3.16.2015

Kontes Foto Online, Lomba atau Penipuan?

Hai teman! Kali ini saya mau berbagi lagi nih, mumpung ingat dan sempat. Bermula di pagi hari beberapa hari lalu, ketika saya iseng membuka facebook. Ada info berharga dari tautan teman mengenai lomba foto bayi. Cukup membuka mata dan membuat saya ingin berbagi di blog. Supaya kita sama-sama waspada. Semoga berkenan ya!

perlombaan abal-abal
Coba liat gambar-gambar ini.
Eh, anak siapa tuh, imutnya? >.<  *gagal fokus

Kontes foto belakangan ini memang cukup banyak terjadi di media sosial. Yang paling banyak sih kontes foto bayi dan balita. Para bayi yang imut-imut dan menggemaskan difoto oleh orang tua mereka lalu orang tua meng-upload dan men-tag foto tersebut ke akun-akun yang mengaku event organizer (EO) yang menyelenggarakan lomba foto dengan tema tertentu.

Sampai di sini sebenarnya saya tidak terlalu terganggu. Toh itu orang lain ngirimin fotonya atau foto anaknya sendiri untuk ikut lomba. Apa salahnya kan? Siapa tahu bakat modelling terpendam bisa muncul karena sering ikut kontes foto. Tidak menutup kemungkinan kaaan...

Bukan di situ sih masalahnya. Yang membuat saya terganggu adalah, pada kontes foto yang jamak itu, peserta diharuskan atau diwajibkan membayar sejumlah tertentu kepada EO. Istilahnya BP (singkatan dari biaya pendaftaran). Ada BP awal, ada BP akhir. Tergantung EO nya, apakah membayar di muka atau di belakang (setelah menang, katanya). Yang pasti setahu saya, untuk menyertakan foto ke lomba tersebut, ortu harus berteman dengan sang EO, membayar sejumlah tertentu agar bisa mendapatkan sebuah piala, selembar piagam berlaminating, dan sebuah souvenir (syukur-syukur kalau ada tambahan hadiah seperti voucher belanja 50 ribu atau 100 ribu), selanjutnya men-share dan men-tag puluhan orang pada foto yang didaftarkan. Jenis souvenir ada yang boleh pilih lho (dari yang disediakan oleh sang EO, bisa lihat di foto di atas). Jumlah biaya pendaftaran berkisar antara 90 ribu sampai 130 ribuan. Ada juga yang memberlakukan harga per foto, sekitar 20 ribuan per foto. Variatif. Tidak mahal memang. Tapi terus terang, konsep BP akhir sangat mengganggu..

Jadi mikir.. Benarkah ini lomba, atau malah penipuan?

Di sini saya jelaskan ya, saya tidak anti lomba. Saya hanya jengah dengan modus penipuan.

Dalam berbagai kasus penipuan, para penipu sangat lihai memainkan psikologis korbannya. Misalnya, orang tua umumnya menginginkan agar anaknya berprestasi dari kecil. Difasilitasi sebisa mungkin, salah satunya dengan cara mengikutsertakan sang anak ke lomba-lomba foto yang bertebaran di dunia medsos. Selain bayi dan anak, ada juga lomba untuk kategori dewasanya (lihat di foto atas). Secara psikis, saya juga senang kalau menang!

Sampai di sini saya perkirakan, mungkin akan ada yang bilang saya buruk sangka (suudzon), fitnah dan sebagainya. Para pelaku pun dapat berkilah bahwa apa yang dilakukannya bukan merupakan penipuan, karena bagaimanapun mereka benar-benar telah mengirimkan hadiah kepada peserta; sedangkan para orang tua bayi yang "pernah menang" mungkin juga akan membela mereka, karena toh pada kenyataannya mereka benar-benar telah menerima kiriman hadiah kemenangan dari pelaku. Di mana masalahnya?

Oke, supaya bisa lebih selektif ikutan lomba atau kontes foto, ada baiknya kita selidiki dulu. Berikut beberapa pertanyaan yang semoga bisa menjadi panduan dasar dalam ber-kepo-ria sebelum mengikuti sebuah kontes foto online. Bacanya santai saja yaa. Yang pernah ikut lomba sejenis ini jangan tersinggung karena tujuan saya sama sekali bukan untuk menyinggung, tapi untuk bahan pembelajaran bersama.

