6.08.2016

Melihat Dari Permukaan

Bulan Juni sudah berjalan, saya masih belum post tulisan satupaun! Aiissh, mana bisa penuh target one day one post ini mah. Haha.. *ketawagaring *jitak diri sendiri

Di awal bulan Ramadhan ini, saya mau berbagi tentang sebuah status lama FB saya saja ya, teman-teman. Untuk introspeksi diri sendiri sekalian mengabadikannya di blog ini supaya lebih mudah dicari. Soalnya kalau di FB kan suka tenggelam yah. Malas banget kalau harus scroll status tahun tertentu. Boros kuota, beib! *sok irit


Hai status, sudah lama tidak bertemu!

Baiklah, tentang apa isi statusnya, tunggu ya, saya masukan fotonya dulu. Semoga bisa terbaca dengan jelas..

Melihat Dari Permukaan
Status ditulis setahun lalu, waktu masih lancar nulis pakai bahasa Inggris (eaa), walaupun belepotan, hihi
Melihat dari permukaan, begitu judul yang saya berikan kepada 2 paragraf curcol yang terinspirasi dari sebuah trit salah satu situs berbahasa Inggris yang saya baca. Di situs tersebut diceritakan bahwa ada seorang anak perempuan yang dilecehkan oleh teman sekolahnya. Reaksi anak perempuan tersebut di luar kebiasaan perempuan umumnya. Ia dengan spontan meninju anak yang melecehkannya itu, yang berujung ibunya dipanggil ke ruang kepala sekolah. Anak perempuan itu disalahkan, sementara anak lelaki yang bikin masalah menangis tersedu-sedu lengkap dengan dukungan guru dan orang tuanya yang terlihat murka karena kekerasan yang terjadi. Bagi orang yang tidak tahu masalahnya, anak perempuan tersebut bisa dengan mudah dicap kasar sementara anak lelaki menjadi korban kekerasan fisik. Nyatanya, sebaliknya. Anak perempuan itulah yang menjadi korban pelecehan seksual.

[Artikel aslinya bisa dibaca di sini]

Begitulah dunia, mudah sekali terlihat terbolak-balik. Pelaku bisa saja menangis atau marah sampai-sampai terdengar seperti korban bagi orang lain yang tidak tahu permasalahan, sementara korban sebenarnya hanya bisa diam saja. Akibatnya, tentu, mudah sekali menyalahkan orang yang diam saja, kan?

Ini membuat saya berpikir, betapa menyenangkannya menjadi orang yang populer, yang bisa mempengaruhi massa. Tinggal marah dengan lantang atau menangis dengan keras, dunia akan menatap kepadanya dan dengan mudah mendukungnya. Sementara yang tidak terkenal, terasingkan, ataupun tidak didukung oleh penghasut massa yang memadai dan handal; menangis darah pun takkan didengarkan. Jika melawan, disalahkan. *sedih amat  T_T

Mungkin itu ya, sebabnya, di dalam ajaran Islam, hakim itu salah satu pekerjaan berat yang dijadikan bahasan penting. Soalnya hasil penghakiman seorang hakim menyangkut hajat hidup orang lain dan orang banyak, serta berperan dalam menghentikan kezaliman. Nah, buat yang bukan hakim, jangan kebiasaan terburu-buru menghakimi orang lain sebelum tahu duduk permasalahan. 

***

Baiklah, saya cukupkan sekian dulu ya, teman. Saya ngantuk nih. Besok insyaallah puasa lagi. Oh ya, walaupun terlambat, saya ucapkan selamat menunaikan ibadah Ramadhan untuk yang menjalankan puasa Ramadhan yaa. Semoga puasa yang dilakukan tidak hanya sebatas lapar dan haus belaka, aamiin.