8.05.2025

Perasaanmu aja!

Baru-baru ini dapat pelajaran dari jalur pahit asem kecut. Tidak dibagikan, rasanya kok terlalu masam untuk disimpan sendiri. Jadi saya bagiin aja ya, tapi tanpa menyebut nama sama sekali. 

Sebagai dosen, tentu saya mau yang terbaik untuk mahasiswa-mahasiswa saya, terutama bimbingan akademik, bimbingan skripsi, dan yang kelasnya saya ampu. Klise, karena dengan segala keterbatasan waktu, ilmu, dan tenaga yang saya miliki; ditambah lumayan capek mengasuh bayi dan balita yang masih perlu perhatian; ujungnya ya semampunya. 

Tapi saya sangat berusaha.

Sayangnya tahun ini saya merasakan patah hati yang lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Entahlah ini pengaruh dari masalah serupa yang menumpuk dan berulang yang bikin capek, atau pengaruh hormon, atau pengaruh ada kejadian ekstra, atau mungkin juga ketiga-tiganya. Saya kurang yakin. 

Yang jelas terasa lebih melelahkan. 

Gimana tidak..
Ada mahasiswa bimbingan magang yang sampai tulisan ini diketik, tidak baca chat saya, padahal susah payah dikasih masukan untuk perbaikan tulisannya. Anehnya, nama saya diajukannya sebagai pembimbing skripsi. Untung tidak disetujui forum. Aduhai tidak terbayang, karena beban besar membimbing model yang bisa menghilang seperti ini. Sudah banyak bimbingan yang kayak hantu --bisa menghilang dan muncul tiba-tiba di akhir periode, bikin sport jantung--, nggak kuat harus nambah lagi. 

Dicuekin teman sebaya aja udah sakit, ini pula dicuekin mahasiswa. Mau marah, saya mikir duluan, kenapa dicuekin ya. Rasanya wajar kalau saya banyak ngasih masukan, mengingat anaknya ngajuin judul sampai seminar saja tanpa konsul sama sekali ke saya. Harusnya saya yang tersinggung..

Baca tulisan dan ngasih masukan itu pakai usaha, waktu, dan tenaga juga. Eh malah dicuekin. Patah benar hati saya. Sedih sekali.

Ada juga bimbingan yang nikah tanpa kabar, pas diselamatin responnya dingin banget. 

Harap tidak salah sangka ya. Bukannya saya minta diundang. Saya juga pernah ngalamin kok, keterbatasan biaya untuk bisa mengundang semuaaa orang yang dikenal ke hari bahagia saya. Jadi sedikit banyak paham lah, tidak diundang tidak apa. Saya tetap kirim doa restu. 

Meski begitu, kan bisa, minimal pas diselamatin, jangan lah responnya yang dingin-dingin amat. Kan sedih akutu. 

Tapi karena ini jadinya sadar sih, saya yang kegeeran, ngerasa mahasiswa/alumni mau berbagi bahagia di momen bahagia mereka. Ternyata kami tidak sedekat itu.

Ada juga bimbingan yang menghindar pas ketemu. Ini udah biasa sih. Tiap tahun ada saja. Tapi meski biasa, tetap aja bikin tak selesa.

Yang paling bikin patah hati tahun ini, ada bimbingan yang tahun lalu cuti --artinya sempat intens bimbingan dengan saya, dan saya hargai itu-- tapi kemudian ganti pembimbing di detik-detik terakhir. Saya diminta mundur. Padahal saya tidak kepikiran memintanya ganti pembimbing karena tidak keberatan tetap membimbingnya meskipun dia pernah bikin rumor tak sedap tentang saya tahun sebelumnya.

Salah saya sih, kurang ngikutin insting, karena iba. 

Jadi di tahun sebelumnya, mahasiswa tsb saya ketahui ngomongin saya, bilang ke temannya kalau saya memaksanya mengajukan cuti di saat dia kesulitan finansial, padahal bukan itu yang saya sampaikan. ((Berhubung detilnya terlalu panjang, capek nulisnya, dan tak perlu juga sih saya ceritakan di sini)). Tapi atas tuduhan tersebut, saya berusaha abaikan. "Dahlah, namanya mahasiswa, masih muda, masih suka salah kira", begitu saya coba menghibur hati. 

