4.27.2016

Tetangga Masa' Gitu

Hari ini ada kejadian berkenaan dengan dunia pertetanggaan. Saya menulis ini bukan untuk membicarakan orangnya, melainkan agar kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi orang lain yang membaca. Soalnya parah sih..

Peringatan: Tulisan ini mungkin mengandung cerita yang tidak manis dan tidak menyenangkan. Jadi sebaiknya kalau sedang malas membaca hal begini, silakan hentikan di sini.

Tetangga, sejatinya adalah manusia berada dekat dengan kita. Walaupun sebagian besar tetangga bisa jadi tidak memiliki hubungan darah apapun dengan kita, tetangga memiliki andil yang besar buat kehidupan karena mereka lah yang berinteraksi langsung dengan kita dalam kehidupan sehari-hari. Mereka berpeluang besar menjadi orang pertama yang mengetahui segala sesuatu yang kita alami, entah itu baik atau buruk. Mereka juga sangat mungkin menjadi orang pertama yang membantu kita, sebelum keluarga kita sendiri mendatangi kita (karena masalah jarak). Saking pentingnya peran tetangga, Allah menyinggung perihal tetangga dalam Al Qur'an surah An-Nisa ayat 36 yang menyuruh kita untuk berbuat baik kepada mereka. Rasulullah juga pernah bersabda bahwa memiliki yang baik adalah salah satu kebahagiaan dunia yang bisa dimiliki oleh seorang anak manusia.

Bayangkan, ketika kita keluar rumah, hati kita tentu lebih riang jika berpaspasan dengan tetangga yang tersenyum ramah dan tulus. Apalagi kalau punya tetangga yang berbagi dengan suka cita ketika memiliki rejeki lebih, segera menolong dengan tulus tanpa diminta ketika melihat kita kesusahan, atau minimal tidak membicarakan keburukan kita ke tetangga lain. Ooh sungguh itu kebahagiaan dunia. Bandingkan kalau punya tetangga yang gemar buang muka, ketahuan membicarakan gosip tentang kita, bikin gaduh saat jam istirahat, atau yang tidak kalah parah, mengganggu barang kita tanpa rasa bersalah. Naudzubillah. Buat yang pernah merasakan pasti tahu sesaknya seperti apa. Mau dimarah, tetangga sendiri, yang kapan-kapan mungkin kita perlukan bantuannya. Tidak dimarahi, ngelunjak bikin sakit hati. Luar biasa.

Yah yah yah, saya tahu akan ada yang berkomentar bahwa tetangga (dan siapapun) adalah ladang amal buat kita. Kalau mereka baik kita harus bersyukur, kalau sekiranya tidak maka kita-lah yang dituntut untuk sabar. Masalahnya, tidak setiap saat kita bisa sabar. Ya kan.. Kita manusia lho, bukan malaikat.

Seperti hari ini. Pagi-pagi rumah kami sudah didatangi oleh pesuruh tetangga baru yang sedang membangun rumah kos-kosan besar di samping rumah kami. Memang sudah beberapa waktu ini rumah milik pemilik lama sudah diratakan. Di atasnya dibangun bangunan baru yang lebih besar dan megah dan sukses bikin rumah-rumah tetangga di sekitarnya (termasuk rumah orang tua kami) rusak akibat permukaan tanah turun karena beban bangunan baru itu. Iya, tanah di provinsi kami memang punya karakteristik unik: gambut. Tidak perlu saya jelaskan lebih detil, mungkin sudah banyak yang tahu tentang tanah gambut ini. Yang pasti karakter tanah ini cukup menjelaskan mengapa tidak banyak bangunan tinggi di provinsi kami. Kalaupun ada, pasti perlu usaha lebih dan dana yang tidak main-main untuk itu. Pun kita tak tahu dampak yang dirasakan oleh orang-orang yang tinggal di sekitar bangunan tinggi seperti apa, sampai kita mengalaminya sendiri.

