu penumpang (berasa naik angkot), saya tidak menyandar. Tidak menyandar berarti tidak tidur. Saya tidak mengeluhkan tempat duduknya yang sempit dan cukup keras, tapi ternyata itu cukup berpengaruh, apalagi jika harus menghabiskan waktu yang lama. Dan karena mengetem seenaknya, target waktu yang 5 jam pun pasti lewat. Yang harusnya berangkat pukul 16.00 dan bisa sampai pukul 21.00 pun molor 2,5 jam. Kami baru sampai Sambas pukul 23.30. Dan ini sungguh menyiksa... Untungnya waktu itu keinginan buang air kecil tidak terlalu besar. Saya hanya pipis di tempat pemberhentian. Memang selama perjalanan saya sengaja tidak minum air, soalnya tak kuat membayangkan harus menahan pipis di bis saat hamil. :( Pasti sakit.
Saat pulang, karena jera dengan bis D*MPRI jurusan Pontianak-Sambas (takut supirnya sama=pelayanan buruk sama), maka kami memilih menggunakan taxi. Sayangnya, meskipun untungnya sang supir tidak merokok dalam mobil, ternyata kemampuan menyetir yang dimiliki sang supir masih kurang. 3 kali saya hampir muntah karena cara menyetirnya yang tidak dapat dikatakan mulus. Untungnya tidak sampai jackpot, walau ujungnya saya tidak tidur, tidak bersandar, dan tidak juga dibawah pengaruh obat anti-mabok (kan nggak boleh sembarangan minum obat). Dan tanpa disadari, dengan kemampuan menyetir yang kurang baik itu juga kami akhirnya harus merasakan 7 jam lagi di dalam mobil. Berangkat pukul 14.30 dan baru sampai pukul 21.30. Towew!
Jujur, capeeek sekali setelah perjalanan tersebut.
Syukurnya pas pulang, Kak Lia juga ikut. Jadi keceriaan dan kehebohan Kakak menular kepada kami. Rumah jadi ramai, walaupun pas di taxi sodari saya itu sunyi senyap saja karena pengaruh obat anti-mabok perjalanan. :D