Paling pertama dan utama, siapa sponsor lomba? 

Logisnya, suatu lomba punya sponsor yang jelas. Bisa produsen suatu produk, dinas, komunitas atau bahkan tokoh masyarakat. Pihak sponsor inilah yang nantinya akan membiayai pengeluaran untuk membeli hadiah yang akan diberikan kepada pemenang. Nah, karena sudah punya sponsor (minimal untuk pembiayaan hadiah pemenang), peserta biasanya tidak perlu lagi dibebankan biaya untuk menebus hadiah berupa paket piala, piagam, dan souvenir. Kalaupun ada, biasanya sangat kecil.

Kalau sponsor tidak jelas dan peserta sendiri yang harus mengeluarkan sejumlah uang sebagai ganti pengeluaran EO untuk hadiah, ya sama juga peserta beli hadiah dong? Kalau beli hadiah, artinya tidak pantas disebut kontes, melainkan penjualan paket piala dan mainan anak plus jasa membuat piagam dengan foto. Di situlah masalahnya. Bukan tentang bisnis online-nya. Jualan piala via online boleh saja. Masalahnya, pelaku (EO bodong) jelas berbohong dengan mengatasnamakan kata LOMBA. Kalau saja jelas menawarkan jasa penjualan barang tanpa embel-embel "lomba", tentu tidak masalah.

Ingat, pihak sponsor sangat penting. Pengakuan adanya sponsor juga harus diteliti, benarkah brand tertentu resmi mengadakannya? Khawatirnya hanya logo saja yang dicomot. Kalau keukeuh mau ikut, coba cek di website resmi sponsor. Biasanya kan ada keterangan tuh..

Apa motif penyelenggaraan lomba?

Ingat, segala sesuatu yang dilakukan pasti ada latar belakang dan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Minimal sponsor ingin namanya, produknya, atau layanannya dikenal lebih luas. Sampai di sini logis ya..

Untuk pihak peserta (yang sayangnya sering tidak sadar rentan ditipu), mengikuti kontes foto adalah kesempatan untuk meningkatkan rasa percaya diri sekaligus memperkenalkan atau mempopulerkan diri atau anak di dunia maya. Pertanyaan yang menggelitik, mengenalkan bakat kepada siapa? Entahlah, mungkin kepada para pencari bakat. Siapa tahu ada pencari bakat yang iseng main facebook (?)

Yang namanya rejeki memang takkan kemana. Pencari bakat iseng main facebook mungkin satu dari sejuta probabilitas yang bisa saja terjadi. Sayangnya, foto kontes abal-abal tanpa sponsor jelas tidak bisa dimasukkan hitungan. Para pencari bakat pasti lebih memilih kontes yang terpercaya. Hanya buang-buang waktu, uang, dan tenaga.

Siapa EO nya? 

Deskripsi kerja EO adalah sesuai singkatannya, event organizer, mengorganisir kegiatan. Jadi pihak sponsor yang diadakan event mengeluarkan biaya lalu sang EO lah yang bertugas mengorganisir tetek bengek acara. Kerja EO sangat menentukan kesuksesan acara.

Dalam pelaksanaannya, biasanya ada misi yang ingin dicapai oleh pihak sponsor, terutama untuk mengenalkan produknya ke khalayak lebih luas, makanya perlu bantuan EO. Iya kan, ngapain sponsor keluar biaya banyak kalau tidak ada udang di balik bakwannya. Hehe. Dari hubungan simbiosis antara ketiganya (sponsor-Eo-peserta), pihak sponsor akan mendapat keuntungan dari kesuksesan kegiatan tersebut. Keuntungan uang? Ya, itu keuntungan tidak langsungnya. Yang pasti keuntungan yang didapat sponsor adalah nama, produk, atau layanannya semakin dikenal masyarakat. Jadi lomba adalah sarana promosi murah meriah bagi sponsor untuk berpromosi. Di lain pihak, EO dapat keuntungan dari jerih payahnya mengorganisir lomba, berupa bayaran dari pihak sponsor, plus kepercayaan baik dan nama baik di mata pihak sponsor maupun peserta lomba jika kegiatan yang diselenggarakannya sukses. Sementara itu peserta lomba mendapat keuntungan pengalaman berkompetisi (dan dapat hadiah kalau menang).