Terus terang saya agak kecewa dengan tetangga baru kami tersebut. Dinding rumah orang tua kami retak, padahal itu baru bangunan, belum ditambah furnitur dan bobot penghuni kos dengan belasan pintu itu. Bisa-bisa lantai pecah karena tanah miring. Belum lagi perihal bangunan yang tidak sesuai dengan kesepakatan bersama, seperti di awal sebelum pembangunan, tetangga baru itu berjanji akan membangun setidaknya 1 meter dari batas tanahnya, bentuk bangunan L, dan tanpa jendela terbuka (hanya kaca dinding dan lubang ventilasi). Nyatanya?

Nyatanya jauuh. Bangunan baru itu dekat dengan rumah kami. Saya ngeri membayangkan rumah yang berdekatan seperti itu. Apalagi itu rumah kos-kosan. Lalu mengenai bentuk bangunan, entah sejak kapan huruf L berubah seperti persegi. Sungguh penipuan. Masalah terkini, ya jendela itu. Memang bangunannya tanpa jendela sesuai yang dijanjikan. Lalu apa masalahnya? Masalahnya, jendela diganti dengan pintu-pintu! Iya, pintu-pintu (jamak, lebih dari 1) yang menghadap langsung ke arah rumah kami. Mana pintunya terletak lebih tinggi lagi. Tukang bisa dengan mudah meloncat ke teras lantai atas rumah kami. Ini tidak dilakukan terang-terangan sih, melainkan dilakukan saat mereka pikir semua orang penghuni rumah pergi, padahal kami tahu. Nah, itu tukang bangunan, kalau orang yang berniat jahat, gimana? Kami kehilangan privasi dan merasa tidak aman. Apalagi mengingat kemungkinan penghuni kos buang sampah sembarangan, nanti. Dan tentunya itu melanggar kesepakatan dengan tetangga. Duh, sebel.

Perihal-perihal tersebut (plus perihal lain yang tidak akan saya ceritakan satu-satu di sini) sebenarnya sudah pernah dibicarakan dengan kontraktor yang kebetulan pesuruh sekaligus keponakan pemilik bangunan kos itu. Pun dulu sudah pernah dilakukan pertemuan dengan tetangga sekitar sebelum pembangunan berlangsung. Tapi tentu saja, dengan banyak alasan, pembangunan tetap berjalan sampai sekarang, sudah hampir selesai.

Nah, pagi ini, pesuruh tetangga baru itu ingin kembali membicarakan tentang teralis teras, tepatnya membujuk Mama' saya. Yang angkat bicara adalah Mama' dan Kakak. Kebetulan Bapak sedang di luar kota. Intinya, keluarga kami menolak dan menuntut janji pemilik. Kami tidak ingin keamanan dan kenyamanan keluarga kami nanti terganggu. Singkat cerita, tidak ada kesepakatan untuk hal ini. Kakak meminta agar si empunya rumah yang langsung membicarakannya dengan keluarga kami nanti.

Agak siang, saya mendengar suara laki-laki mengucapkan salam tapi tiba-tiba pintu depan rumah kami terbuka. Kaget sekali. Untungnya saya bersama Kakak di rumah saat itu, Kakak langsung menangani. Rupanya pemilik rumah itu yang datang berdua dengan pesuruhnya. Sungguh arogan. Terus terang, sampai di sini saya merasa muak sekali. Pengen saya tinju. Seenaknya saja jadi orang. Tak terbayang kalau saat itu saya sedang sendirian dan sedang belum berjilbab. Pasti merasa kalang kabut. Sungguh menyebalkan punya tetangga model begini. Bahkan di rumah sendiri terasa tidak aman.

Selama pembicaraan, tetangga arogan yang mengaku lahir tahun 62 itu meninggikan suaranya. Mengintimidasi Kakak. Kalau bahasa orang Pontianak tuh, nge-gap, alias menggertak. Untungnya Kakak saya orang yang cukup keras kepala. Sampai si tamu tidak sopan itu pulang, tidak ada kata sepakat. Kalau menurut saya sih, jelas sekali tujuan kedatangan orang itu memang bukan mencari kesepakatan, melainkan untuk menggertak kami. Tapi setidaknya kami punya rekaman pembicaraannya. Ya, omongan orang seperti ini memang harus direkam, soalnya kapan-kapan bisa berubah sesuai angin muson. Susah sih uruusannya dengan pendusta..

