9.28.2016

Ngomentarin Warkop DKI Reborn Jangkrik Boss! Part 1 [Movie]

Sabtu pekan lalu, saya diajak nonton film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 yang sedang tayang di bioskop. Sejujurnya, Saya bukan penggemar film komedi lokal --yang hampir selalu berasosiasi dengan semi-semi. Tapi, yeah, karena saya dalam misi ingin menemankan seorang teman yang jauh merantau ke pelosok negeri di Provinsi Kalbar. Pun tinggal nonton doang (tiket dibeliin, --alhamdulillah, hhihi-- plus jadi punya bahan buat nge-blog), jadi kenapa tidak..   *modus banget yak xD

Sebagai anak yang lahir di tahun 80-an dan besar di tahun 90-an, Warkop DKI adalah salah satu film yang hampir selalu tayang selama liburan sekolah di televisi swasta nasional. Saya ingat tertawa-tawa karena ulah para anggotanya yang lucu: Dono-Kasino-Indro. Walaupun sering merasa risih melihat bintang perempuan yang main bareng Warkop DKI di film-film lama mereka --terutama karena mereka suka pakai baju minim dan berkelakuan menggoda secara seksual-- tapi saya kecil tetap menikmati nonton Warkop DKI di waktu libur sekolah.

Setelah 2 anggotanya, Dono dan Kasino, meninggal dunia, Warkop DKI tentu saja bukan Warkop DKI lagi. Warkop DKI menjadi trio lagenda komedi yang dihormati karena ketiganya dipisahkan maut, bukan karena gonta-ganti personel. Di satu sisi kita merindukan lawakan Warkop DKI, tapi di sisi lain kita tahu kita tidak akan bisa menikmati lawakan baru dari trio komedian tersebut. Sepertinya ini yang menginspirasi film Warkop DKI Reborn. Agar tetap trio, dipilih 3 aktor untuk memerankan ketiga personel Warkop DKI (meskipun yang satu masih hidup dan sehat wal'afiat). Dono diperankan oleh Abimana Aryasatya, Kasino diperankan oleh Vino G.Bastian, dan Indro diperankan oleh Tora Sudiro.

Secara keseluruhan, lawakan Warkop DKI Reborn ini memang bisa dikatakan mirip-mirip gaya lawakan Warkop DKI di masa lalu. Tapi, entahlah, mungkin karena sudah terbaca --sedangkan sesuatu menjadi lucu kalau kita tidak bisa menebak ujungnya-- ada beberapa lawakan yang menurut saya flat, kurang mengejutkan dan mudah diterka. Saya tidak banyak tertawa selama film ini. Ada sih bagian yang lucu, tapi tidak sebanyak yang saya harapkan. Lawakan-lawakan di film ini lebih seperti nostalgia, namun bukan sesuatu yang baru yang bisa membuat tertawa karena lucunya.

Kalau dari jalan cerita, cukup menghibur dan tentu saja bikin penasaran. Kenapa, karena ujungnya menggantung. Maklum, ini kan baru part 1. Tipikal film bioskop jaman sekarang lah. Akan ada sekuelnya. ;)

Untuk akting, saya suka sih akting ketiga pemeran utamanya. Dulu favorit saya adalah Kasino, sekarang, masih Kasino. Hehe. Dono-nya Abimana lebih cupu, tapi oke juga sih. Dia total dalam memerankan Dono walaupun penampilan fisik kelihatan sangat tidak alami. Lupakan gigi palsu, perut palsunya itu lho, terlalu kentara. Duh.. Kalau Indro, hehe, jujur saya lebih suka Indro yang asli. Akting Tora sih bagus, dia juga lucu. Tapi mungkin karena saya memang tidak terlalu suka Tora, jadi ya gitu deh ya.. *objective off  :p

Tentang para pemain pembantu pria, mungkin karena saya cukup familiar dengan para comic (a.k.a stand up comedian) jebolan SUCI Kompas TV yang ikut andil di film ini, saya ngeh. Sebut saja Fico, Arie Kriting, Ge Pamungkas, Mongol, dan Bintang. Sayangnya, mereka seperti benar-benar pemain pembantu yang tidak bersinar. Mereka seperti tidak berkesempatan untuk lucu. Yang agak greget paling-paling Arie Kriting karena main agak lama. Yang lain, kurang berkesan. Sayang sekali..

Nah, kalau dari para pemain pembantu wanitanya, yaaah bisa ditebak: semi-semi gitu lah. Kalau tidak berpakaian ketat, ya terbuka. Belum lagi dengan ekspresi yang nyebelin sok-sok seksi gitu. Tahu sendiri bagaimana gaya dan penampilan Nikita Mirzani selama ini. Saya bingung, kenapa harus perempuan sensasional tsb sih yang main? Hedeh. Untungnya, yang sering muncul adalah Hannah Al Rasyid yang berperan sebagai Sophia, partner ketiga personel DKI dari Prancis. Logat Perancisnya imut, wajahnya juga cantik. Nggak nyebelin lah buat dipandang.

Selain yang disebutkan di atas, ada juga para komedian veteran seperti Hengky Sulaiman, Inggrid Widjanarko, Tarzan Srimulat, dan Agus Kuncoro (yang terakhir disebut belum veteran sih, tapi terkenal lama lah ya). Dari semua, favorit saya adalah Pak Selamet yang diperankan oleh Tarzan. Sudah pernah lihat lawakan yang sama sih, cuma ekspresi datarnya itu lho, bikin kezel.. xD

Oh ya, di film ini om Indro juga ikut main lho. Ia berperan sebagai dirinya sendiri. Tepatnya, Indro di masa depan alias Indro tua. Kelakuannya aneh-aneh saja untuk menggoda Indro muda (Tora). Jadi Ketty Perry lah, minion lah. Hihi.. Om Indro selalu membayang-bayangi Tora (iya, yang bisa melihatnya hanya Tora --dan penonton, tentu saja, hehe), dan ini yang membuatnya lucu. Gara-gara itu, Indro muda jadi stres sendiri.

Terakhir, kalau nonton film ini di bioskop sebaiknya jangan buru-buru pulang karena ada cuplikan bloopers di bagian akhir (di bagian credit). Ini cukup menghibur. Lebih lucu daripada filmnya, malah, menurut saya.

[Baca juga: Review Spider-Man: Homecoming]

Beberapa catatan penting dari saya tentang film ini adalah, sebaiknya tidak ditonton anak-anak tanpa pengawasan orang tua. Sebenarnya saya agak miris karena waktu saya nonton di bioskop. Ada beberapa orang tua yang membawa anak kecil umur SD nonton ini. Maksud saya, yah, lihat dulu lah, saring dulu, layak atau tidak untuk ditonton oleh anak. Bukannya apa, film ini cukup banyak berisi kata-kata kasar, wanita berpakaian minim dengan sikap tubuh yang menggoda secara seksual, dan ada adegan tarik celana. Hieh. Saya saja risih. Yah kalau di tv mungkin masih kena sensor supaya lebih layak tayang, tapi kalau di bioskop kan biasanya lebih longgar. Kasihan anaknya, nanti mereka pikir yang seperti itu layak ditiru karena toh orang-orang tertawa melihatnya. Emm, tapi balik lagi kepada yang dititipin Tuhan anak sih. Saya hanya memberi saran.

Baiklah, sekian dulu catatan iseng saya hari ini. Semoga tetap memberi manfaat. Akhir kata, semoga film nasional semakin baik. Bye!