Sampai di sini, cukup logis kan hubungan antara ketiganya?

Nah, bagaimana dengan EO tanpa sponsor seperti yang banyak di medsos itu, apa visinya? Apa maksud dan tujuan penyelenggaraan kontesnya? Dapat duit dari mana dan apa keuntungan yang diperolehnya? Ini bukan bakti sosial kan? ~eh

Jawabannya jelas. EO asli akan mendapatkan keuntungan dari sponsor sementara EO abal-abal mendapatkan keuntungan dari penjualan paket piala dan piagam. Iya kan mereka tidak punya sponsor? Bagi mereka, sebutan EO hanya untuk keren-kerenan dan ini jahat sekali. Kasian sama EO yang benar-benar bekerja..

Bahkan orang yang kita kenal bisa menipu, apalagi orang yang baru kita kenal di dunia maya. Untuk ini coba deh lihat alamat url dan kronologinya. Sejauh yang saya telusuri, saya mendapati pola bahwa akun-akun penyelenggara kontes foto abal-abal ini kebanyakan tidak jelas. Jumlah teman memang tidak menjamin keaslian suatu akun, tapi kalau EO yang notabene mengurus acara besar punya teman di bawah 50? Hmm, mencurigakan... Kalau berbentuk fanpage juga harus berhati-hati ya, karena setahu saya ada penyedia jasa like murah meriah. Jumlah follower twitter juga tidak menjamin, karena ada banyak penyedia jasa follower dari akun-akun kloningan.

Ribet? Ada indikator yang mudah dikenali. Kalau ada album testimoni, bisa jadi itu online shop penjual paket piala yang mengaku jadi EO. Boleh lah curiga..

Berapa kali diadakan? 

Bahkan sponsor dari brand besar pun hitung-hitungan melakukan event. Makanya biasanya event resmi dari brand tertentu hanya diselenggarakan satu tahun sekali atau jeda waktu tertentu yang jelas (misal kalau mau diadakan sampai 3 periode maka diumumkan sedari awal lomba diselenggarakan bahwa ada 3 periode lomba). Menurut saya malah aneh kalau sebulan bisa berkali-kali dan deadline lomba bisa tarik-ulur.

Adakah biaya pendaftaran? Jika ada, berapa besar? 

Lomba dengan sponsor biasanya tidak memerlukan biaya pendaftaran alias gratis. Kenapa? karena sebenarnya partisipasi peserta adalah bentuk promosi yang kuat namun murah. Eh tapi tidak selalu gratis sih. Contoh, saya pernah lihat kontes dari brand keju atau selai yang mengajak peserta mengirimkan foto selfie saat makan keju atau selai brand tersebut. Peserta paling-paling harus keluar duit untuk beli produk yang nantinya digunakan sendiri. Semakin mudah dan murah syarat, akan semakin banyak juga yang ikut. Ini artinya semakin populer lah brand tersebut. Sponsor untung karena biaya besar yang seharusnya digunakan untuk promosi dapat ditekan, dialihkan ke dana hadiah yang menggiurkan namun terbatas hanya untuk pemenang.

Beda dengan kontes abal-abal. Semua bayar, semua menang. Silakan baca poin berikutnya.

Apa hadiahnya?

Dalam kontes apapun, akan ada pemenang. Yang pasti ada juara 1,2,3. Kadang ada juga juara harapan 1, 2, 3 dan juara favorit. Semua pemenang akan mendapatkan piala, piagam, suvenir, dan voucher. Ini normal. Pertanyaannya, bagaimana dengan peserta lain yang tidak menang? Jangan bilang mereka juga dapat kiriman piala, piagam, dan suvenir juga yah. Tapi lucunya, begitulah yang terjadi pada kontes abal-abal. Kalah atau menang, semua peserta dapat piala. Semua senang!

Yakin, senang?


Untuk gambaran hitung-hitungan keuntungan yang didapat pelaku kontes abal-abal, silakan baca di sini.

- Apakah temanya jelas? Siapa jurinya?

Kebanyakan EO abal-abal mengeluarkan tema lomba tanpa konsep yang jelas. Juri penilai foto juga tidak jelas.

- Kecewa karena tidak dibayar sponsor, eh, peserta? 