Tahun ini ia bimbingan lagi, kembali lamban mengikuti timeline, tapi saya berusaha paham dan tetap semangatin. Apalagi ia baru-baru ini menjalani operasi besar karena kecelakaan. Saya ngerti. Saking berusaha ngertinya, sampai-sampai saya yang tidak pernah setuju mahasiswa untuk menyederhanakan penelitiannya dari strategi jadi upaya (saya kurang suka judul "upaya") pun berusaha lebih fleksibel. Karena kondisi-kondisi tadi, saya usulkan ia untuk menyederhanakan penelitiannya, supaya bisa lebih cepat. 

Bukan bikin baru lo ya, tapi disederhanakan. 

Ganti judul tentu perlu penyesuaian. Kalau tidak ganti judul yang lebih sederhana, ya tetap pakai judul awal, tapi dengan konsekuensi harus menaklukkan kesulitan yang ada. Tapi kemudian ia keberatan lalu mau ganti judul baru dengan masalah yang beda lagi, sementara waktu makin mepet. Ya saya larang lah. Ah, taunya anaknya malah bilang saya mempersulit. 

Allah yang Maha Tahu, tak sedikitpun saya mau mempersulit.

Yang ironis, saya yang tidak berencana minta dia ganti pembimbing, dia ganti. Sementara dosen lain yang lantang di forum minta supaya dia ganti pembimbing karena tidak nyambung, meskipun sudah di penghujung tenggat, dia pertahankan. Agak syok juga sih pas dikasih tau bahwa justru sayalah yang didepak. Tapi tak apa. Ada bagusnya sih, tidak nambah repot, hehe. Tapi ada yang ganjal aja. Kalau dipikirkan, bikin tak selesa. 

Dituduh macam-macam tapi tidak bisa marah, bikin perasaan tidak nyaman. Sesering apapun saya pernah menghadapi tuduhan-tuduhan kayak gini tanpa bisa membela diri, tetap rasanya mengganggu, mengganjal. Sulit untuk terbiasa. 

Tapi kalau kita sudah dicap negatif sama orang lain gara-gara cerita orang atau karena prasangka semata, mau kita cerita jungkir balik juga percuma. Seperti kata Ali bin Abi Thalib ra., "... yang menyukaimu tak butuh (penjelasan) itu  yang membencimu takkan percaya (penjelasan) itu". 

Jadi tidak apa jika teman-teman pembaca tulisan ini tidak percaya. Saya hanya mau cerita. Capek juga mendam sendiri. Eh tapi memangnya ada yang baca blog ini? Wkwk.. tukan, geer lagi iih. XD

Sebagai penyeimbang rasa ini, saya ingin bersyukur kepada Allah, dan berterima kasih kepada mahasiswa-mahasiswi bimbingan skripsi saya tahun ini, yang telah berjuang keras dan mayoritas rajin dari awal sampai akhir. Makasih yaa. InsyaAllah masa depan mereka yang berusaha keras akan gilang-gemilang, sukses dunia akhirat, berkah ilmunya, aamiin.

Dahlah. Sekian dan terima gajih.. fufufu

~ Kota Khatulistiwa, di Selasa yang mendung namun gerah ini, 05/07/2025

Read more…

8.04.2025

Fondasi dalam hubungan

Fondasi dari setiap hubungan adalah rasa yang ditinggalkan.

Kita sangat jarang mengingat pasti kata-kata yang diucapkan oleh orang lain. Yang kita ingat jelas hanyalah bagaimana kata-kata itu disampaikan. Bahasa tubuh, mimik wajah, nada bicara, volume, dsb yang diekspresikan ketika mereka menyampaikan kata-kata tsb. 

Bagaimana mereka membuat kita merasakan sesuatu ketika berinteraksi dengan mereka, bagaimana kenangan terkesan setelah berinteraksi dengan mereka. Baik kah. Buruk kah. Itulah yang tertinggal.

~ kota khatulistiwa, 04 Agustus 2025.
Saat mendung dan dingin di Senin pagi.

Read more…

5.07.2025

Dengan Siapa

Bagi saya, jalan-jalan itu bukan soal "apa" atau "di mana", tapi "dengan siapa". 


Mungkin terkesan terlalu bergantung pada orang lain, manja, tapi menurut saya dengan siapa kita bertualang dan berbagi sepotong waktu dalam hidup kita, sangat penting. 


