11.13.2017

Dosa dan Rejeki

Beberapa hari lalu, di sebuah grup WA, saya membaca sebuah ucapan tertulis dari salah satu anggotanya tentang kenikmatan punya anak penurut yang entah bagaimana agak mengganggu saya selama beberapa hari belakangan ini. Saya kurang ingat kalimat pastinya (histori percakapan grup terlalu ramai jadi keduluan dihapus untuk menghindari heng pada hp), tapi kira-kira bunyinya begini:

"Punya anak yang susah diatur (maksudnya tidak penurut) itu berarti orang tuanya banyak dosa".

WHAT THE ???!!

Oke, lihat ini dulu, supaya adem.. xD
*jangan lupa sambil istighfar kalau ikutan panas di dalam


Saya tahu, pasti ada anggota lain di grup itu yang juga merasakan kejanggalan seperti saya, tapi ndak rebah bunyi, kalau kate orang Sambas. Dari sekian banyak anggota grup, hanya satu yang menanggapi ucapan tersebut dengan "dosa orang tua? Hmm, ada lho pembuat dan pemuja berhala yang anaknya jadi nabi". Saya cuma sanggup kasih jempol. Khawatir kalau saya tanggapin lebih jauh, bisa panjang lebar kayak tulisan blog, dan bisa-bisa dibilang saya mempertajam "SARAT" (suku agama ras antargolongan dan anggota tubuh). Lagian selama ini saya SR alias silent reader. Aneh aja kalau tiba-tiba muncul nyuuul, tau-tau cuman buat nanggapin ucapan tinggi hati seperti itu. Yah, walaupun itu menggelitik untuk dikomentarin, tapi kurang elegan aja gitu. Mending tulis di sini lah. Sengaja tidak diberi keterangan nama grup ataupun nama orangnya (dan saya juga lupa sih siapa yang ngucapin itu, jadi ya tulisan ini buat renungan aja, bukan buat nyinggung) supaya menyakiti siapapun. I want peace!! Yeah..

Jadi gini. Sebelumnya, saya pernah nulis tentang hal serupa ini juga beberapa tahun lalu. Judulnya, REJEKI PARA PENDOSA. Kenapa rejeki para pendosa, karena menurut saya kita semua ini pasti punya dosa, tapi tetap aja tuh dikasih rejeki sama Allah. Entah itu bentuknya harta benda, ilmu pengetahuan, pasangan, anak, keluarga, kesehatan, pemahaman, kelapangan hati, ketenangan batin, bahkan punya hidung pesek yang bisa bernafas pun rejeki besar dari Allah. Ya nggak?

Logikanya, kalau kriteria keterbatasan rejeki dianggap sebagai kriteria dari seseorang yang punya banyak dosa, berarti yang punya banyak rejeki adalah kriteria dari orang yang sedikit dosanya. Gitu kan ya? Kalau logikanya begitu, berarti Fir'aun dan Qarun tuh termasuk orang yang sedikit dosanya dong? Lalu Nabi Adam (yang lama baru ketemu belahan jiwa), Nabi Zakaria (yang sulit memiliki keturunan), dan Nabi Muhammad (yang yatim piatu) artinya punya banyak dosa? Naudzubillah..

Sebagai wanita yang pernah agak lama punya anak dan anak yang ditunggu meninggal dan sekarang masih ikhtiar untuk punya anak lagi, saya sudah berkali-kali dengar pernyataan serupa ini, tentang lamanya saya punya anak (lagi). "Kurang berdoa, kurang sedekah, kurang ibadah, banyak dosa.." Intinya, karena kurang beriman dan tidak pantas, jadi dikasih susah buat punya anak. Kata mereka, bikin anak kan mudah, enak lagi, tinggal melakukan ini dan itu.. -_-

Saya jadi teringat juga dengan cerita beberapa teman yang takdirullah belum dipertemukan dengan teman hidup mereka. Ada yang bilang ke mereka, tinggal kenalan aja apa susahnya sih, tinggal lamar kenapa takut sih, tinggal begini tinggal begitu.. -_-

Heran saya. Apa orang-orang yang berkata seperti itu tidak sadar mereka sudah menyatakan ketidakpercayaannya kepada kekuasaan Sang Pencipta ya?