Lomba benaran pastinya punya peraturan jelas. Kalaupun ada beban biaya pendaftaran ya diselesaikan dulu di awal. Jika tidak beres ya peserta harusnya dibatalkan keikutsertaannya, alias didiskualifikasi. Mau gimana lagi. Ini berarti mereka tidak berhak menang dan tidak berhak dapat hadiah apapun. Dari awal harusnya sudah disisihkan, dengan demikian juri penilai tidak bingung dan keputusannya tidak sia-sia.

Masalahnya, EO palsu dan kontes palsu tidak punya sponsor sehingga membebankan biaya sepenuhnya kepada peserta. Mereka lebih senang mempermainkan psikis pesertanya: segera kasih kemenangan agar peserta tidak enak hati kalau tidak bayar. Kalau tidak bayar, EO abal-abal akan sibuk mengaku dizalimi peserta. Seperti ini nih..

EO abal-abal
Screen shot salah satu EO abal-abal yang kecewa dengan peserta yang batal beli piala..
Heran..

Kita bisa maklum jika itu urusannya dengan pedagang di online shop. Sama seperti di offline shop, kalau pembeli sudah memesan barang, barang sudah dibungkus rapi, tinggal pembayaran, ya sangat tidak etis kalau pembeli tersebut tiba-tiba mangkir dari kewajiban bayar atau transfer. Tapi itu kan hubungan penjual dan pembeli. Kalau hubungan peserta dan panitia lomba harusnya tidak begitu. Malah menurut saya lucu sekali kalau ada EO yang mengatakan peserta lomba melakukan PHP (pemberi harapan palsu). Kalau ada EO yang bertingkah seperti ini, hmm, boleh lah curiga..


Testimoni penerimaan barang?

Seperti pada poin sebelumnya. EO sejati tidak perlu pengakuan barang diterima dari peserta karena tanggung jawabnya kepada sponsor. Bukan berarti EO lepas tanggung jawab mengenai hal ini. Yang jelas komunikasi tersebut etisnya lewat jalur pribadi, sebagai bahan laporan kepada pihak sponsor. Malah kalau sponsor nya besar, harusnya penyerahan langsung dari pihak sponsor kepada pemenang di suatu acara khusus. Buat apa testimoni? Kayak online shop saja.. Makanya kalau ada EO yang ngebet banget minta testimoni, boleh dipertanyakan, itu EO atau penjual piala?

Dan pertanyaan terakhir yang mungkin paling mengganggu saya,

Akan digunakan untuk apakah foto yang diikutsertakan di lomba tersebut?

Apakah digunakan untuk promosi lanjutan (hadiahnya harus besar nih!), dibuang (apaah?), atau dipakai untuk hal-hal lain yang tidak diketahui (hm?!). EO yang baik akan memberikan pernyataan akan diapakan foto-foto yang sudah masuk karena bukan tidak mungkin foto-foto peserta yang banyak tersebut disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Ada beberapa perkiraan tentang ini, tapi mungkin itu akan saya bahas di lain kesempatan.

Pertanyaannya sekarang, relakah foto kita digunakan tanpa izin? Iya kalau digunakan untuk iklan layanan masyarakat (itupun harusnya tetap dengan izin pemilik foto dan ada kompensasinya), kalau malah digunakan untuk hal negatif gimana? Pernah dengar kasus situs penjual bayi yang enak saja mencomot foto bayi orang lain? Amit-amit, tapi ada lho..  Relakah? Kalau rela sih terserah ya. Saya hanya berbagi pikiran.

[Baca juga pengalaman buruk saya: Foto saya dicuri!]

Intinya, hati-hati dalam mengikuti lomba-lomba semacam ini. Bukannya tidak boleh ikutan lomba, tapi alangkah baiknya dipertimbangkan dulu lebih matang.

Wow! :o Sudah panjang ternyata cuap-cuap saya. Untuk sekarang, sampai di sini dulu ya, teman. Semoga tulisan ini bermanfaat. Salaam!

Note:
Atas masukan dari pembaca, pada tanggal 14 Nov 2016 artikel ini diedit tanpa mengubah inti konten. Judul artikel diubah untuk menghindari kesalahpahaman dari pembaca yang malas membaca sampai habis -- yang mengira saya menuduh bahwa semua kontes foto online adalah penipuan. Mohon dibaca kembali.