5.30.2015

INFJ vs ENTP : Nyonya Perasa dan Tuan Logika

Sabtu malam ini, walaupun sudah agak larut ya, saya mau cerita tentang saya dan suami (lagi). Buat yang eneg baca tentang ini, silakan skip. Tidak ada paksaan untuk membaca karena ini cuma cerita suka-suka. ^^

INFJ vs ENTP


Pembaca lama pasti sudah tahu kan kalau saya INFJ. Salah satu deskripsi kepribadian ini adalah sensitif. INFJ cenderung perasa karena sifat feeling nya. Bukan berarti tidak punya logika ya, tapi lebih mengedepankan perasaan dari pada pikiran. 

Ini berkebalikan 180 derajat dengan kepribadian belahan jiwa saya. Kanda ENTP banget. Logikanya lebih dominan dari perasaan. Senang sekali berdiskusi (kadang saya bilang itu debat) untuk mengasah pengetahuannya. Kalau berdiskusi, ia terbuka dengan ide baru, tapi selama argumennya tak terpatahkan ia ogah pindah posisi. Tidak mudah marah kalau argumennya terpojok, tapi juga tanpa perasaan memojokkan argumen orang lain.

Saat kuliah dulu, Kanda tak segan bertanya di depan kelas, cuek sekali, percaya diri, keras kepala tapi terbuka dengan ide baru. Tentang ini, saya jadi ingat momen waktu ia presentasi bacaan dan ditanyai seorang dosen pengampu. Terjadi perbincangan yang alot waktu itu. Teman-teman sekelas ikut gregetan melihat keberanian Kanda menyanggah dosen yang terkenal killer tersebut, sementara saya kebagian khawatir kalau-kalau dosennya tersinggung. Syukurlah tidak. Sepertinya dosen kami itu juga dominan thinking nya, jadi walaupun waktu itu sempat terlihat bete karena Kanda begitu keras kepala, beliau tetap baik kepada kami. Alhamdulillah..

Sementara saya? Walaupun sering bertanya-tanya tentang suatu topik, tapi saya lebih senang bertanya empat mata dengan narasumber daripada harus bertanya di depan kelas. Sayangnya narasumber seringkali tak punya waktu ekstra untuk itu. Jadi ya begitu deh, kadang nyesal sendiri kenapa tidak nanya di kelas.. :v  

Eh, tapi bukan berarti saya tidak suka berbicara di depan umum. Saya malah sangat menikmatinya, dengan catatan topik tersebut sangat saya kuasai atau saya yakini benar. Saya akan mempresentasikan dan menjawab dengan sepenuh hati. Ada kepuasan tersendiri setelah mempresentasikan hal yang saya sukai, seperti mendapatkan kesempatan berbicara dan didengarkan. Itu menyenangkan sekaligus melelahkan. 

Nah, ketika seorang penuh perasaan seperti saya berinteraksi dengan Kanda yang penuh logika, tak jarang terjadi percikan-percikan konflik kecil. Sesuatu yang bisa bikin berantem, tapi juga menambah kemesraan. Tergantung mau dibawa ke arah mana. Pertemuan pertama kami dulu, misalnya.. 

Contoh lain adalah seperti waktu saya sedang pusing dengan tugas akhir. Tekanan tugas akhir plus masalah-masalah lain membuat saya merasa di titik terendah kehidupan waktu itu. Putus asa. (PS: Putus asa itu tidak boleh, tapi jujur itu yang saya rasakan waktu itu). Eeh, bukannya menghibur, Kanda malah menegur saya dengan dingin waktu belanja bulanan di toko langganan. Betul sih, apa yang disampaikannya, tapi caranya yang dingin membuat saya sedih dan makin terpuruk, hancur. Alhasil, saya tidak bisa menahan air mata di sana *nangis sambil sembunyi di balik rak*. Melihat itu ia baru ingat kalau saya tidak sepertinya yang kurang peka sangat logis. Ia lalu minta maaf karena kurang memperhatikan perasaan saya. Saya sampai dibelikan coklat kesukaan. Disogok ceritanya. Hihi. Ingat ini jadi senyum sendiri. :)

Interaksi antara INFJ dan ENTP memang seringkali tak mulus seperti kami, tapi hikmahnya sangat berharga. Saya yang perasa jadi belajar memahami orang yang kuat berlogika, sementara Kanda yang logis juga belajar memahami perasaan orang lain. Dengan saling mempelajari sifat yang saling bertentangan dengan diri sendiri ini, walau berat kami belajar bahwa dunia begitu indah karena perbedaan warna. Seperti lukisan, tanpa warna mungkin terlalu sepi untuk bisa dinikmati. Tuhan memang paling tahu apa yang dibutuhkan makhluknya ya... :)

Oke, udah dulu ya, ngantuk nih.. Sampai nanti, salaam!