Walau hanya sekadar ke lapangan lalu gelar tikar, minum air putih yang dibeli di perjalanan, pakai kendaraan umum pula; rasanya tetap lebih bahagia dan nikmat sekali ketika dijalani bersama orang-orang kesayangan yang tidak gemar mengeluh dan selalu hepi ceria; dibandingkan harus menghabiskan waktu di tempat mewah menggunakan kendaraan yang nyaman tapi bersama orang-orang yang nggak asik karena senang ngedumel, menggunjing, menyinggung ataupun mudah tersinggung. 


Serius.

Read more…

3.25.2025

Moral Injury

Hari ini, saya iseng buka instagram. Salah satu reel yang cukup menohok adalah tentang seorang influencer yang menanggapi cerita salah satu follower-nya. 

Jadi ceritanya, follower-nya ini adalah seorang aparatur sipil yang mengalami pingsan saat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Bahkan setelahnya sampai rawat inap 4 hari. Lalu sang influencer pun menjelaskan tentang moral injury, alias luka batin karena perbedaan moral yang dipegang dengan yang dialami dalam kehidupan. Dalam kata lain, sistem yang berjalan tidak sesuai nurani. Penjelasannya cukup menohok karena sedikit banyak relate dengan apa yang dialami belakangan ini, meskipun syukurnya tidak sampai pingsan saat nyanyi..
[Reels terkait, bisa liat di sini]

Sebagai pegawai, moral injury yang saya alami datang dari banyaknya kasus orang dalam tidak kompeten dan liga korupsi di negeri sendiri. Rasa marah dan muak mengerogoti hati. Apalagi beritanya datang bertubi-tubi. Meskipun sebelumnya tahu negeri ini banyak korupsi, tapi baru sadar ternyata sudah parah sekali. 

Sebagai pendidik, saya selalu berusaha menekankan kejujuran dan kesabaran pada setiap pembelajaran kepada peserta didik di kelas yang saya ampu. Harapannya, setelah jadi alumni, mereka terbiasa jujur, bekerja dengan hati, jauh dari KKN. Tapi apa dinyana. Miris rasanya ketika kita mendidik generasi muda bahwa A adalah A; tapi di lapangan sama sekali berbeda. Ketika normalnya A adalah A, sama sekali bukan B, atau C; tapi karena dikorupsi, A bisa menjadi B, C, atau bahkan Z. Dapat berubah sesuka hati pihak yang korupsi. Karena kenyataan yang berbeda, padahal saya --yang ngajar-- tidak bohong, ada rasa sakit hati. Tapi saya bisa apa? Paling cuma curcol di diary.

Di lingkung yang lebih luas, moral injury yang saya alami datang dari pendudukan isrh3ll dan gen0sida yang makin menggila. Dan ini disaksikan (dan seperti diiyakan) oleh forum dunia yang senyap. Sebagai warga dunia, hati ini terasa hancur melihat kerusakan dan pembersihan 3tnis yang dilakukan oleh entitas serigala berbulu domba. Bukankah selama ini sudah sewajarnya nilai-nilai kemanusiaan yang diutamakan. Apalagi yang terjadi adalah okupasi. Tapi saya bisa apa? Paling cuma bisa ikutan boik0t produk progen0 dan ceriwis di akun pribadi.

Kalau dipikir-pikir, pantas belakangan ini rasanya lebih sering nangis sesengukan di atas sajadah. Dan emang saya doain sih mereka yang zolim itu, mengingat saya sendiri tidak bisa ngapa-ngapain. Doa adalah senjata. InsyaAllah dikabulkan. Apalagi ini bulan Ramadhan. Tunggu saja kalian!!

Kota Khatulistiwa, 25 03 25

Read more…

1.28.2025

Waktu Yang Tepat Untuk Membaca

Setelah sekian lama berkutat dengan novel Negeri 5 Menara karya A Fuadi, alhamdulillah akhirnya malam ini saya berhasil mengkhatamkannya. Yeey!