Setelah pembicaraan, kami segera mencari surat kesepakatan tertulis pertemuan dulu. Anehnya, kesepakatan tentang yang menjadi masalah ini tidak ditulis di surat. Mendengar kabar tersebut, Mama' segera menghimpun tetangga yang menghadiri pertemuan dulu. Di malam hari, semua tetangga yang terlibat dalam pertemuan tersebut (minus tetangga arogan yang memiliki properti bermasalah) datang ke rumah untuk urun rembug. Positif, semua tetangga ingat dengan janji orang itu. Hanya saja tidak tertuang dalam hitam di atas putih karena para tetangga tidak menyangka akan seperti itu jadinya.

Dari kejadian ini, saya mendapatkan beberapa pelajaran penting perihal membuat kesepakatan hitam di atas putih:

- Jangan, sekali lagi, jangan pernah menandatangani blanko kosong, apapun alasannya. Ini adalah hal terlarang dalam pembuatan kesepakatan. Menandatangani blanko kosong berarti memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menjebak diri sendiri dalam situasi buruk.

- Jangan terlalu mudah percaya kepada orang, apalagi yang baru dikenal dan kelihatan pandai berbicara dan mendominasi. Yang sudah lama dikenal saja ada yang tidak pantas dipercaya, apalagi yang baru. Jaman sekarang banyak raja dan ratu tega, bahkan kepada sanak keluarga, apalagi tetangga. Contohnya ya, kasus yang kami alami ini. Siapa yang sangka bisa dibodohi oleh tetangga baru.

- Selalu membaca ulang surat kesepakatan atau perjanjian yang dihasilkan dengan teliti sebelum tanda tangan. Kalau perlu pelajari ulang dan pertemuan ulang kalau ada yang dirasa belum jelas. Jangan membubuhi tanda tangan dengan terburu-buru sebelum selesai membacanya, terutama jika perjanjian berkaitan dengan masa depan.

- Jangan remehkan pemilihan redaksi dalam surat pernyataan. Bikin yang lengkap sekalian. Contohnya kami kan, dilarang bikin jendela, dia malah bikin pintu. Koplak.

- Jangan sungkan mengajukan pendapat agar tidak mau menyesal di kemudian hari. Lebih baik tidak enak di awal daripada tidak enak di akhir.

- Jika pertemuan melibatkan beberapa pihak yang dirugikan, bersatulah. Jangan mau dipecah belah. Jaga komunikasi antar tetangga dengan baik.

- Manfaatkan teknologi untuk mendokumentasikan pertemuan, baik dalam hal tertulis, foto, video ataupun rekaman suara. Walaupun kita sadar sepenuhnya bahwa seorang manusia terhormat harus memegang janji tanpa itu semua, tapi standar ini akan susah dipaksakan kepada orang lain. Jangan merasa tidak enak untuk melakukan semua itu secara terang-terangan agar semua pihak sadar bahwa apa yang dilakukan (baik tulisan, ucapan, atau tindakan) akan menjadi bukti kuat, bukan sekadar muslihat untuk mengelabui orang lain demi kepentingan pribadi.

Begitulah. Kita boleh awam masalah hukum, tapi jangan sampai buta hukum dan teledor. Boleh percaya tetangga, tapi jangan sepenuhnya. Apalagi berkaitan dengan surat penting. Kalau ini terjadi, kita akan mudah sekali dikelabui oleh orang licik. Waspada bukan masalah berburuk sangka, tapi masalah melindungi diri dan keluarga dari kejadian tidak mengenakkan di kemudian hari. Naudzubillah..

Semoga tulisan pengalaman kali ini bisa jadi pelajaran bagi teman-teman pembaca  perihal pentingnya pengetahuan tentang penandatanganan surat kesepakatan antar tetangga. Berbuat baiklah kepada tetangga, tapi jangan sampai lengah. Bagi yang kebetulan dapat tetangga arogan (seperti yang kami alami), semoga diberikan kekuatan dan kemudahan untuk mempertahankan hak ya. Semangat terus! Bye!