5.15.2015

Cerita Jilbab Pertama (3) - Selesai

Saya pulang dengan perasaan campur aduk.. Tak disangka, malam itu saya mimpi. Mimpi buruuuuuk sekali.

OOTD
Bosan nggak liat foto ini? *survey* 

Entahlah, mungkin itu representasi bawah sadar saya hari itu. Yang jelas bangun-bangun saya menangis dan meminta Mama' membelikan saya jilbab untuk saya pakai ke sekolah. Kalau tidak berjilbab, saya tidak mau ke sekolah. Mama' kelihatan bingung dengan permintaan saya, tapi sigap. Sabtu pagi itu beliau segera menghubungi teman Mama' yang anaknya bersekolah di sekolah swasta yayasan islam, meminjam seragam untuk saya. Ada! Alhamdulillah. Tapi yang putih-abu-abu, bukan seragam pramuka. Anaknya hanya punya satu seragam pramuka dan itu dipakai hari itu (Sabtu). Alhasil, saya bolos sekolah hari itu. Dengan izin Mama', tentunya. Resmi.

Kalau dipikir sekarang, lucu juga, ya. Sampai bolos sekolah gara-gara jilbab. Padahal bagaimana memakainya pun saya tidak pernah tahu. Saya tak pernah punya jilbab dan tidak penah terpikir akan memakai jilbab. Jilbab di rumah kami hanya satu, itupun punya Mama'. Jarang dipakai karena Mama' juga belum berjilbab. Mungkin itu adalah jilbab pertama di rumah. Bentuknya segiempat, bahannya tebal, licin. Warnanya putih gading dengan motif siluet bunga hitam besar di bagian pinggir.

Melihat keseriusan saya, hari itu Mama' membelikan saya seragam sekolah panjang plus jilbab kaos segiempat berwarna putih dan coklat untuk padanannya. Saya sendiri hari itu, mematut diri di cermin. Belajar berjilbab. Jujur, saya tidak suka jilbab putih gading milik Mama', tapi karena itu satu-satunya jilbab yang ada, saya pakai saja.

Yang lebih lucu, hari Sabtu sore itu saya malah datang ke sekolah karena ingin ikut acara di musholla sekolah. Jadi saya pergi ke sekolah dengan jilbab putih gading milik Mama', baju polo shirt warna merah tua polos punya Bapak (soalnya saya belum punya baju lengan panjang, ihiks), dan celana panjang bahan kain warna biru tua bermotif garis vertikal. Sungguh, memikirkan ini membuat saya..... tertawa! :D   Sayang saya tidak ada fotonya... :p

Pas ditanya teman-teman kenapa saya datang (karena mereka mengira saya sakit), saya hanya bisa senyum-senyum saja. Karena itu acara keagamaan, teman-teman cewek yang datang juga menutup aurat, jadi saya tidak merasa canggung. Di hari senin, saya menggunakan setelan seragam putih lengan panjang, rok abu-abu panjang, dan jilbab putih yang dibelikan Mama'. Aneh sih rasanya, karena teman-teman lain banyak yang belum berseragam SMA, dan pakaian saya tertutup. Persiapannya juga susah karena tidak terbiasa. Saya sering tertusuk peniti dan jilbab susah rapi.

Menggunakan penutup aurat bukan berarti saya sudah tahu agama dengan baik. Dulu saya bengong waktu ditanya nama sahabat Nabi selain Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali. Sholat sering bolong karena ditunda. Ngaji terbata-bata. Bahkan sampai sekarang saya masih banyak tidak tahunya daripada tahunya, banyak alpanya daripada ingatnya.

Tapi saya yakin, itulah proses belajar. Sedikit demi sedikit, mulai dari yang paling bisa dilakukan, dari tampilan luar. Tampilan luar seperti jilbab memang tidak menjamin iman, tapi dengan menunjukkan identitas, setidaknya saya jadi terdorong untuk lebih hati-hati dalam bersikap, terdorong untuk mencari tahu, membaca dan bertanya lebih banyak tentang Islam.

Mencari tahu saja banyak tak tahunya, apalagi tak mencari tahu...

Jujur, tidak gampang lo, berjilbab itu. Apalagi mendengar cap orang kepada perempuan berjilbab. Fanatik lah, munafik lah, susah jodoh lah, susah dapat kerja lah, kuno lah, kuper lah, macam nenek-nenek lah. Banyaaak! Lucunya, perkataan mengecilkan hati ini malah lebih sering keluar dari mulut sesama muslim. Bawa-bawa suku pula. Sakiiiiit hati telinga mendengarnya. Sulit dilupakan, tapi saya berdoa semoga saya tidak seperti yang disangkakan buruk oleh mereka yang menuduh itu. Aamiin.

Begitulah pengalaman saya berjilbab pertama kali. Sudah dulu yaa, nanti cerita-cerita lagi. Yang ketinggalan cerita ini, silakan ke sini dan sini ya. Salaam!