Perkataan tak pantas seperti itu sebenarnya tidak pantas masuk ruang di pikiran, anggap angin lalu. Tapi yaah harus diakui, ini sedikit banyak menyita beberapa byte memori otak saya. Ini memaksa saya untuk menganalisis dan mencari-cari kebenaran dari ucapan orang. Kadang juga kepikiran, bagusnya balas jawab apa yah sama orang seperti itu, biar kapok? Overthinking jadi kumat. Seperti beberapa hari ini nih. Duh..

Untungnya ada Dia tempat mengadu. Kalau lagi mumet, surat cinta-Nya biasanya ampuh sebagai obat penenang. Seperti pagi ini, dapat pencerahan..
"Katakanlah, "Sesungguhnya Tuhan-mu melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya), akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS. Saba' (34): 36)

Jadi intinya, syukuri nikmat yang sudah diberikan Allah dan jangan sok suci dan merasa bebas dosa hanya karena dapat banyak rezeki. Rezeki yang kita punya, nikmat yang kita rasakan, itu semuanya disebabkan oleh keinginan-Nya memberi. Sama seperti konsep surga neraka. Memangnya yakin kita nanti bisa masuk surga karena banyak amal sedikit dosa, atau yakin banget kalau mereka yang masuk neraka hanya yang banyak dosa sedikit amal? Sepengetahuan saya, bukan mutlak seperti itu cara kerjanya.

Sepengetahuan saya, manusia bisa masuk surga karena Tuhan yang mengizinkan, begitu pula sebaliknya, bisa masuk neraka kalau Tuhan maunya begitu. Kenapa? karena kekuasaan-Nya mutlak. Jadi bukan karena faktor banyak amalan atau banyak dosa. Walaupun memang, jika melakukan banyak amalan, kemungkinan masuk surga lebih besar. Tapi inipun banyak syarat dan ketentuan yang berlaku (misalnya harus ikhlas, bebas riya', tidak boleh jadi bahan untuk menyombongkan diri, didahului ucapan basmallah, diniatkan untuk kebaikan, dsb) supaya diridhoi Allah. Dengan ridho-Nya, barulah manusia bisa masuk surga.

Begitu juga dengan neraka. Ada orang yang banyak dosa tapi Allah menjanjikannya masuk surga. Tahu cerita seorang wanita tuna susila yang katanya akan dimasukkan ke surga karena memberi minum seekor anjing yang kehausan, kan? Atau kisah Umar bin Khattab yang dulu membunuh anaknya sendiri dan keras memerangi dakwah Rasul namun kemudian masuk dalam daftar orang-orang yang dijanjikan masuk surga oleh Allah SWT? Kita manusia berpikir, bisa-bisanya orang dengan dosa besar masuk surga. Tapi kalau Allah ridho, manusia bisa apa? Sama seperti poin sebelumnya, tentu poin ini juga berlaku syarat dan ketentuan. Misalnya, harus dibarengi dengan taubatan nasuha (tobat sebenar-benar tobat, menyesali, dan tidak mengulangi lagi) yang diniatkan dengan sadar hanya karena Allah, disertai amal-amal baik lain, dsb dsb.

Jadi pelajarannya, jangan terlalu mudah melontarkan penghakiman. Oke lah, mungkin belum saatnya, tapi kalau bilang ke orangnya, "kamu tuh belum pantas, kamu tuh banyak dosa", haduh, plis deh. Ngasih motivasi bisa lebih sopan kalee. Lagipula, mana kita tahu apa yang sudah orang lain lakukan dengan terperinci. Kita kan bukan tuhan!

Jadi, yuk deh kita sama-sama belajar ngurang-ngurangin ngecilin hati orang lain. Mari kita sibuk dengan urusan masing-masing. Mengingatkan orang lain melakukan kebaikan memang harus terus dilakukan, tapi jangan lupa caranya juga harus santun.

Okelah, sampai di sini dulu curcol pagi hari ini. Semoga bermanfaat. Dah!

ditulis 13/11/2017