Keberhasilan membaca ini tidak lepas dari peran target bulanan yang saya set di awal bulan ini. Sebelumnya, saya kesulitan mencari waktu "yang pas" untuk menyempatkan membaca. Apalagi beberapa bulan belakangan ini kesibukan saya bertambah dengan lahirnya anggota baru keluarga kami. Jaga bayi kan memakan waktu, tenaga, dan emosi ya. Jadi untuk kenyamanan, saya lebih memilih nonton drakor daripada baca buku. Tinggal buka aplikasi, sambil tiduran udah bisa ketawa-ketiwi. Kalau baca buku, kan, harus di tempat terang dan dianjurkan dengan postur yang tegak, ya. Berhubung anak-anak saya tidurnya pakai lampu tidur yang redup, saya belum bisa seideal itu. Pernah nyoba baca sambil tiduran, tapi saya hampir selalu ikutan tertidur, hihi. Apalagi di masa mengASIhi sekarang, enakan tidur barengan sama bayi (ini terbukti secara ilmiah). Lupa deh sama niat mau baca buku setelah mengantarkan anak tidur, hihi. Alhasil niat membaca tak kunjung ada kemajuan. Segitu-segitu aja.

Nah, gara-gara bikin target tertulis di awal bulan ini, saya termotivasi juga untuk maju semampunya, biarpun sedikit. Kalau orang-orang yang pro, baca buku fiksi ringan, meskipun tebal, mungkin cuma perlu beberapa hari atau mungkin hanya beberapa jam saja. Tergelitik juga saya. Malu, udah seumur ini kecepatan baca lambat sekali. Pengen juga bikin target agak muluk, haha. Tapi mengingat kemampuan pribadi dan kondisi saat ini, saya mencoba berdamai sama diri sendiri. Satu bulan satu buku. (Konon, yaa, konon. Soalnya buku yang saya baca juga sebenarnya udah dibaca setengah jalan sejak tahun lalu, cuma majunya dikit-dikit bener. Tapi tak apalah, buat motivasi. Anggap pemanasan setelah sekian lama, hehe.)

Hampir sepanjang bulan ini, saya tak menjalankan misi membaca dengan baik. Lebih banyak bolos daripada melakukan. Ya saya sadar, soalnya di-track di bujo, heuheu. Kendala ini lebih karena tidak punya jadwal tetap ataupun rutinitas pemicu, sih. Ya misal kalau pagi, kan, jadwal tetapnya sholat subuh, pemicunya adzan subuh. Nah, salah satu dari ini selalu saya jadikan patokan untuk menunaikan mandi pagi. Maka tidak heran, selama usia anak bungsu saya yang hitungan bulanan ini, saya hampir tidak pernah bolos mandi 2x sehari, dan mandi paginya terhitung awal, pakai air dingin pula. Sesuatu banget. Sementara itu, untuk rutinitas membaca, saya masih meraba-raba waktu yang tepat. Makanya belum beres juga urusan ini. 

Tiap malam ngisi evaluasi di bujo, saya selalu menyesal. Apalagi ini udah di penghujung bulan. Mau sampai kapan..

Saya sangat sadar, rutinitas membaca harusnya jadi prioritas, karena otak perlu dikasih asupan bacaan supaya kosakata bertambah kaya, ide bertambah luas. Tapi sampai sekarang ini masih saja sulit dilakukan. Kalau membaca di pagi hari, saya merasa produktivitas jadi terganggu. Lebih baik mengerjakan pekerjaan yang memerlukan fokus tinggi karena energi masih banyak. Kalau malam menjelang tidur, suka kelewatan. Lebih baik tidur. Kalau dini hari, mendingan tahajud atau belajar kalau tidak tidur. Rasanya susah betul nemu waktunya. Baru beberapa hari belakangan, saya nemu urat gelinya. 

Kebetulan anak bayi saya punya preferensi pengantar tidur yang agak unik: suka digendong sambil dibawa jalan. Iya, kami tidak pakai ayunan. Berat memang. Biasanya badan saya jadi pegal-pegal. Tapi terdorong target membaca yang tenggatnya makin mepet, saya jadi mikir, sepertinya ini bisa dijadikan momen untuk membaca, deh. Lumayan kan, jadi tidak terlalu fokus sama pegalnya wkwk. Apalagi kalau dibarengi pakai smartwatch, bisa sekalian olahraga. Lumayan buat nambah jumlah langkah harian (walaupun cuma keliling rumah), dalam kata lain, membakar lemak menahun di tubuh ini. Huahaha. Dua tiga pulau sekali dayung. InsyaAllah.

Begitulah. Dengan milestone ini, saya harap semangat ini terekam dengan baik. Sengaja ditulis di sini supaya bisa dibaca sendiri kapan-kapan, dan siapa tahu ada teman pembaca yang merasa senasib dengan saya, lalu jadi bersemangat juga. Happiness only real when shared, kan..

InsyaAllah bulan depan bisa mencapai target lagi. Ganbatte!

Read more…